AMERIKA SERIKAT

Pacu Produksi Chip, Pemerintah Didorong Beri Insentif Pajak

Muhamad Wildan | Jumat, 18 Juni 2021 | 10:15 WIB
Pacu Produksi Chip, Pemerintah Didorong Beri Insentif Pajak

Ilustrasi.

WASHINGTON D.C., DDTCNews – Senator AS dari Partai Demokrat dan Partai Republik mengusulkan adanya insentif pajak kepada perusahaan yang melakukan investasi pada produksi chip semikonduktor.

Usulan itu tertuang dalam rancangan beleid bernama Facilitating American-Built Semiconductors (FABS) Act. Dengan beleid tersebut, perusahaan yang menanamkan modal dalam produksi chip akan mendapatkan kredit pajak sebesar 25%.

"Beleid ini akan memberikan insentif yang terukur dan tepat sasaran dalam meningkatkan produksi chip semikonduktor domestik," tulis Ron Wyden dari Partai Demokrat dan Mike Crapo dari Partai Republik dalam keterangan resmi, dikutip Jumat (18/6/2021).

Baca Juga:
Negara Ini Bakal Pangkas Tarif Bea Masuk Minuman Beralkohol

Untuk memberikan kepastian kepada wajib pajak, Wyden dan Crapo bahkan mengusulkan insentif kredit pajak tersebut diberikan secara permanen, bukan sebagai kebijakan temporer di tengah pandemi Covid-19.

Kedua senator berpandangan insentif perlu diberikan mengingat makin banyak chip semikonduktor yang diproduksi di luar AS. Saat ini, kontribusi AS hanya tinggal 12%. Sementara itu, sekitar 75% produksi chip semikonduktor berasal dari Asia Timur.

Sekadar informasi, chip semikonduktor merupakan salah satu komponen penting untuk mendukung industri lain seperti otomotif dan militer sehingga perlu ada insentif untuk meningkatkan investasi pada produksi chip semikonduktor.

Baca Juga:
Ramai Lapor ke Otoritas, WP di Negara Ini Muak dengan Tax Evasion

Untuk itu, produksi chip di dalam negeri perlu ditingkatkan mengingat suplai chip semikonduktor di tengah pandemi Covid-19 juga tengah terbatas. Kedua senator optimistis insentif akan membuka lapangan kerja baru bagi warga AS.

"AS tidak boleh membiarkan pemerintah negara lain menarik korporasi kita ke luar negeri. Hal ini meningkatkan risiko perekonomian AS dan membebani pekerja AS," ujar Wyden seperti dilansir finance.yahoo.com. (rig)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Minggu, 20 Oktober 2024 | 14:00 WIB HONG KONG

Negara Ini Bakal Pangkas Tarif Bea Masuk Minuman Beralkohol

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:45 WIB KABINET MERAH PUTIH

Tak Lagi Dikoordinasikan oleh Menko Ekonomi, Kemenkeu Beri Penjelasan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja