KONSENSUS PAJAK GLOBAL

Konsensus Global Tercapai, Implikasi Ini Perlu Diantisipasi Indonesia

Muhamad Wildan | Rabu, 13 Oktober 2021 | 19:30 WIB
Konsensus Global Tercapai, Implikasi Ini Perlu Diantisipasi Indonesia

Partner of Research & Training Services DDTC B. Bawono Kristiaji. (tangkapan layar)

JAKARTA, DDTCNews - Konsensus atas proposal Pilar 1: Unified Approach berpeluang memunculkan implikasi, baik terhadap penerimaan maupun aspek administrasi. Kondisi ini perlu diantisipasi oleh pemerintah Indonesia.

Dalam laporan International Monetary Fund (IMF) berjudul Digitalization and Taxation in Asia, negara-negara seperti Indonesia, Malaysia, dan India berpotensi kehilangan penerimaan sebesar 0,01% dari PDB. Artinya, tambahan penerimaan yang diterima Indonesia dari implementasi Pilar 1 tidaklah tinggi.

Tambahan penerimaan yang lebih besar dari penerapan Pilar 1 justru akan dinikmati oleh beberapa yurisdiksi seperti China, Australia, Jepang, dan Korea Selatan.

Baca Juga:
Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

"Dengan ini, masih terdapat pertanyaan mengenai apakah Pilar 1 akan benar-benar memberikan manfaat bagi Indonesia dari sisi penerimaan," ujar Partner of Research & Training Services DDTC B. Bawono Kristiaji dalam Virtual International Tax Conference 2021 bertajuk The New Era of Global Tax Transparency yang diselenggarakan IAI, Rabu (13/10/2021).

Terlepas dari implikasi penerimaan di masa depan, Indonesia sebagai negara Inclusive Framework yang turut menyetujui solusi 2 pilar perlu mengantisipasi dampak dari sisi administrasi yang berpotensi muncul.

Indonesia perlu mengantisipasi potensi timbulnya pemajakan berganda akibat Pilar 1 guna menciptakan kepastian bagi wajib pajak. Pemajakan berganda berpotensi menimbulkan sengketa. Dengan begitu, skema penyelesaian sengketa perpajakan internasional yang efektif perlu disusun.

Baca Juga:
Negara Tetangga Ini Bakal Bebaskan Hutan Mangrove dari Pajak

"Perlu ada mekanisme resolusi sengketa perpajakan internasional yang efektif. Bila kita melihat statistik MAP yang dipublikasikan OECD, waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan sengketa perpajakan internasional masih lebih dari 2 tahun," ujar Bawono.

Bawono juga mengingatkan, Indonesia sesungguhnya telah memiliki ketentuan pajak transaksi elektronik (PTE) pada Perppu 1/2020 sebagai ketentuan preventif bila konsensus tidak tercapai. Dengan tercapainya konsensus pada pekan lalu maka pemerintah tidak bisa mengimplementasikan PTE pada masa yang akan datang. (sap)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:45 WIB BERITA PAJAK HARI INI

PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:30 WIB KOTA BATAM

Ada Pemutihan, Pemkot Berhasil Cairkan Piutang Pajak Rp30 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Bagaimana Cara Peroleh Diskon 50 Persen Listrik Januari-Februari 2025?

Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan