Sekretaris Jurusan Akuntansi Fakultas FEB Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Mazda Eko Sri Tjahjono saat memberikan paparan dalam webinar series DDTC bertajuk 'Pengelolaan Pajak Penghasilan WPOP', Kamis (6/8/2020).
JAKARTA, DDTCNews—Pengelolaan pajak penghasilan (PPh) wajib pajak orang pribadi (WPOP) utamanya nonkaryawan perlu untuk dioptimalkan. Pasalnya jumlah wajib pajak pekerja bebas semakin bertambah seiring dengan perkembangan industri digital belakangan ini.
Hal itu dikatakan Sekretaris Jurusan Akuntansi Fakultas FEB Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Mazda Eko Sri Tjahjono dalam webinar series DDTC bertajuk 'Pengelolaan Pajak Penghasilan WPOP'. Menurutnya, PPh OP terkait dengan pekerja bebas dan transaksi digital perlu dioptimalkan.
“Penerimaan PPh OP perlu ditingkatkan karena secara jumlahnya masih minim. Selain itu, masih terdapat sektor yang belum bisa di-cover, seperti transaksi-transaksi yang dilakukan pekerja bebas dan tranksaksi digital,” ujar Mazda, Kamis (6/8/2020).
Subjek pajak WPOP, sambung Mazda, terbagi menjadi subjek pajak dalam negeri (SPDN) yang terdiri atas pegawai tetap dan tidak tetap, penerima pensiun, pengusaha, serta pekerja bebas dan subjek pajak luar negeri yaitu tenaga kerja asing.
Setiap wajib pajak memiliki kewajiban yang sama, tetapi masing-masing memiliki tata cara perhitungan penghasilan kena pajak berbeda. Dalam kesempatan ini Mazda menjelaskan teknis perhitungan PPh untuk pegawai tetap, pegawai tidak tetap, dan pekerja bebas
Sementara itu, Dosen Fakultas FEB Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Ayu Noorida Soerono menyatakan ada dua permasalahan utama terkait WPOP yaitu rendahnya realisasi penerimaan pajak dari PPh Pasal 25/29 orang pribadi pada 2018 yang hanya 42,35% dari target.
Persoalan utama lainnya adalah kepatuhan pajak rendah. Persoalan ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan mahasiswa Sultan Ageng Tirtayasa di wilayah Banten. Dari penelitian itu, terdapat beberapa temuan atau kesimpulan.
Pertama, pengetahuan perpajakan masyarakat yang masih rendah. Kedua, kemudahan yang diberikan dalam pelaksanaan kewajiban perpajakan tidak berpengaruh pada tingkat kepatuhan wajib pajak.
Ketiga, sanksi administrasi perpajakan tidak berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak. Keempat, masyarakat memiliki NPWP hanya untuk memenuhi persyaratan tertentu, misal melamar kerja.
“Tingkat kepatuhan yang rendah juga dikarenakan masyarakat yang mendaftarkan diri untuk NPWP hanya untuk memenuhi persyaratan tertentu, misalnya melamar kerja. Namun, mereka tidak melaksanakan kewajiban yang diharuskan,” tutur Ayu.
Peran Akademisi
PADA kesempatan yang sama, Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Akhmadi dalam sambutannya menyatakan FEB Sultan Ageng Tirtayasa terus berupaya memberikan terobosan dan perhatian khusus pada sektor perpajakan.
Mulai dari membentuk tax center, program studi khusus perpajakan, bekerjasama dengan Kanwil DJP Banten dalam program relawan pajak selama dua tahun terakhir, termasuk menjalin MoU dengan DDTC.
“Ini adalah jalan yang baik untuk mendekatkan kalangan akademisi dengan praktisi karena kolaborasi keduanya akan menghasilkan value yang pasti lebih baik dibandingkan kita berjalan sendiri-sendiri,” kata Akhmadi.
Sementara itu, Partner of Tax Research & Training Services DDTC B Bawono Kristiaji menilai topik pengelolaan PPh WPOP sangat strategis dan relevan. Pasalnya, pemerintah masih harus menggali beberapa objek terkait dengan PPh OP agar penerimaan pajak optimal.
Apalagi, lanjutnya, Indonesia memasuki bonus demografi sehingga memiliki basis pajak yang besar. Untuk itu, penting untuk memperhatikan cara agar pengelolaan basis pajak tersebut dapat tercermin dalam pos penerimaan pajak, baik dari segi kebijakan maupun administrasi.
“Tahun lalu sudah ada SE dirjen pajak mengenai implementasi compliance risk management (CRM). Dengan adanya penerapan CRM kita juga berharap semoga pengelolaan dan perlakuan WPOP semakin baik,” ujar Bawono.
Sebagai informasi, webinar ini merupakan seri keenam dari 14 webinar yang diselenggarakan untuk menyambut HUT ke-13 DDTC yang jatuh pada 20 Agustus. Webinar ini diselenggarakan bersama 15 perguruan tinggi dari 26 perguruan tinggi yang telah menandatangani kerja sama pendidikan dengan DDTC.
Bagi Anda yang tertarik untuk mengikuti webinar seri selanjutnya, informasi dan pendaftaran bisa dilihat dalam artikel ‘Sambut HUT ke-13, DDTC Gelar Free Webinar Series 14 Hari! Tertarik?’ (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
Memang potensi basis pajak di sektor PPh OP masih terbilang tinggi, tapi ketika kompleksitas aturan PPh OP masih tinggi dan tingkat pengetahuan pajak yang masih rendah di masyarakat menurut saya fenomena rendahnya penerimaan dari PPh OP tidak mengagetkan. Butuh suatu terobosan baru yang bisa memudahkan masyarakat untuk ikut membayar pajak. Hal tersebut juha harus dibarengi dengan usaha merubah paradigma membayar pajak sebagai suatu kebutuhan bersama bangsa dan tidak lagi dianggap menjadi beban.