PAJAK KARBON

Pajak Karbon Bisa Jadikan Bursa Karbon Lebih Menarik, Ini Alasannya

Dian Kurniati | Kamis, 02 November 2023 | 12:55 WIB
Pajak Karbon Bisa Jadikan Bursa Karbon Lebih Menarik, Ini Alasannya

Director Fiscal Research and Advisory DDTC B. Bawono Kristiaji dalam Hukumonline Sharing Session, Kamis (2/11/2023).

JAKARTA, DDTCNews - Implementasi pajak karbon dinilai akan membuat bursa karbon di Indonesia lebih menarik.

Director Fiscal Research and Advisory DDTC B. Bawono Kristiaji mengatakan minat pelaku usaha untuk masuk dalam bursa karbon akan meningkat apabila dilengkapi dengan pajak karbon. Tanpa adanya pajak atas pelanggaran emission cap tertentu, lanjutnya, pelaku usaha akan sulit tergerak membeli carbon credit.

"Saya melihat carbon trading bisa jadi lebih optimal kalau nanti pajak karbon diimplementasikan. Tetapi, fase saat ini bisa digunakan untuk persiapannya," katanya dalam acara Hukumonline Sharing Session, Kamis (2/11/2023).

Baca Juga:
Stok Cukup, Kementerian ESDM Siap Penuhi Kebutuhan BBM Nataru 2025

Bawono mengatakan pemerintah meluncurkan bursa karbon untuk mendukung perdagangan karbon oleh pihak swasta. Bursa karbon di Indonesia memiliki 2 skema yang dapat diperdagangkan yakni Persetujuan Teknis Batas Atas Emisi Pelaku Usaha (PTBAE-PU) dan Sertifikat Pengurangan Emisi (SPE-GRK) yang dimiliki pelaku usaha pedagang emisi.

PTBAE-PU atau allowance merupakan perdagangan emisi yang dilakukan dengan menetapkan batas atas (cap) atau kuota emisi bagi pelaku usaha. Emission cap pada setiap sektor akan ditentukan oleh menteri teknis terkait.

Dengan skema ini, atas kelebihan produksi emisi karbon oleh sektor tersebut harus diimbangi dengan membeli unit karbon dari perusahaan lain. Kebijakan ini telah diterapkan oleh Kementerian ESDM bagi PLTU batu bara.

Baca Juga:
Begini Aturan Perpanjangan Waktu Penyampaian SPT Tahunan Pajak Karbon

Di sisi lain, ada skema SPE-GRK atau offset yang merupakan sertifikasi sebagai bentuk bukti pengurangan emisi oleh usaha dan/atau kegiatan yang telah dilakukan. Skema ini pun memberikan ruang pelaku usaha untuk menjalankan proyek pengurangan emisi.

Dia memandang SPE-GRK memiliki beberapa kelemahan seperti potensi greenwashing sehingga upaya penurunan emisi menjadi sekadar gimmick. Melihat praktik di negara lain, PTBAE-PU dianggap menjadi skema perdagangan karbon yang lebih ideal.

Meski demikian, implementasi skema PTBAE-PU pun dihadapkan pada sejumlah tantangan. Misalnya, belum terdapat ambang batas emission cap pada tiap sektor.

Baca Juga:
Kontribusi Sektor Mineral Batu Bara untuk PDB Capai Rp2.198 Triliun

"Harus diakui menentukan cap sangat challenging. Tapi kalau tidak ada cap, tidak akan ada paksaan orang mengikuti skema PTBAE-PU ini," ujarnya.

Bawono menambahkan masih diperlukan intervensi untuk menjamin bursa karbon di Indonesia berjalan secara sehat. Dari sisi permintaan, intervensi dilaksanakan melalui tinjauan atas proses bisnis.

Sementara dari sisi permintaan, intervensi antara lain dapat dilakukan melalui pajak karbon. Alasannya, kedua instrumen dapat berjalan beriringan karena pajak karbon juga menganut skema cap tax.

Baca Juga:
OECD Dorong Indonesia Segera Terapkan Pajak Karbon

Dengan adanya penetapan cap dan pajak karbon, pelaku usaha akan dihadapkan pada 2 pilihan ketika mereka melanggar emission cap. Pilih membayar pajak atas kelebihan emisi atau membeli kredit karbon di bursa karbon untuk menyeimbangkan.

Selain itu, pemerintah juga tengah membuat roadmap pajak karbon. Menurutnya, penyusunan roadmap pajak karbon dapat diselaraskan dengan roadmap perdagangan karbon.

"Saya berharap pajak karbon segera diimplementasikan agar perdagangan karbon berjalan baik dan target net zero emission juga tercapai," imbuhnya. (sap)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Senin, 23 Desember 2024 | 12:30 WIB NATAL DAN TAHUN BARU 2025

Stok Cukup, Kementerian ESDM Siap Penuhi Kebutuhan BBM Nataru 2025

Jumat, 29 November 2024 | 12:30 WIB KINERJA FISKAL

Kontribusi Sektor Mineral Batu Bara untuk PDB Capai Rp2.198 Triliun

Kamis, 28 November 2024 | 16:00 WIB PAJAK KARBON

OECD Dorong Indonesia Segera Terapkan Pajak Karbon

BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra