Para tamu menunggu di tempat duduknya pada malam pembukaan acara "Pass Over", menyusul 17 bulan penutupan Broadway di August Wilson Theatre di New York City, New York, Amerika Serikat, Rabu (4/8/2021). ANTARA FOTO/REUTERS/Caitlin Ochs/rwa/cfo
WASHINGTON D.C., DDTCNews - Data terbaru dari Kementerian Keuangan AS menunjukkan 1% dari penduduk terkaya AS memiliki peran besar atas besarnya tax gap yang diderita AS selama beberapa tahun terakhir.
Estimasi dari Kementerian Keuangan AS menunjukkan total penerimaan pajak yang tidak terpungut dari kelompok 1% terkaya AS mencapai US$163 miliar atau Rp2.325,6 triliun.
Dengan tax gap per tahun yang diperkirakan mencapai US$600 miliar, maka orang-orang terkaya berkontribusi sebesar 27,1% terhadap total tax gap di AS.
"Tax gap diperkirakan mencapai US$600 miliar per tahun dan bisa mencapai US$7 triliun dalam 1 dekade ke depan. Penerimaan pajak yang hilang setara dengan 3% dari PDB," tulis Deputy Assistant Secretary for Economic Policy Natasha Sarin, dikutip Kamis (9/9/2021).
Kementerian Keuangan AS menekankan tax gap yang besar dalam beberapa tahun terakhir menimbulkan konsekuensi terhadap kebijakan fiskal. Dengan banyaknya pajak terutang yang tidak dibayar, maka pengambil keputusan terpaksa harus meningkatkan defisit anggaran atau memangkas belanja prioritas.
Besarnya nilai pajak yang tidak dibayar oleh orang-orang kaya tidak terlepas dari kapabilitas orang kaya untuk melakukan penghindaran pajak. Wajib pajak kaya memiliki sumber daya untuk melakukan perencanaan pajak, sedangkan wajib pajak kelas menengah tidak memiliki kemampuan tersebut.
Selain itu, besarnya tax gap juga tidak terlepas dari kapabilitas Internal Revenue Service (IRS) yang terus menurun akibat kurangnya jumlah SDM dan anggaran yang diberikan pemerintah kepada IRS.
Akibat rezim pertukaran dan pelaporan informasi yang kurang mendukung, IRS juga tidak memiliki informasi yang memadai untuk memeriksa kepatuhan orang kaya dalam melaporkan penghasilan dan membayar pajak terutang atas penghasilan mereka.
"Orang kaya mengetahui IRS memiliki sumber daya yang minim untuk melakukan enforcement. Hal ini mendorong praktik underpayment dan menurunkan kepatuhan sukarela," tulis Sarin.
Oleh karena itu, Kementerian Keuangan AS memandang IRS perlu diperkuat melalui penambahan anggaran guna memperbarui sistem IT dan meningkatkan kapabilitas SDM.
Sebagaimana yang direncanakan sebelumnya, Pemerintah AS mengusulkan pemberian anggaran kepada IRS sebesar US$80 miliar dalam 1 dekade ke depan untuk memperkuat pengawasan, perbaikan sistem IT, penguatan SDM, dan peningkatan pelayanan. Kebijakan ini diperkirakan akan menghasilkan tambahan penerimaan pajak sebesar US$320 miliar dalam 1 dekade ke depan.
Skema pelaporan informasi perpajakan dari lembaga keuangan kepada IRS juga perlu diperbaiki agar IRS memiliki data yang cukup untuk memeriksa dan menindak pengelak pajak. (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.