KEBIJAKAN PAJAK

Misinvoicing Sektor Perikanan dan Batu Bara, Rp74 T Penerimaan Hilang

Muhamad Wildan | Selasa, 31 Januari 2023 | 11:30 WIB
Misinvoicing Sektor Perikanan dan Batu Bara, Rp74 T Penerimaan Hilang

Peneliti The Prakarsa Rizky Deco Praha dengan materi yang dipaparkannya. (tangkapan layar)

JAKARTA, DDTCNews - Melalui penelitian terbarunya, The Prakarsa memperkirakan total penerimaan negara yang hilang akibat praktik misinvoicing pada sektor perikanan dan batu bara mencapai Rp74 triliun. Angka tersebut diperoleh pada rentang 2012 hingga 2021.

Secara terperinci, peneliti The Prakarsa Rizky Deco Praha mengatakan kehilangan penerimaan negara akibat misinvoicing pada sektor perikanan mencapai Rp2,7 triliun dalam 10 tahun, sedangkan pada sektor batu bara mencapai Rp71,4 triliun.

"Ini hanya dari 2 komoditas. Kita kehilangan penerimaan rata-rata senilai Rp7,41 triliun. Perdagangan kita tidak hanya 2 sektor komoditas ini saja. Jadi, pemerintah sebenarnya memiliki potensi penerimaan yang besar terkait dengan aliran dana gelap yang selama ini terjadi," ujar Deco, Rabu (31/1/2023).

Baca Juga:
Kejar Pendapatan, DPR Imbau Pemerintah Optimalkan Sektor Perkebunan

Secara lebih terperinci, The Prakarsa mengestimasikan tren under-invoicing ekspor pada sektor perikanan cenderung mengalami penurunan dalam 10 tahun terakhir. Berbanding terbalik, under-invoicing impor pada sektor tersebut justru mengalami peningkatan.

Deco mengatakan tidak ada potensi penerimaan negara yang hilang dari under-invoicing ekspor perikanan mengingat tidak ada pungutan pajak dan nonpajak atas ekspor komoditas tersebut.

Dalam hal impor, Indonesia mengenakan PPN dengan tarif sebesar 10% dan PPh Pasal 22 Impor sebesar 2,5% untuk importir yang memiliki angka pengenal impor (API). Akibat under-invoicing impor, The Prakarsa mengestimasikan adanya kehilangan penerimaan senilai Rp2,7 triliun atau Rp270 miliar per tahun.

Baca Juga:
Konsumsi Kelas Menengah Stabil, Ekonomi Diprediksi Tumbuh di Atas 5%

Kemudian, terkait dengan sektor batu bara, Deco mengatakan nilai under-invoicing ekspor dan impor pada sektor ini tercatat meningkat pesat dalam 10 tahun terakhir terutama pada rentang 2020-2021.

Perlu dicatat bahwa atas ekspor batu bara, Indonesia mengenakan PPh sebesar 1,5% dan royalti sebesar 5%. Akibat under-invoicing, terdapat kehilangan penerimaan dari ekspor batu bara senilai Rp6,7 triliun per tahun.

Selanjutnya, The Prakarsa mencatat impor batu bara dikenai PPN sebesar 10% dan PPh Pasal 22 Impor sebesar 2,5% bila importir batu bara memiliki API. Akibat under-invoicing, terdapat kehilangan penerimaan dari aktivitas impor batu bara senilai Rp486,6 miliar per tahun.

Baca Juga:
Kejar Pendapatan Daerah, Kota Ini Bakal Bentuk Tim Intelijen Pajak

Sebagai catatan, estimasi kehilangan penerimaan negara akibat praktik invoicing yang dilakukan oleh The Prakarsa ini dihitung berdasarkan data perdagangan yang diperoleh dari UN Comtrade Database.

Berdasarkan data tersebut, ditemukan adanya selisih antara nilai ekspor Indonesia dan nilai yang dicatat oleh negara tujuan ekspor. Bila nilai yang dicatat oleh negara tujuan ekspor lebih besar dibandingkan dengan nilai ekspor yang dicatat oleh Indonesia, hal ini mengindikasikan adanya praktik under-invoicing ekspor.

Adapun under-invoicing impor terjadi bila nilai impor yang tercatat di Indonesia lebih rendah dibandingkan dengan nilai ekspor yang dicatat oleh negara lain.

"Dari selisih itu seringkali ada pajak dan PNBP yang seharusnya bisa dikenakan atas produk tersebut, tetapi karena tidak dikenakan maka itu kami hitung sebagai potensi kerugian yang hilang," ujar Deco. (sap)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Senin, 21 Oktober 2024 | 18:33 WIB PENDAPATAN NEGARA

Kejar Pendapatan, DPR Imbau Pemerintah Optimalkan Sektor Perkebunan

Sabtu, 19 Oktober 2024 | 14:00 WIB PEREKONOMIAN INDONESIA

Konsumsi Kelas Menengah Stabil, Ekonomi Diprediksi Tumbuh di Atas 5%

Jumat, 18 Oktober 2024 | 10:30 WIB KOTA SERANG

Kejar Pendapatan Daerah, Kota Ini Bakal Bentuk Tim Intelijen Pajak

Kamis, 17 Oktober 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Transisi Pemerintahan Berjalan, DJP Fokus Amankan Penerimaan Pajak

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:45 WIB KABINET MERAH PUTIH

Tak Lagi Dikoordinasikan oleh Menko Ekonomi, Kemenkeu Beri Penjelasan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:45 WIB LITERATUR PAJAK

Perkaya Pengetahuan Pajak, Baca 11 e-Books Ini di Perpajakan DDTC

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:45 WIB PERPRES 139/2024

Kemenkeu Era Prabowo Tak Lagi Masuk di Bawah Koordinasi Menko Ekonomi

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Anggota DPR Ini Minta Prabowo Kaji Ulang Kenaikan PPN Jadi 12 Persen