Director Fiscal Research and Advisory DDTC B. Bawono Kristiaji dalam Hukumonline Sharing Session, Kamis (2/11/2023).
JAKARTA, DDTCNews - Implementasi pajak karbon dinilai akan membuat bursa karbon di Indonesia lebih menarik.
Director Fiscal Research and Advisory DDTC B. Bawono Kristiaji mengatakan minat pelaku usaha untuk masuk dalam bursa karbon akan meningkat apabila dilengkapi dengan pajak karbon. Tanpa adanya pajak atas pelanggaran emission cap tertentu, lanjutnya, pelaku usaha akan sulit tergerak membeli carbon credit.
"Saya melihat carbon trading bisa jadi lebih optimal kalau nanti pajak karbon diimplementasikan. Tetapi, fase saat ini bisa digunakan untuk persiapannya," katanya dalam acara Hukumonline Sharing Session, Kamis (2/11/2023).
Bawono mengatakan pemerintah meluncurkan bursa karbon untuk mendukung perdagangan karbon oleh pihak swasta. Bursa karbon di Indonesia memiliki 2 skema yang dapat diperdagangkan yakni Persetujuan Teknis Batas Atas Emisi Pelaku Usaha (PTBAE-PU) dan Sertifikat Pengurangan Emisi (SPE-GRK) yang dimiliki pelaku usaha pedagang emisi.
PTBAE-PU atau allowance merupakan perdagangan emisi yang dilakukan dengan menetapkan batas atas (cap) atau kuota emisi bagi pelaku usaha. Emission cap pada setiap sektor akan ditentukan oleh menteri teknis terkait.
Dengan skema ini, atas kelebihan produksi emisi karbon oleh sektor tersebut harus diimbangi dengan membeli unit karbon dari perusahaan lain. Kebijakan ini telah diterapkan oleh Kementerian ESDM bagi PLTU batu bara.
Di sisi lain, ada skema SPE-GRK atau offset yang merupakan sertifikasi sebagai bentuk bukti pengurangan emisi oleh usaha dan/atau kegiatan yang telah dilakukan. Skema ini pun memberikan ruang pelaku usaha untuk menjalankan proyek pengurangan emisi.
Dia memandang SPE-GRK memiliki beberapa kelemahan seperti potensi greenwashing sehingga upaya penurunan emisi menjadi sekadar gimmick. Melihat praktik di negara lain, PTBAE-PU dianggap menjadi skema perdagangan karbon yang lebih ideal.
Meski demikian, implementasi skema PTBAE-PU pun dihadapkan pada sejumlah tantangan. Misalnya, belum terdapat ambang batas emission cap pada tiap sektor.
"Harus diakui menentukan cap sangat challenging. Tapi kalau tidak ada cap, tidak akan ada paksaan orang mengikuti skema PTBAE-PU ini," ujarnya.
Bawono menambahkan masih diperlukan intervensi untuk menjamin bursa karbon di Indonesia berjalan secara sehat. Dari sisi permintaan, intervensi dilaksanakan melalui tinjauan atas proses bisnis.
Sementara dari sisi permintaan, intervensi antara lain dapat dilakukan melalui pajak karbon. Alasannya, kedua instrumen dapat berjalan beriringan karena pajak karbon juga menganut skema cap tax.
Dengan adanya penetapan cap dan pajak karbon, pelaku usaha akan dihadapkan pada 2 pilihan ketika mereka melanggar emission cap. Pilih membayar pajak atas kelebihan emisi atau membeli kredit karbon di bursa karbon untuk menyeimbangkan.
Selain itu, pemerintah juga tengah membuat roadmap pajak karbon. Menurutnya, penyusunan roadmap pajak karbon dapat diselaraskan dengan roadmap perdagangan karbon.
"Saya berharap pajak karbon segera diimplementasikan agar perdagangan karbon berjalan baik dan target net zero emission juga tercapai," imbuhnya. (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.