Ilustrasi. Pekerja menyortir sampah plastik untuk produksi papan dan kaso di Tempat Pengelolaan Sampah Reduce, Reuse dan Recycle (TPS3R) Mekarwangi, Kota Bogor, Rabu (13/12/2023). ANTARA FOTO/Arif Firmansyah/rwa.
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) menyatakan belum ada perusahaan yang memanfaatkan fasilitas kawasan daur ulang berikat (KDUB) sejak diperkenalkan pada 2009.
Kepala Subdirektorat Humas dan Penyuluhan DJBC Encep Dudi Ginanjar mengatakan pemerintah memberikan fasilitas tempat penimbunan berikat dalam beberapa bentuk untuk mencakup seluruh sektor industri. Khusus industri daur ulang, disediakan fasilitas KDUB.
"Untuk saat ini belum ada perusahaan yang memanfaatkan fasilitas KDUB, padahal Bea Cukai memberikan fasilitas fiskal dan fasilitas nonfiskal kepada perusahaan yang ditetapkan sebagai KDUB," katanya, dikutip pada Jumat (12/1/2024).
Encep menuturkan pemberian fasilitas untuk industri daur ulang memang dibedakan dengan industri pengolahan pada umumnya. Sebab, proses pengolahan limbah memerlukan perhatian yang lebih dan berbeda, khususnya terkait dengan ketentuan-ketentuan yang mengatur lingkungan hidup.
Fasilitas KDUB pertama kali diatur dalam PP 32/2009. Berdasarkan PP 32/2009 s.t.d.d PP 85/2015, KDUB didefinisikan sebagai tempat penimbunan berikat untuk menimbun barang impor dalam jangka waktu tertentu.
Dalam tempat penimbukan berikat tersebut dilakukan kegiatan daur ulang limbah asal impor dan/atau asal daerah pabean sehingga menjadi produk yang mempunyai nilai tambah serta nilai ekonomi yang lebih tinggi.
Dalam bisnis KDUB tersebut, perusahaan dapat memperoleh keuntungan dari limbah-limbah yang dilakukan proses daur ulang menjadi produk yang mempunyai nilai tambah serta nilai ekonomi yang lebih tinggi.
Encep menjelaskan fasilitas fiskal yang diberikan berupa penangguhan bea masuk dan tidak dipungut pajak dalam rangka impor (PDRI) atas barang yang dimasukkan dari luar daerah pabean (barang asal impor) ke KDUB.
Kemudian, pemerintah juga memberikan penangguhan bea masuk dan tidak dipungut pajak dalam rangka impor (PDRI) atas barang yang dimasukkan dari tempat penimbunan berikat ke KDUB.
Sementara itu, pemasukan barang dari tempat lain dalam daerah pabean (TLDDP) atau barang asal lokal ke KDUB tidak dipungut pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM).
Encep menjelaskan pemberian berbagai fasilitas fiskal tersebut bertujuan untuk menurunkan ongkos produksi sehingga perusahaan dapat meningkatkan produksi.
"Selain mendapatkan keuntungan dari produk hasil daur ulang, kegiatan daur ulang tersebut dapat mengurangi limbah-limbah yang mencemari lingkungan," ujarnya.
Encep menambahkan pemerintah juga memberikan fasilitas nonfiskal berupa pemberitahuan pabean terotomasi, pemeriksaan pabean di lokasi perusahaan, subkontrak perusahaan, pengawasan berbasis IT inventory dan CCTV online, ketentuan tata niaga impor (pembatasan) ditangguhkan, dan perlakuan tertentu lainnya sesuai ketentuan.
Melalui berbagai fasilitas yang diberikan, ia berharap pelaku usaha daur ulang mampu meningkatkan kapasitasnya dalam memproduksi barang yang memiliki nilai tambah.
Menurutnya, kebijakan pemberian fasilitas untuk industri daur ulang selama ini juga sudah dilakukan oleh negara seperti Belanda, Jepang, dan China.
Sayang, pola pengawasan yang harus dilakukan belum dapat teridentifikasi lantaran industri di dalam negeri yang memanfaatkan fasilitas KDUB masih belum ada.
Oleh karena itu, DJBC akan berkoordinasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk melakukan identifikasi dan mitigasi risiko pola pengawasan yang harus dilakukan terhadap KDUB.
"Pemberian fasilitas fiskal dan nonfiskal dari Bea Cukai diharapkan mampu membantu perusahaan-perusahaan daur ulang untuk dapat melakukan pengolahan limbah dengan efektif dan efisien," sebut Encep. (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.