Dirjen Pajak Suryo Utomo.
JAKARTA, DDTCNews – Terkontraksinya realisasi penerimaan pajak hingga akhir November 2019 menjadi bahasan beberapa media nasional pada hari ini, Jumat (20/12/2019).
Berdasarkan rilis APBN Kita, penerimaan pajak selama 11 bulan pada tahun ini tercatat senilai Rp1.136,17 triliun. Selain baru mencapai sekitar 72% dari target, realisasi tersebut menunjukkan adanya penurunan 0,04% dibandingkan realisasi pada periode yang sama tahun lalu.
Dengan realisasi tersebut, pemerintah masih harus mengumpulkan setoran pajak Rp441,39 triliun untuk memenuhi target APBN. Jika menggunakan estimasi shortfall – selisih kurang antara realisasi dan target – Rp140 triliunm pemerintah masih harus mengumpulkan penerimaan Rp301,4 triliun.
Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan sudah ada perkembangan positif dalam beberapa hari terakhir. Pasalnya, penerimaan pajak nonmigas – terutama dari sisi pajak penghasilan (PPh) – sudah menunjukkan perbaikan.
“Dalam beberapa hari menunjukkan sesuatu perkembangan yang signifikan untuk PPh nonmigas,” katanya, sambil tetap memperkirakan shortfall akan melebar di kisaran Rp140 triliun hingga Rp200 triliun.
Selain itu, beberapa media nasional juga menyoroti integrasi data antara BUMN dengan Ditjen Pajak (DJP). Kemarin, PT. Pertamina (Persero) dan DJP meneken nota kesepahaman (MoU) integrase data perpajakan. Kerja sama ini diyakini menguntungkan kedua belah pihak.
Berikut ulasan berita selengkapnya.
Managing Partner DDTC Darussalam mengatakan kontribusi penerimaan pajak korporasi kemungkinan akan tumbuh melambat pada tahun ini. Hal ini lebih banyak dipengaruhi oleh kondisi perekonomian global yang masih lesu.
“Tidak banyak hal yang bisa dilakukan [di akhir tahun ini]. Hanya bisa lewat pemanfaatan data dan informasi keuangan dari AEoI [automatic exchange of information], akses keuangan, dan data pihak ketiga,” katanya.
Direktur Potensi, Kepatuhan, dan Penerimaan Pajak DJP Yon Arsal mengatakan realisasi restitusi hingga akhir November tercatat senilai Rp139 triliun atau tumbuh 22,3% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Adapun perinciannya, restitusi pajak dari pemeriksaan Rp85 triliun, restitusi dari upaya hukum melalui keputusan pengadilan Rp23 triliun, dan restitusi dipercepat senilai Rp31 triliun. Khusus untuk restitusi dari pemeriksaan lebih banyak dipengaruhi lesunya industri pengolahan.
Penerimaan negara yang seret membuat defisit keseimbangan primer dan defisit anggaran melebar. Defisit keseimbangan primer per akhir November 2019 tercatat sebesar Rp101,31 triliun atau 503,79% dari target. Sementara, defisit anggaran mencapai Rp368,9 triliun atau 2,29% terhadap PDB.
“Di dua minggu pertama Desember ada perbaikan penerimaan, terutama dari sektor riil sehingga defisit diharapkan mendekat ke arah target 2,2%,” ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan adanya integrasi data dengan BUMN memberi keuntungan bagi kedua belah pihak. Pada sisi BUMN, biaya kepatuhan otomatis akan turun. Selain itu, sumber daya manusia (SDM) yang mengurusi kewajiban pajak korporasi dapat berkurang. Dengan demikian, ada ruang untuk mengalihkan sumber daya kepada proses bisnis lainnya.
Keuntungan juga didapatkan oleh otoritas. Dengan integrasi ini maka DJP dapat fokus dalam melakukan kegiatan ekstensifikasi. Pasalnya, komitmen transparansi sudah dikantongi DJP dalam wujud akses pada transaksi keuangan. Dengan demikian, SDM bisa dialokasikan lebih banyak untuk memperluas basis pajak baru. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.