JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah diminta mengkaji penerapan pajak atas nilai tanah (land value tax/ LVT), karena dianggap lebih tepat ketimbang menerapkan PBB atau BPHTB progresif, sebagai koreksi atas konsentrasi pemilikan tanah sekaligus alat redistribusi pendapatan guna mengatasi kesenjangan.
(Baca: Tahun Ini, Pajak Progresif Tanah Idle Bakal Diterapkan)
Kepala DDTC Fiscal Research B. Bawono Kristiaji menyatakan, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), juga Pajak Penghasilan (PPh) Final transaksi tanah yang berlaku selama ini jelas tidak efektif jika ditujukan untuk mengatasi kesenjangan tadi.
(Baca: Sofyan: Ada Kesenjangan, Perlu Reformasi)
“Jika PBB, BPHTB dan PPh Final penjualan tanah dibuat progresif untuk tanah yang tidak produktif, ini tidak ketemu dengan tujuan tadi. Malah bisa timbul masalah definisi, yang pada akhirnya menyulitkan pemajakan. Belum lagi ada perbedaan tarif yang memicu perencanaan pajak,” ujarnya dalam diskusi internal DDTC, Jakarta, Selasa (31/1).
Bawono menambahkan kesulitan lain juga akan ditemukan apabila pajak atas transaksi tanah ala Tobin Tax yang diterapkan. Sebab, berbeda dengan instrumen keuangan di mana Tobin Tax biasa diterapkan, tanah adalah kebutuhan dasar. Pengenaannya justru berpotensi meningkatkan harga, sehingga tidak efisien bagi ekonomi.
Seperti diketahui, pekan lalu pemerintah melempar wacana untuk menerapkan pajak tanah yang bersifat progresif untuk mengurangi kesenjangan ekonomi. Namun, sampai saat ini masih belum jelas apa jenis pajak dan bentuk pemajakan yang akan diterapkan, termasuk dasar hukumnya.
Akan halnya LVT, menurut Bawono, hanya melihat nilai tanah tanpa memedulikan nilai bangunan atau pemanfaatan tanah. Karena itu, dengan tarifnya yang flat, LVT akan memberikan beban yang progresif ke pemilik tanah menganggur karena tidak ada manfaat atau penghasilan apapun dari tanah tersebut.
“Ilustrasinya, pada dua bidang tanah di lokasi yang sama, di atas tanah pertama dibangun gedung bertingkat, sedangkan yang lain kosong. Besaran LVT yang harus dibayarkan masing-masing pemilik tanah itu sama. Tapi bagi pemilik tanah kosong, LVT tentu terasa lebih berat,” paparnya.
(Baca: Pajak Tanah Idle Masih Dibahas, Belum Jadi Kebijakan)
Dengan cara kerja seperti itu, LVT akan mendorong alokasi pemanfaatan tanah yang lebih baik dan menghindari penumpukan tanah menganggur. Pada gilirannya, pemanfaatan tanah tersebut akan mengundang investasi, tenaga kerja, dan akhirnya mendorong pertumbuhan ekonomi. (Amu/Gfa)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.