Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Pengusaha berpandangan bahwa pemanfaatan nomor induk kependudukan (NIK) sebagai nomor pokok wajib pajak (NPWP) akan meningkatkan administrative cost yang ditanggung oleh otoritas pajak.
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) DKI Jakarta Diana Dewi mengatakan lonjakan biaya administrasi akan terjadi khususnya pada kantor pelayanan pajak (KPP) di Pulau Jawa. Alasannya, lebih dari 50% populasi Indonesia tinggal di pulau ini.
"Ketimpangan beban administrasi akan menyebabkan peningkatan administrative cost atau beban yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk mengadministrasikan wajib pajak dan melakukan penagihan pajak," ujar Diana, Kamis (20/10/2022).
Penggunaan NIK sebagai NPWP juga berpotensi meningkatkan jumlah wajib pajak terdaftar. Bila tidak diimbangi dengan sistem administrasi pajak yang mumpuni, peningkatan jumlah wajib pajak akan membebani otoritas pajak.
Sebagai gambaran, saat ini 72% dari 271,35 juta jiwa penduduk Indonesia adalah angkatan kerja atau penduduk berusia produktif.
Bila diasumsikan seluruh penduduk dengan usia produktif telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif, jumlah wajib pajak orang pribadi mencapai 191,89 juta.
Hingga 2021, jumlah wajib pajak orang pribadi yang terdaftar hanya sebanyak 45,43 juta wajib pajak saja. "Artinya di sini DJP perlu bekerja keras," ujar Diana.
Untuk diketahui, penggunaan NIK sebagai NPWP telah diatur dalam UU KUP s.t.d.t.d UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) dan diperinci melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 112/2022.
Saat ini, baik NIK maupun NPWP sama-sama dapat digunakan oleh wajib pajak orang pribadi untuk memperoleh layanan administrasi perpajakan. NIK akan sepenuhnya menggantikan NPWP mulai 1 Januari 2024. (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.