Warga memilih produk minuman yang akan dibeli di toko swalayan, Alam Sutera, Tangerang Selatan, Banten, Kamis (21/11/2024). Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) meminta Menteri Keuangan, Sri Mulyani meninjau ulang atau menunda rencana penerapan kenaikan PPN 12 persen karena daya beli masyarakat masih lesu. ANTARA FOTO/Sulthony Hasanuddin/nz
JAKARTA, DDTCNews - Kementerian Kesehatan menyatakan akan terus mendorong penerapan cukai terhadap minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK).
Direktur pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kemenkes Siti Nadia Tarmizi mengatakan pengenaan cukai MBDK bertujuan untuk menurunkan prevalensi penyakit tidak menular seperti diabetes. Sebab, pengenaan cukai bakal menurunkan konsumsi gula pada masyarakat.
"Tentunya reformulasi kebijakan fiskal penerapan cukai untuk minuman berpemanis dalam kemasan. Walaupun masih ditunda, tetapi kami akan terus mendorong," katanya dikutip pada Jumat (22/11/2024).
Nadia menyampaikan urgensi pengenaan cukai MBDK tersebut dalam momentum Hari Diabetes Sedunia yang diperingati setiap 14 November.
Indonesia pada 2021 menjadi negara dengan jumlah penderita diabetes tertinggi kelima di dunia setelah China, India, Pakistan, dan Amerika Serikat. Penderita diabetes di Indonesia mencapai 19,5 juta dan diperkirakan meningkat menjadi 28,6 juta pada 2045.
Dia menjelaskan besarnya penderita diabetes perlu segera dikendalikan karena menyangkut kualitas sumber daya manusia (SDM). Perbaikan kualitas SDM tersebut menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari upaya Indonesia mencapai cita-cita menjadi negara maju pada 2045.
Selain gula yang terkait erat dengan diabetes, Nadia menyebut pemerintah juga perlu mengendalikan konsumsi garam dan lemak untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat.
"Obesitas ini juga terlihat terjadi peningkatan karena gula garam lemak yang tidak terkendali," ujarnya.
Pemerintah melalui PP 28/2024 tentang Kesehatan telah membuka ruang pengenaan cukai terhadap pangan olahan tertentu yang mengandung gula, garam, dan lemak. Ketentuan mengenai penambahan barang kena cukai (BKC) ini diatur dalam UU Cukai.
UU Cukai mengatur 4 kriteria suatu barang dapat dikenakan cukai. Kriteria tersebut yakni barang yang mempunyai sifat atau karakteristik konsumsinya perlu dikendalikan, peredarannya perlu diawasi, pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup, atau pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan.
Kemudian, UU Cukai s.t.d.d UU HPP menyatakan penambahan atau pengurangan objek cukai diatur dalam peraturan pemerintah (PP) setelah dibahas dan disepakati dengan DPR dalam penyusunan APBN.
Saat ini, pemerintah baru merencanakan pengenaan cukai terhadap MBDK. Pemerintah dan DPR juga rutin mematok target penerimaan cukai MBDK pada APBN sejak 2022.
Pada 2024, target penerimaan cukai MBDK juga ditetapkan senilai Rp4,38 triliun. Sementara pada APBN 2025, pemerintah dan DPR kembali menyepakati untuk memasukkan target cukai MBDK.
Target untuk pos penerimaan tersebut baru akan dituangkan dalam peraturan presiden (perpres) mengenai perincian APBN 2025, yang ditargetkan terbit akhir November 2025. (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.