INDONESIA TAXATION QUARTERLY REPORT Q2-2020

Pemulihan Penerimaan Pajak Berisiko Lamban, Begini Ulasannya

Redaksi DDTCNews | Kamis, 03 September 2020 | 14:44 WIB
Pemulihan Penerimaan Pajak Berisiko Lamban, Begini Ulasannya

Tampilan depan Bab 2 Indonesia Taxation Quarterly Report (Q2-2020) bertajuk Tax Revenue Prospect during Economic Recovery

JAKARTA, DDTCNews – Fokus terhadap pemulihan kinerja fiskal relatif minim di tengah seluruh perhatian tertuju pada upaya untuk meningkatkan laju perekonomian. Padahal, kinerja pajak merupakan sumber utama negara dalam mendanai stimulus fiskal.

Apalagi, dalam jangka panjang, prospek pemulihan ekonomi akan sangat bergantung pada kapasitas fiskal. Tanpa hal tersebut, sulit bagi perekonomian suatu negara untuk melampaui produktivitas sebelum terjadinya krisis.

Hal ini disampaikan oleh DDTC Fiscal Research dalam Indonesia Taxation Quarterly Report (Q2-2020) bertajuk Tax Revenue Prospect during Economic Recovery yang telah dirilis pada Selasa (2/9/2020). Download laporan tersebut di sini.

Baca Juga:
Perkaya Pengetahuan Pajak, Baca 11 e-Books Ini di Perpajakan DDTC

Hingga saat ini, pemerintah masih gencar memberikan insentif pajak sebagai salah satu respons dalam upaya pemulihan ekonomi dengan total pagu anggaran sebesar Rp120,61 triliun pada 2020. Hal ini bisa dipahami karena kinerja ekonomi masih lesu dan belum ada jaminan waktu produktivitas tersebut akan segera membaik.

Pemerintah optimistis respons kebijakan yang dilakukan secara perlahan dapat mengoreksi positif kinerja pertumbuhan ekonomi yang telah ditetapkan proyeksinya sebesar 4,5%-5,5% pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2021.

Kendati demikian, masih terdapat tanda tanya besar bagi keberlanjutan fiskal Indonesia dalam jangka panjang. Pasalnya, tidak ada jaminan kinerja pajak akan bergerak sejalan dengan pemulihan ekonomi.

Baca Juga:
Kejar Pendapatan, DPR Imbau Pemerintah Optimalkan Sektor Perkebunan

“Keberlanjutan fiskal Indonesia semakin berada di bawah tekanan akibat besarnya defisit negara serta elastisitas penerimaan pajak terhadap pertumbuhan ekonomi,” demikian pernyataan DDTC Fiscal Research dalam laporan tersebut.

Berdasarkan pengalaman dua krisis besar pada masa lalu, seperti yang diulas dalam laporan ini, penerimaan pajak cenderung turun lebih cepat tapi pulih jauh lebih lambat daripada pertumbuhan ekonomi.

Setelah kembali tumbuh positif, rasio pajak belum tentu dapat kembali titik semula sebelum periode krisis. Untuk mencegah hal tersebut, arah dan tujuan kebijakan bagi prospek penerimaan pajak di masa depan menjadi isu yang krusial.

Baca Juga:
DDTC Gelar Temu Kontributor Buku Gagasan Perpajakan Prabowo-Gibran

Di satu sisi, pemerintah perlu memberikan insentif pajak dalam mendukung pemulihan ekonomi dan mempertahankan basis pajak. Di sisi lain, hal ini juga terkait dengan upaya pemerintah dalam meningkatkan penerimaan pajak untuk membiayai belanja yang lebih tinggi.

“Kecepatan dan kekuatan pemulihan penerimaan pajak pada akhirnya akan bergantung pada kemampuan basis pajak untuk menjaga keberlanjutan fiskal,” imbuh DDTC Fiscal Research.

Laporan ini kemudian mengidentifikasi beberapa catatan kebijakan kedepan untuk menyeimbangkan antara kedua tujuan tersebut. Catatan ini juga dapat menjadi alternatif terhadap permasalahan tingginya ketergantungan Indonesia terhadap jenis pajak dan sektor tertentu yang berpotensi membuat krisis semakin parah.

Baca Juga:
Konsumsi Kelas Menengah Stabil, Ekonomi Diprediksi Tumbuh di Atas 5%

Beberapa proposal yang tengah berkembang di berbagai negara pada saat ini mencakup pajak kekayaan, pajak digital, dan perluasan basis PPN.

Ulasan ini dilakukan sebagai bentuk komitmen DDTC Fiscal Research dalam menjalankan salah satu misi DDTC, yaitu mengeliminasi asimetri informasi perpajakan untuk masyarakat perpajakan Indonesia.*

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:45 WIB LITERATUR PAJAK

Perkaya Pengetahuan Pajak, Baca 11 e-Books Ini di Perpajakan DDTC

Senin, 21 Oktober 2024 | 18:33 WIB PENDAPATAN NEGARA

Kejar Pendapatan, DPR Imbau Pemerintah Optimalkan Sektor Perkebunan

Senin, 21 Oktober 2024 | 15:30 WIB HUT KE-17 DDTC

DDTC Gelar Temu Kontributor Buku Gagasan Perpajakan Prabowo-Gibran

Sabtu, 19 Oktober 2024 | 14:00 WIB PEREKONOMIAN INDONESIA

Konsumsi Kelas Menengah Stabil, Ekonomi Diprediksi Tumbuh di Atas 5%

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN