Ilustrasi. (foto: digiads.co.id)
BANGKOK, DDTCNews – Pemerintah Thailand berencana mulai memberlakukan rancangan undang-undang (RUU) terkait pajak atas bisnis elektronik (e-business tax) mulai tahun depan.
Direktur Jenderal Departemen Pendapatan Ekniti Nitithanprapas menjelaskan RUU itu disusun lantaran Perdana Menteri Prayut Chan-o-cha ingin menciptakan keadilan antara perusahaan digital lokal dengan perusahaan digital asing.
“Jika undang-undang itu tidak diciptakan, perusahaan digital dari luar Thailand tidak memiliki kewajiban atas pajak pertambahan nilai (PPN). Sebab, mereka tidak didirikan secara permanen di Thailand,” jelas Nitithanprapas, Jumat (20/12/2019).
Melalui RUU tersebut, sambung Nitithanprapas, pemerintah akan mengatur retribusi pada perusahaan digital asing yang menghasilkan pendapatan di Thailand. Kini, dewan negara tengah membahas RUU tersebut.
Usai melewati pembahasan, RUU itu akan diteruskan pada kabinet pemerintahan dan parlemen untuk mendapat persetujuan. Secara lebih terperinci, RUU tersebut menyasar perusahaan digital dari luar negeri yang menyediakan layanan online di Thailand.
Layanan itu termasuk game online, unduhan stiker, iklan online, konten digital, dan pemesanan hotel online. Lebih lanjut, bagi perusahaan yang tingkat penjualan tahunannya di Thailand lebih dari 1,8 juta baht (setara Rp839,4 juta) wajib mendaftarkan diri dan tunduk pada PPN.
Menurut Nitithanprapas, saat ini sudah ada 60 negara yang memiliki regulasi serupa, terutama menyasar perusahaan raksasa digital. Beberapa negara bahkan secara tegas menindak platform online asing yang menghindari pajak dengan menutup situs webnya.
Untuk itu, dewan negara ingin berdiskusi dengan departemen pendapatan guna membahas langkah penalti bagi penghindar pajak. Departemen merasa pemerintah juga perlu mendorong realisasi RUU terkait pertukaran data internasional.
Pasalnya, RUU pertukaran data memungkinkan otoritas pajak Thailand bertukar data dengan otoritas negara lain. Hal ini akan sangat membantu jika terdapat perusahaan digital di luar negeri yang gagal membayar pajak. Dengan demikian, data untuk melengkapi tagihan pajak mudah diperoleh.
Selain itu, Departemen Pendapatan kini telah membentuk unit khusus yang bertugas memantau perusahaan yang tidak terdaftar dalam sistem pajak. Departmen pendapatan memperkirakan terdapat 100.000 perusahaan online lokal dan asing yang tidak terdaftar di sistem pajak.
Otoritas pajak Thailand memperkirakan e-business tax akan menghasilkan pendapatan senilai 4 miliar baht (setara Rp1,8 triliun) di tahun pertama setelah diberlakukan. Sementara itu Departemen Pendapatan menargetkan penerimaan pajak senilai 2,17 triliun baht (setara Rp1,1 kuadriliun) untuk tahun fiskal 2020. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.