JAKARTA, DDTCNews – Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) mengimbau pemerintah pusat agar segera menerbitkan Surat Keterangan (SK) atas pemabatalan peraturan daerah (perda) yang sebelumnya telah diumumkan.
Direktur Eksekutif KPPOD Robert Endi Jaweng mengatakan sejak diumumkan pada Juni 2016 lalu, pemerintah telah membatalkan 3.143 Peraturan Daerah (Perda) dan Peraturan Kepala Daerah (Perkada) yang dinilai menghambat jalannya investasi di daerah.
“Saat ini belum semua daerah yang menerima SK pembatalan perda dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Satu, dua daerah sudah menerima tetapi belum semua. Jadi daerah juga bingung,” ujarnya di Jakarta, Rabu (19/10).
Pasalnya, tambah Robert, jika SK belum diterbitkan, daerah mempunyai kesempatan untuk tetap memberlakukan perda-perda tersebut. Artinya, meski sudah dibatalkan di tingkat pusat, pemerintah daerah masih resmi melakukan pemungutan pajak maupun retribusi melalui perda tersebut.
“Kalau SK belum terbit kan masih sah itu perdanya, meskipun di-list pemerintah sudah tertera perda daerah mana, tahun berapa yang batal atau dicabut,” tambahnya.
Kegagalan Koordinasi Pusat dan Daerah
Robert menilai pencabutan ribuan perda itu sebenarnya bukan suatu prestasi. Pasalnya, ribuan perda yang dibatalkan itu mencerminkan kegagalan pemerintah pusat dalam pembinaan, pengawasan, dan koordinasi.
"Pembatalan perda baru prestasi itu kalau makin lama jumlahnya makin kecil. Suatu saat mungkin bisa zero, nol pembatalan. Ini baru Kemendagri hebat, pemerintah daerah juga hebat," tandasnya.
Robert menambahkan ribuan perda yang dibatalkan tersebut sebetulnya merupakan perda yang mengatur hal-hal yang masih ringan, yang yang dampaknya tidak begitu signifikan terhadap dunia usaha.
“Pembatalan di gelombang pertama ini, kalau dalam bahasa saya, hanya perda-perda kelas ringan. 3 ribuan perda itu perda-perda yang memang aturan di atasnya sudah batal, sudah di-judicial review atau perda-perda yang cari aman saja,” kata Robert.
Karena itu, pemerintah pusat ke depan perlu segera menyasar ke perda kelas menengah dan berat yang memang berdampak signifikan pada iklim investasi, seperti perda terkait pajak dan retribusi, serta ketenagakerjaan.
Selain itu, kata Robert, dalam merumuskan kebijakan atau peraturan daerah, partisipasi dan keterlibatan publik wajib dilakukan. Sebab, keterlibatan publik tersebut akan memengaruhi kualitas dan efektifitas dari kebijakan dan aturan yang dibuat.
"Jika publik dilibatkan, entah pada akhirnya diakomodasi atau tidak, setidaknya hal itu sudah dibicarakan bersama. Kalau sekarang banyak perda yang tidak efektif, boleh jadi karena proses penyusunannya yang tidak melibatkan publik," pungkasnya. (Amu)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.