BERITA PAJAK HARI INI

Komitmen Investasi Penerima Tax Holiday Turun, Ada Apa?

Redaksi DDTCNews | Kamis, 08 April 2021 | 08:20 WIB
Komitmen Investasi Penerima Tax Holiday Turun, Ada Apa?

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews – Terdampak pandemi Covid-19, rencana atau komitmen investasi penerima insentif tax holiday mengalami penurunan. Performa tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Kamis (8/4/2021).

Berdasarkan pada data Ditjen Pajak (DJP), rencana investasi dari penanam modal penerima tax holiday pada Januari—Maret 2021 senilai Rp2,16 triliun. Meskipun baru 3 bulan, nilai rencana investasi itu jauh lebih rendah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

Rencana investasi pada 2018 mencapai Rp208,5 triliun. Kemudian, nilainya melonjak pada 2019 dengan capaian Rp838,2 triliun. Namun, pada 2020, rencana investasi penerima tax holiday kembali menurun karena tercatat hanya Rp215,1 triliun.

Baca Juga:
Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Direktur Peraturan Perpajakan I DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan sebenarnya trennya sangat bagus pada 2019. Namun, ada kemungkinan pandemi Covid-19 berdampak pada minat investasi, termasuk penerima tax holiday.

“Ini bukan hanya terjadi di Indonesia, tapi di dunia agak menurun di 2020. Tentu kita berharap bahwa dengan pemulihan kondisi setelah covid-19, 2021 bisa lebih baik lagi,” ujar Hestu.

Sepanjang 2018 hingga Maret 2021, total rencana investasi penerima tax holiday Rp1.263,96 triliun dengan estimasi penyerapan tenaga kerja sebanyak 65.088 orang. Investor berasal dari Indonesia, China, Singapura, Hong Kong, Jepang, Korea Selatan, Malaysia, Belanda, Thailand, British Virgin Island, Amerika Serikat, dan Taiwan.

Baca Juga:
PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

Selain mengenai insentif tax holiday, ada pula bahasan tentang laporan World Economic Outlook yang dirilis International Monetary Fund (IMF). IMF menilai kebijakan perpajakan Indonesia sejauh ini masih cukup moderat sehingga belum mampu mengimbangi tingginya peningkatan belanja.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

  • Insentif Tax Holiday Dikaji

Plt Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Pande Putu Oka Kusumawardhani mengatakan pemerintah tengah mengkaji implementasi tax holiday. Hasil kajian akan digunakan untuk menyempurnakan skema insentif pajak.

Baca Juga:
Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

“Sebagaimana halnya dengan insentif pajak umumnya, monitoring dan evaluasi juga dilakukan untuk pemberian fasilitas tax holiday, baik terhadap pemanfaatan tax holiday maupun aspek administrasinya,” ujarnya. (Kontan)

  • Kebijakan Moderat

IMF merevisi prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2021 dari sebelumnya 4,8% menjadi menjadi 4,3%. IMF menilai kebijakan perpajakan Indonesia ini masih cukup moderat sehingga belum mampu mengimbangi tingginya peningkatan belanja.

“Proyeksi IMF berdasarkan pada kebijakan perpajakan yang moderat serta peningkatan belanja sosial dan belanja modal secara bertahap,” tulis IMF. Simak pula ‘IMF Pangkas Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2021 Jadi 4,3%’. (Bisnis Indonesia/Kontan/DDTCNews).

Baca Juga:
Kantor Pajak Telepon 141.370 WP Sepanjang 2023, Kamu Termasuk?
  • Tantangan Fiskal

Staf Ahli Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan Internasional Kemenkeu Suminto mengatakan pemerintah sulit mengembangkan penerimaan dari sisi perpajakan pada saat ini. Kondisi tersebut dikarenakan ekonomi masih berada dalam tahap pemulihan setelah adanya pandemi Covid-19.

Dengan tingginya kebutuhan belanja, sambungnya, pemerintah menggunakan skema zero based budgeting atau penganggaran tak bersisa. Langkah ini ditempuh dengan melakukan efisiensi birokrasi, fokus pada program prioritas, serta mengantisipasi adanya realokasi belanja. (Bisnis Indonesia)

  • Dampak Penurunan Tarif PPh Badan

Dengan adanya penurunan tarif PPh badan secara bertahap, pemerintah dinilai perlu mengantisipasi tekanan pada penerimaan. Pasalnya, ada potensi perusahaan menggeser penghasilan atau labanya untuk tahun pajak dengan tarif yang rendah, yakni pada 2022.

Baca Juga:
Tahap Pra-Implementasi Aplikasi Coretax, DJP Imbau WP Soal Ini

Apalagi, pada saat ini, wajib pajak badan juga memiliki alasan kuat karena pandemi menekan hampir seluruh aktivitas usaha. (Bisnis Indonesia)

  • PPnBM DTP

Pemerintah menyatakan insentif PPnBM mobil ditanggung pemerintah (DTP) telah berkontribusi dalam capaian Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur Indonesia per Maret 2021 di level 53,2.

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan insentif PPnBM mobil DTP efektif mengerek produksi dan penjualan mobil. Dia menilai industri otomotif beserta sektor pendukungnya pun sudah berangsur pulih dari tekanan pandemi Covid-19.

Baca Juga:
Hingga November, Kanwil DJP Jakbar Kumpulkan Pajak Rp57,67 Triliun

"Kami melihat penjualan otomotif meningkat, terutama dengan tambahan fasilitas PPnBM yang dinolkan," katanya. (DDTCNews)

  • ASN Dilarang Mudik

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Tjahjo Kumolo resmi melarang aparatur sipil negara (ASN) bepergian ke luar kota atau mudik pada Lebaran 2021.

Tjahjo melalui Surat Edaran (SE) Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No. 08/2021 menyatakan larangan mudik tersebut mempertimbangkan risiko penyebaran Covid-19. Larangan mudik Lebaran juga berlaku bagi keluarga ASN.

"Pegawai aparatur sipil negara dan keluarganya dilarang melakukan kegiatan bepergian ke luar daerah dan/atau mudik pada periode 6 Mei sampai dengan 17 Mei 2021," bunyi SE tersebut. Simak ‘SE Baru Terbit, Pemerintah Resmi Larang ASN Mudik Lebaran Tahun Ini’. (DDTCNews) (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

08 April 2021 | 18:10 WIB

Diharapkan skema insentif pajak berkenaan dengan Tax Holiday ini dapat bersifat adaptif dan dapat menyesuaikan dengan kondisi pemulihan ekonomi saat ini. Dalam proses mengkaji, tentunya perlu mempertimbangkan efek jangka panjang, agar dapat terlaksana secara optimal dan tercapai tujuan yang ditentukan.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:45 WIB BERITA PAJAK HARI INI

PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:00 WIB LAYANAN PAJAK

Kantor Pajak Telepon 141.370 WP Sepanjang 2023, Kamu Termasuk?

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:30 WIB KPP PRATAMA BENGKULU SATU

Mobil Rp200 Juta Disita KPP, Bakal Dilelang Kalau Utang Tak Dilunasi

Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?