REVIEW KEBIJAKAN

Membangun Partisipasi dalam Tax Amnesty

Kamis, 09 Juni 2016 | 16:01 WIB
Membangun Partisipasi dalam Tax Amnesty
,

MOTIVASI pemerintah dalam menerapkan kebijakan tax amnesty (pengampunan pajak) umumnya terfokus pada dua hal, yaitu penambahan wajib pajak (WP) baru dan perluasaan basis pajak (Luthel, 2014). Kedua hal tersebut pada dasarnya bergantung pada seberapa besar tingkat partisipasi WP.

Sayangnya, tidak mudah untuk memprediksi sejauh mana WP mau berpartisipasi sekaligus mengalkulasi seberapa banyak jumlah penerimaan pajak yang dapat dipungut dari kebijakan pengampunan pajak (tax amnesty).

Hal yang dapat diupayakan pemerintah, selain memberikan fitur-fitur tax amnesty yang menarik, adalah dengan melakukan sosialiasasi secara tepat dan efektif. Dari sosialisasi itulah pemerintah dapat memberi pemahaman kepada WP mengenai tujuan besar dikeluarkannya kebijakan tersebut.

Pentingnya Partisipasi

POLA relasi antara WP dan otoritas pajak di era modern seperti sekarang ini tentu sudah berbeda dengan situasi terdahulu. Kini, tanpa komitmen saling terbuka dan aktif menanggapi persoalan pajak, tingkat partisipasi WP dalam menjalankan kewajiban perpajakannya cenderung menurun. (Bentley, 2007)

Untuk itu, pemerintah perlu menyampaikan informasi kepada WP mengenai kebijakan pajak secara terbuka dan aktif. Jangan sampai, kebijakan itu justu menjadi ‘angin lalu’ tanpa mendapat feedback dari masyarakat, atau malah direspons secara negatif.

Dalam konteks tax amnesty, meski kebijakan ini sudah diterapkan di banyak negara, namun isunya tetap saja mengundang kontroversi. Respons negatif yang terhadap kebijakan ini, secara langsung atau tidak, dapat memengaruhi keinginan masyarakat untuk berpartisipasi.

Padahal, partisipasi ini adalah hal yang penting karena indikator kesuksesan tax amnesty umumnya dilihat dari seberapa banyak pajak yang dipungut dan seberapa besar partisipasi WP untuk kembali kepada sistem perpajakan yang berlaku (Luthel, 2014).

Mengundang partisipasi yang tinggi tentu tidak mudah. Pemerintah membutuhkan peran banyak pihak guna menyukseskan kebijakan tersebut. Minimnya partisipasi menandakan tax amnesty hanya menjadi ‘zero policy’ yang tidak berdampak signifikan bagi kepatuhan dan penerimaan pajak di masa mendatang.

Strategi Sosialisasi

UNTUK mengantisipasi risiko itu, pokok yang perlu dipersiapkan secara matang tidak lain adalah sosialisasi. Hal ini penting, terutama bagi orang awam yang mungkin belum memahami sepenuhnya mengenai arti dan tujuan tax amnesty yang diberikan oleh pemerintah.

Sosialisasi ini dilakukan sebagai suatu cara untuk menginformasikan sekaligus menegaskan kepada WP bahwa pemerintah tax amnesty diberikan sebagai upaya meningkatkan penerimaan negara dalam jangka panjang dan menciptakan sistem pajak yang lebih baik.

Strategi sosialisasi yang dilakukan pemerintah nantinya harus terfokus pada strategi internal dan eksternal. Pertama, strategi internal adalah bagaimana upaya pemerintah untuk mempersiapkan internal Ditjen Pajak untuk mendukung implementasi kebijakan tax amnesty, khususnya untuk menjaga koordinasi dan hubungan komunikasi antarpegawai pajak.

Koordinasi antarpegawai pajak nantinya diharapkan akan mengurangi asimetris informasi, sehingga tidak berdampak pada terganggunya proses sosialisasi suatu kebijakan pajak, yang pada akhirnya dapat menghambat implementasi kebijakan tax amnesty tersebut.

Strategi eksternal dalam konteks sosialisasi tax amnesty, dapat dilakukan melalui beragam cara, antara lain melalui educational advertising, press conferences, dan arrangements for professional organization and private bodies (Torgler & Schaltegger, 2003).

Educational advertising guna mensosialisasikan kebijakan tax amnesty dilakukan melalui kampanye media. Kampanye tersebut juga perlu didukung dengan slogan atau moto untuk menarik WP sebagai ‘customer’. Misalnya, India dengan slogannya yang berbunyi ‘30% taxes, 100% peace of mind.

Slogan-slogan lain yang juga mencuri perhatian WP di beberapa negara, di antaranya ‘Get us before we get you’ (California), ‘Pay now or pay latter’ (Minnesota), ‘Don’t say we didn’t warn you’ (Colorado), dan ‘We have got your number, have you get ours’ (New Mexico).

Begitu juga dengan press conference yang dilakukan melalui kampanye media. Hanya saja, cari ini lebih ditujukan untuk memberi informasi yang lengkap dan jelas mengenai tax amnesty, khususnya terkait dengan prosedur dan tata cara di dalam mengikuti kebijakan tersebut.

Adapun arrangement for profesional organization dan private bodies, dilakukan dalam bentuk kerja sama pemerintah dengan instansi atau lembaga lain seperti bank, konsultan pajak, universitas, asosiasi, dan lembaga formal pendidikan lain, untuk ikut menyebarkan kampanye tax amnesty.

Membangun Persepsi

BERBAGAI strategi sosialiasi yang dilakukan pada dasarnya bertujuan membangun persepsi yang positif dari masyarakat. Pasalnya, persepsi terhadap kebijakan tax amnesty ini dapat memengaruhi perilaku masyarakat yang berujung pada pertaruhan seberapa berhasil implementasi kebijakan tersebut.

Media berpengaruh besar dalam membentuk persepsi masyarakat. Untuk itu, media bisa dimanfaatkan sebagai jembatan dalam menginformasikan kebijakan tax amnesty. Cara media memberitakan dinamika kebijakan berkontribusi terhadap kepercayaan dan persepsi dari masyarakat (Alink & Kommer, 2011).

Salah satu poin persepsi yang penting ditekankan adalah tax amnesty hanya akan diterapkan diberikan satu kali saja (one time only basis) dan tidak diberikan berulang-ulang (Leonard & Zeckhauser, 1987). Hal tersebut akan menjadi disinsentif bagi WP untuk tetap atau kembali ke perilaku tidak patuh.

Meskipun tidak ada ketentuan pasti mengenai durasi tax amnesty, namun hal itu cukup berpengaruh terhadap tingkat partisipasi. Dari pengalaman Filipina misalnya, yang menerapkan tax amnesty secara berulang hingga 18 kali sejak 1972 hingga 1987, dengan hasil tingkat partisipasi yang rendah.

Namun, situasi itu berbeda nyata dengan pelaksanaan program tax amnesty di Irlandia yang berhasil menaikkan tingkat partipasi dengan cukup baik pada 1988, dengan durasi singkat dan tidak berulang dalam jangka pendek (Baer & Le Borgne, 2008.

Tidak hanya soal durasi, pemerintah perlu memperkuat sinyalemen kepada para penghindar pajak bahwa tidak ada kompromi dan toleransi lagi dalam menghadapi ketidakpatuhan pembayar pajak setelah tax amnesty dilakukan. Sinyalemen itu ditandai dengan peningkatkan upaya hukum yang lebih tegas.

Lebih jauh, harus ditekankan bahwa tax amnesty menjadi momentum pemerintah untuk mengevaluasi sistem administrasi perpajakan, untuk diperbaiki ke arah lebih efektif dan efisien di masa akan datang. Dengan demikian, pengaruh jangka panjang pada sisi peningkatan penerimaan dapat tercapai.*

(Disclaimer)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR

0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Jumat, 03 Januari 2025 | 15:35 WIB PENGAMPUNAN PAJAK

Pemerintah Mulai Siapkan Program Pengampunan Pajak

Senin, 16 Desember 2024 | 12:55 WIB LAPORAN WORLD BANK

Threshold Terlalu Tinggi Gerus Partisipasi Publik pada Sistem Pajak

Minggu, 01 Desember 2024 | 10:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Wakil Ketua Banggar DPR: Tax Amnesty Bisa Perkuat Likuiditas Nasional

Senin, 25 November 2024 | 09:07 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Jumlah Kelas Menengah Terus Menyusut, Kenaikan PPN Bakal Memperburuk?

BERITA PILIHAN