Konferensi pers pemerintah pada Rabu (5/9/2018) (DDTCNews - Instagram Sri Mulyani)
JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah mengklaim kenaikan tarif pajak penghasilan pasal 22 impor terhadap 1.147 komoditas tidak akan berpengaruh pada hubungan dagang Indonesia dengan negara lain.
Hal ini disampaikan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita. Menurutnya, pilihan instrumen pajak penghasilan (PPh) pasal 22 ini tidak digunakan untuk menghambat produk dari negara tertentu. Dengan demikian, menurutnya, tidak ada objek sengketa dalam ranah internasional.
“Tidak perlu dikhawatirkan. Kalau kita secara spesifik hambat dari satu negara, itu baru bermasalah. Ini enggak, jenisnya kita pilah,” katanya, Rabu (5/9/2018).
Kenaikan tarif PPh pasal 22 impor ini, lanjutnya, lebih difokuskan pada pengendalian volume impor. Tidak ada upaya diskriminasi atas produk suatu negara. Selain itu, komoditas yang mengalami kenaikan tarif mayoritas sudah diproduksi atau ada substitusinya di dalam negeri.
“Ini PPh Pasal 22 jadi tidak melanggar ketentuan di WTO [World Trade Organization] dan PPh Pasal 22 ini bisa dikreditkan. Jenisnya yang kita persoalkan, dan tidak akan ada kekurangan [pasokan barang] dan itu berlebih,” imbuh Enggartiasto.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Oke Nurwan mengatakan kebijakan penggunaan instrumen pajak penghasilan ini diyakini tidak akan melanggar ketentuan WTO.
“Kalau kita memberlakukan produk impor atau produk dalam negeri dibedakan pemberlakuannya maka itu diskriminatif,” tegas Oke.
Seperti diketahui, untuk mengendalikan impor dan memperbaiki rapor neraca pembayaran, pemerintah menaikkan tarif PPh pasal 22 untuk 1.147 item komoditas. Pada saat yang bersamaan, pemerintah tidak mengubah tarif 2,5% dari 57 item komoditas.
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.