LAPORAN WORLD BANK

Threshold Terlalu Tinggi Gerus Partisipasi Publik pada Sistem Pajak

Muhamad Wildan | Senin, 16 Desember 2024 | 12:55 WIB
Threshold Terlalu Tinggi Gerus Partisipasi Publik pada Sistem Pajak

Director of Fiscal Research & Advisory DDTC B. Bawono Kristiaji dalam peluncuran Indonesia Economic Prospects (IEP) 2024 oleh World Bank, Senin (16/12/2024).

JAKARTA, DDTCNews - Tingginya beragam threshold yang berlaku menjadi salah satu sebab rendahnya penerimaan pajak dan minimnya partisipasi publik terhadap sistem pajak Indonesia.

Director of Fiscal Research & Advisory DDTC Bawono Kristiaji mengatakan rendahnya partisipasi publik terhadap sistem pajak disebabkan oleh banyaknya tenaga kerja yang tidak terdaftar sebagai wajib pajak akibat tingginya penghasilan tidak kena pajak (PTKP) yang berlaku.

"PTKP senilai Rp54 juta per orang per tahun mudah diadministrasikan. Namun, banyak orang yang tidak terdaftar dalam sistem pajak akibat PTKP tersebut," ujar Bawono dalam peluncuran Indonesia Economic Prospects (IEP) 2024 oleh World Bank pada hari ini, Senin (16/12/2024).

Baca Juga:
Ini Aturan Terbaru Pengkreditan Pajak Masukan Sebelum Pengukuhan PKP

Threshold pengusaha kena pajak (PKP) yang mencapai Rp4,8 miliar per tahun juga menekan jumlah pelaku usaha yang diwajibkan untuk memungut dan menyetorkan PPN. Threshold yang dimaksud jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan yang berlaku di negara lain.

Oleh karena banyak pelaku usaha yang tidak dikukuhkan sebagai PKP, banyak transaksi dalam perekonomian Indonesia yang tidak tercatat dalam sistem administrasi pajak.

"Ini menimbulkan revenue forgone. Berdasarkan Laporan Belanja Perpajakan yang disusun Kementerian Keuangan, PPN yang tidak dipungut akibat tingginya threshold PKP mencapai Rp56 triliun per tahun," ujar Bawono.

Baca Juga:
Pelayanan Kesehatan Medis Bebas PPN Indonesia, Bagaimana di Asean?

Berkaca pada kondisi ini, pemerintah untuk mulai memetakan dan mereformasi seluruh kebijakan belanja perpajakan yang selama ini membatasi kapabilitas otoritas pajak dalam memperluas basis pajak.

Namun, sebelum melaksanakan reformasi kebijakan pajak, pemerintah perlu meyakinkan publik atas pentingnya reformasi pajak dan hubungannya dengan penerimaan pajak yang berkelanjutan.

"Masalahnya, kontrak fiskal di Indonesia masih belum terimplementasikan dengan baik. Ketika kita bicara soal kontrak fiskal, harus ada hubungan mengenai pajak yang sudah dibayar dan apa yang akan diperoleh wajib pajak di masa yang akan datang," ujar Bawono.

Baca Juga:
Alternatif Optimalisasi PPN: Simulasi Ketika Threshold PKP Diturunkan

Guna meningkatkan kontrak fiskal dan keyakinan publik terhadap reformasi pajak, pemerintah perlu menjamin terpenuhinya meaningful participation dengan melibatkan masyarakat dalam penyusunan kebijakan pajak.

"Meaningful participation amatlah diperlukan dalam negara demokrasi seperti Indonesia. Setiap orang dapat memberikan pandangan mengenai masa depan reformasi kebijakan pajak Indonesia," ujar Bawono.

Saat ini, masih terdapat skeptisisme di tengah masyarakat terhadap pentingnya reformasi pajak terhadap pencapaian visi Indonesia Emas 2045. Untuk menyelesaikan masalah ini, pemerintah perlu melibatkan wajib pajak sebagai partner strategis dalam perumusan kebijakan.

"Aspek fundamentalnya adalah bagaimana pemerintah memperlakukan wajib pajak sebagai partner strategis, bukan hanya pembayar pajak semata. Seiring berjalannya langkah ini bisa memperbaiki kontrak fiskal di Indonesia sehingga mereka memandang bahwa reformasi pajak bisa memberikan manfaat pada masa yang akan datang," ujar Bawono. (sap)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 24 Desember 2024 | 17:00 WIB PMK 81/2024

Ini Aturan Terbaru Pengkreditan Pajak Masukan Sebelum Pengukuhan PKP

Senin, 23 Desember 2024 | 15:45 WIB STATISTIK KEBIJAKAN PAJAK

Pelayanan Kesehatan Medis Bebas PPN Indonesia, Bagaimana di Asean?

Sabtu, 21 Desember 2024 | 19:12 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Alternatif Optimalisasi PPN: Simulasi Ketika Threshold PKP Diturunkan

Kamis, 19 Desember 2024 | 18:15 WIB STATISTIK KEBIJAKAN PAJAK

Jasa Pendidikan Indonesia Bebas PPN, Bagaimana Negara Lain di Asean?

BERITA PILIHAN
Selasa, 24 Desember 2024 | 21:30 WIB CORETAX SYSTEM

Simak! Keterangan Resmi DJP Soal Tahapan Praimplementasi Coretax

Selasa, 24 Desember 2024 | 19:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Sempat Menolak, PDIP Kini Berbalik Dukung PPN 12 Persen

Selasa, 24 Desember 2024 | 18:00 WIB KANWIL DJP JAKARTA BARAT

Hingga November, Kanwil DJP Jakbar Kumpulkan Pajak Rp57,67 Triliun

Selasa, 24 Desember 2024 | 17:27 WIB CORETAX SYSTEM

WP Bisa Akses Aplikasi Coretax Mulai Hari Ini, Fiturnya Masih Terbatas

Selasa, 24 Desember 2024 | 17:00 WIB PMK 81/2024

Ini Aturan Terbaru Pengkreditan Pajak Masukan Sebelum Pengukuhan PKP

Selasa, 24 Desember 2024 | 16:30 WIB PROVINSI SUMATERA SELATAN

Realisasi Pajak Rokok di Sumsel Tak Capai Target, Ini Penyebabnya

Selasa, 24 Desember 2024 | 16:00 WIB CORETAX SYSTEM

Nanti Ada Coretax, Masih Perlu Ajukan Sertifikat Elektronik?

Selasa, 24 Desember 2024 | 15:00 WIB KPP PRATAMA KOSAMBI

Utang Pajak Rp632 Juta Tak Dilunasi, Mobil WP Akhirnya Disita KPP