ADMINISTRASI PAJAK

NIK Belum Aktif, Aturan Kenaikan Tarif PPh 23 Non-NPWP Tetap Berlaku

Redaksi DDTCNews | Minggu, 24 Juli 2022 | 06:00 WIB
NIK Belum Aktif, Aturan Kenaikan Tarif PPh 23 Non-NPWP Tetap Berlaku

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews – Ditjen Pajak (DJP) menegaskan ketentuan kenaikan tarif pemotongan PPh Pasal 23 lebih tinggi 100% dari tarif normal masih berlaku meski Nomor Induk Kependudukan (NIK) dapat digunakan sebagai NPWP.

DJP menyatakan NIK yang berlaku sebagai NPWP harus terlebih dahulu dilakukan aktivasi. Merujuk pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 112/2022, aktivasi NIK dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu permohonan pendaftaran oleh wajib pajak atau secara jabatan.

“Jadi, sepanjang NIK tersebut belum diaktivasi menjadi NPWP maka ketentuan kenaikan tarif 100% untuk non-NPWP tetap berlaku,” sebut DJP melalui akun Twitter @kring_pajak, dikutip pada Minggu (24/7/2022).

Baca Juga:
Tarif Efektif PPN atas Agunan yang Diambil Alih Tetap 1,1 Persen

Tambahan informasi, PMK 112/2022 merupakan ketentuan teknis dari penggunaan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai NPWP sebagaimana yang telah diamanatkan dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Sementara itu, PPh Pasal 23 adalah pajak penghasilan dalam tahun berjalan yang dipotong atas penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap (BUT) yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang dipotong PPh Pasal 21 yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, BUT, atau perwakilan perusahaan luar negeri yang lain.

Umumnya, penghasilan tersebut terjadi saat adanya transaksi antara dua pihak. Pihak yang menerima penghasilan atau penjual atau pemberi jasa akan dikenakan PPh Pasal 23. Pihak pemberi penghasilan atau pembeli atau penerima jasa akan memotong dan melaporkan PPh Pasal 23 tersebut kepada kantor pajak.

Baca Juga:
Ada Insentif PPh Pasal 21 DTP Terbaru, Bagaimana Cara Memanfaatkannya?

Terdapat 2 jenis tarif yang dikenakan pada penghasilan yaitu 15% dan 2%, tergantung dari objek PPh Pasal 23. Contoh objek PPh Pasal 23 yang dikenai tarif 15% di antaranya seperti royalti, hadiah, bonus, dan penghargaan.

Contoh objek PPh Pasal 23 yang dikenai tarif 2% ialah sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenai PPh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) UU PPh. (rig)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 13 Februari 2025 | 19:15 WIB PMK 11/2025

Tarif Efektif PPN atas Agunan yang Diambil Alih Tetap 1,1 Persen

Kamis, 13 Februari 2025 | 18:25 WIB KONSULTASI PAJAK

Ada Insentif PPh Pasal 21 DTP Terbaru, Bagaimana Cara Memanfaatkannya?

Kamis, 13 Februari 2025 | 18:00 WIB CORETAX SYSTEM

Coretax Tetap Jalan, DJP Diberi Waktu hingga April untuk Perbaikan

BERITA PILIHAN
Kamis, 13 Februari 2025 | 19:15 WIB PMK 11/2025

Tarif Efektif PPN atas Agunan yang Diambil Alih Tetap 1,1 Persen

Kamis, 13 Februari 2025 | 19:05 WIB FISIP UNIVERSITAS INDONESIA

Kagumi DDTC Library, Dekan FISIP UI: Harus Residensi di Sini!

Kamis, 13 Februari 2025 | 18:25 WIB KONSULTASI PAJAK

Ada Insentif PPh Pasal 21 DTP Terbaru, Bagaimana Cara Memanfaatkannya?

Kamis, 13 Februari 2025 | 18:00 WIB CORETAX SYSTEM

Coretax Tetap Jalan, DJP Diberi Waktu hingga April untuk Perbaikan

Kamis, 13 Februari 2025 | 17:15 WIB PER-10/PJ/2024

DJP Perbarui Aturan Soal Pembayaran, Penyetoran, dan Restitusi Pajak

Kamis, 13 Februari 2025 | 16:00 WIB KMK 29/2025

Perincian Pemangkasan Alokasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa

Kamis, 13 Februari 2025 | 15:30 WIB AMERIKA SERIKAT

AS Tarik Diri dari Pembahasan Konvensi Pajak PBB, Ini Sebabnya

Kamis, 13 Februari 2025 | 15:00 WIB PENG-13/PJ.09/2025

Jangan Lupa! Bikin Faktur Pajak Lewat e-Faktur, PKP Perlu Minta NSFP