Kantor pusat OECD di Paris, Prancis. (oecd.org)
PARIS, DDTCNews - Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) berkomitmen untuk menyelesaikan laporan dampak perpajakan akibat perkembangan sharing and gig economy pada awal 2021.
Laporan ini merupakan kelanjutan dari Model Rules for Reporting by Platform Operators with respect to Sellers in the Sharing and Gig Economy (MRDP) yang diterbitkan oleh OECD pada Juli 2020.
"Apa yang kami kerjakan saat ini adalah berusaha memahami fenomena perkembangan sharing and gig economy serta peluang dan tantangan yang muncul dari perkembangan tersebut," ujar VAT Policy Advisor OECD Dimitra Koulouri, dikutip Rabu (4/11/2020).
Menurut Koulouri, laporan terbaru mengenai dampak perpajakan akibat sharing and gig economy disusun untuk memberikan pengetahuan bagi otoritas pajak dalam memahami sektor dan model bisnis dari sharing and gig economy.
Harapannya, otoritas pajak dapat menimbang secara matang kebijakan perpajakan yang bisa diadopsi untuk memungut pajak dari aktivitas ekonomi digital tersebut.
Seperti MRDP yang diterbitkan pada Juli, laporan baru mengenai sharing and gig economy tidak berupaya mendorong legislasi tertentu guna memajaki penghasilan dari aktivitas sharing and gig economy.
Seperti dilansir Tax Notes International, Koulouri mengatakan laporan yang akan terbit pada 2021 tersebut bertujuan untuk memberikan panduan kepada pemerintah untuk mengevaluasi dan menyusun kebijakan yang efektif dan konsisten antaryurisdiksi.
Untuk diketahui, MRDP yang dirilis OECD pada Juli 2020 merupakan kerangka pelaporan pajak untuk sharing economy dan gig economy.
Apabila kerangka MRDP diimplementasikan, platform digital wajib mengumpulkan informasi atas penghasilan dari pihak-pihak yang menawarkan jasa akomodasi, transportasi, hingga jasa-jasa lainnya yang ditawarkan melalui platform untuk dilaporkan kepada otoritas pajak.
Dalam konteks Indonesia, platform digital yang tercakup dalam kerangka MRDP ini adalah perusahaan digital seperti Gojek dan Grab yang menawarkan jasa transportasi atau Airbnb yang menawarkan jasa akomodasi.
"Dengan digitalisasi ekonomi yang terjadi pada platform-platform tersebut, masih banyak transaksi yang tidak dilaporkan kepada otoritas pajak baik oleh platform maupun oleh wajib pajak yang menyediakan jasa melalui platform itu sendiri," kata OECD ketika merilis MRDP pada Juli 2020.
Senior Adviser kantor perwakilan OECD Jakarta Andrew Auerbach sebelumnya mengatakan perkembangan sharing and gig economy memiliki implikasi besar terhadap penerapan pajak pertambahan nilai (PPN). (Bsi)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.