INSENTIF FISKAL DHE

Kurang Laku, Menkeu Bakal Tinjau Ulang

Redaksi DDTCNews | Rabu, 15 Agustus 2018 | 09:57 WIB
Kurang Laku, Menkeu Bakal Tinjau Ulang

JAKARTA, DDTCNews – Kementerian Keuangan akan mengevaluasi implementasi insentif fiskal untuk devisa hasil ekspor.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan evaluasi insentif yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 26/PMK.010/2016 penting dalam situasi saat ini karena bisa berpengaruh pada penjagaan keseimbangan suplai dan permintaan dolar di dalam negeri.

“Saya sudah minta supaya Pak Suahasil [Kepala BKF] dan Pak Robert [Dirjen Pajak] dalam menjelaskan PMK ini dan melakukan evaluasi terhadap kenapa itu kurang efektif atau kurang dipahami,” katanya, Selasa (14/8/2018).

Baca Juga:
Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra

Menurutnya dalam konteks perekonomian saat ini, ada pemikiran untuk membawa devisa hasil ekspor (DHE) ke dalam negeri. Langkah ini akan berimplikasi pada penjagaan nilai tukar rupiah, terutama terhadap dolar Amerika Serikat (AS).

Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan No. 26/PMK.010/2016 terkait pemotongan pajak penghasilan (PPh) atas bunga deposito dan tabungan serta diskonto sertifikat BI. Ini merupakan revisi beleid sebelumnya berupa Keputusan Menteri Keuangan No. 51/KMK.04/2001.

Sayangnya, seperti diberitakan sebelumnya, insentif pemotongan pajak ini belum banyak dimanfaatkan oleh pelaku usaha. Dari data Bank Indonesia (BI), 80% DHE yang disimpan di dalam negeri, hanya 15% yang dikonversikan ke rupiah.

Baca Juga:
Jelang Peluncuran, Sri Mulyani Cek Staf yang Lembur Selesaikan Coretax

Dalam beleid itu, Otoritas Fiskal membagi menjadi tiga kelompok untuk penetapan tarif. Pertama, PPh atas bunga dari deposito dalam dolar AS yang dananya bersumber dari DHE dan ditempatkan dalam negeri.

Untuk kelompok ini, pengenaan PPh yang bersifat final tebagi atas 4 tarif yakni 10% dari jumlah bruto (untuk deposito dalam jangka waktu 1 bulan), 7,5% (jangka waktu 3 bulan), 2,5% (jangka waktu 6 bulan), dan 0% (jangka waktu lebih dari 6 bulan).

Kedua, PPh atas bunga deposito dalam rupiah yang dananya bersumber dari DHE dan ditempatkan dalam negeri. Untuk kelompok ini, pengenaan PPh yang bersifat final terbagi atas 3 tarif sesuai dengan jangka waktu penyimpanan.

Baca Juga:
Kurs Pajak: Bergerak Dinamis, Rupiah Masih Melemah terhadap Dolar AS

Ketiga tarif itu yakni 7,5% dari jumlah bruto (untuk deposito dalam jangka waktu 1 bulan), 5% (jangka waktu 3 bulan), dan 0% (jangka waktu hingga atau lebih dari 6 bulan).

Ketiga, PPh atas bunga dari tabungan dan diskonto SBI, serta bunga dari deposito selain kelompok pertama dan kedua (sumber di luar DHE). Tarif untuk PPh final untuk kelompok ini sebesar 20% dari jumlah bruto.

Tarif 20% tersebut berlaku bagi wajib pajak (WP) dalam negeri dan bentuk usaha tetap maupun WP luar negeri. Bagi WP yang berasal dari negara yang memiliki Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda, tarif mengikuti perjanjian tersebut.

Baca Juga:
Jenis Wajib Pajak Ini Bisa Isi Deposit Pajak dengan Dolar AS

Sri Mulyani mengaku akan terus berkomunikasi dengan BI untuk menentukan arah kebijakan fiskal. Dengan demikian, insentif maupun penekanan kepabeanan dan perpajakan dapat tepat sasaran dalam penyeimbangan antara suplai dan permintaan dolar AS.

“Pemikiran mengenai jumlah permintaan dolar untuk impor maupun investasi harus bisa bertemu dengan jumlahsupply-nya. Apakah itu dari FDI [foreign direct investment] atau apakah itu dari DHE,” imbuhnya. (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra

Senin, 23 Desember 2024 | 10:00 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Peluncuran, Sri Mulyani Cek Staf yang Lembur Selesaikan Coretax

Rabu, 18 Desember 2024 | 09:01 WIB KURS PAJAK 18 DESEMBER 2024 - 24 DESEMBER 2024

Kurs Pajak: Bergerak Dinamis, Rupiah Masih Melemah terhadap Dolar AS

Senin, 16 Desember 2024 | 14:00 WIB PMK 81/2024

Jenis Wajib Pajak Ini Bisa Isi Deposit Pajak dengan Dolar AS

BERITA PILIHAN
Sabtu, 28 Desember 2024 | 07:30 WIB TIPS PAJAK

Cara Login Aplikasi Coretax DJP

Jumat, 27 Desember 2024 | 19:00 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

NIB Pelaku Usaha Bisa Berlaku Jadi ‘Kunci’ Akses Kepabeanan, Apa Itu?

Jumat, 27 Desember 2024 | 17:30 WIB KANWIL DJP JAKARTA SELATAN I

Tak Setor PPN Rp679 Juta, Direktur Perusahaan Dijemput Paksa

Jumat, 27 Desember 2024 | 17:00 WIB KILAS BALIK 2024

April 2024: WP Terpilih Ikut Uji Coba Coretax, Bonus Pegawai Kena TER

Jumat, 27 Desember 2024 | 16:45 WIB KEBIJAKAN MONETER

2025, BI Beli SBN di Pasar Sekunder dan Debt Switch dengan Pemerintah

Jumat, 27 Desember 2024 | 16:30 WIB KABUPATEN KUDUS

Ditopang Pajak Penerangan Jalan dan PBB-P2, Pajak Daerah Tembus Target

Jumat, 27 Desember 2024 | 16:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Harga Tiket Turun, Jumlah Penumpang Pesawat Naik 2,6 Persen

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:30 WIB LAPORAN TAHUNAN DJP 2023

Rata-Rata Waktu Penyelesaian Pengaduan Perpajakan di DJP Capai 9 Hari

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:15 WIB KONSULTASI PAJAK

Pedagang Gunakan QRIS untuk Pembayaran, Konsumen Bayar PPN 12 Persen?