PENGENDALIAN IMPOR

Mendag: Tidak Ada Unsur Diskriminatif

Redaksi DDTCNews | Kamis, 06 September 2018 | 10:48 WIB
Mendag: Tidak Ada Unsur Diskriminatif

Konferensi pers pemerintah pada Rabu (5/9/2018) (DDTCNews - Instagram Sri Mulyani)

JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah mengklaim kenaikan tarif pajak penghasilan pasal 22 impor terhadap 1.147 komoditas tidak akan berpengaruh pada hubungan dagang Indonesia dengan negara lain.

Hal ini disampaikan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita. Menurutnya, pilihan instrumen pajak penghasilan (PPh) pasal 22 ini tidak digunakan untuk menghambat produk dari negara tertentu. Dengan demikian, menurutnya, tidak ada objek sengketa dalam ranah internasional.

“Tidak perlu dikhawatirkan. Kalau kita secara spesifik hambat dari satu negara, itu baru bermasalah. Ini enggak, jenisnya kita pilah,” katanya, Rabu (5/9/2018).

Baca Juga:
BMTP Impor Kain dan Karpet Diperpanjang, Sri Mulyani Harapkan Ini

Kenaikan tarif PPh pasal 22 impor ini, lanjutnya, lebih difokuskan pada pengendalian volume impor. Tidak ada upaya diskriminasi atas produk suatu negara. Selain itu, komoditas yang mengalami kenaikan tarif mayoritas sudah diproduksi atau ada substitusinya di dalam negeri.

“Ini PPh Pasal 22 jadi tidak melanggar ketentuan di WTO [World Trade Organization] dan PPh Pasal 22 ini bisa dikreditkan. Jenisnya yang kita persoalkan, dan tidak akan ada kekurangan [pasokan barang] dan itu berlebih,” imbuh Enggartiasto.

Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Oke Nurwan mengatakan kebijakan penggunaan instrumen pajak penghasilan ini diyakini tidak akan melanggar ketentuan WTO.

Baca Juga:
Terkendala Saat Gunakan CEISA 4.0, DJBC Bagikan Tips agar Lancar

“Kalau kita memberlakukan produk impor atau produk dalam negeri dibedakan pemberlakuannya maka itu diskriminatif,” tegas Oke.

Seperti diketahui, untuk mengendalikan impor dan memperbaiki rapor neraca pembayaran, pemerintah menaikkan tarif PPh pasal 22 untuk 1.147 item komoditas. Pada saat yang bersamaan, pemerintah tidak mengubah tarif 2,5% dari 57 item komoditas.

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 18 Oktober 2024 | 19:15 WIB KEBIJAKAN BEA MASUK

BMTP Impor Kain dan Karpet Diperpanjang, Sri Mulyani Harapkan Ini

Kamis, 17 Oktober 2024 | 15:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Terkendala Saat Gunakan CEISA 4.0, DJBC Bagikan Tips agar Lancar

Rabu, 16 Oktober 2024 | 16:30 WIB AMERIKA SERIKAT

Minta Perusahaan Bangun Pabrik di AS, Trump Rancang Bea Masuk Tinggi

Rabu, 16 Oktober 2024 | 10:00 WIB PEREKONOMIAN INDONESIA

Surplus Perdagangan Berlanjut, Sinyal Positif Ekonomi Kuartal III/2024

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN