Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi. (FOTO: Istimewa)
JAKARTA, DDTCNews - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyebutkan dampak kebijakan Kementerian Keuangan melalui PMK No.6/2021 jangan sampai menjadi beban konsumen menengah ke bawah.
Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi mengatakan PMK No.6/2021 memerlukan penjelasan yang terperinci tentang pelaksanaan administrasi pajak pertambahan nilai (PPN) untuk penyerahan pulsa, kartu perdana, token listrik dan voucer.
Hal tersebut penting agar tidak menimbulkan kebingungan bagi konsumen. "Konsep ini [PMK 6/2021] harus jelas dan terukur. Jika dikenakan secara menyeluruh akan menjadi beban bagi konsumen khususnya kelas menengah bawah," katanya Jumat (29/1/2021).
Tulus menuturkan jika dalam implementasi kebijakan tetap meningkatkan biaya bagi konsumen untuk membeli pulsa atau token listrik maka perlu adanya perlakuan khusus. hal tersebut berlaku bagi nilai transaksi tertentu yang biasa dilakukan konsumen golongan menengah dan kecil.
Menurutnya, perlakuan pajak khusus bagi kelompok menengah dan kecil masih dibutuhkan terutama pada masa pandemi Covid-19. Sementara itu, level konsumen yang lebih tinggi relatif bisa mengatasi dampak perubahan harga imbas pembaruan kebijakan administrasi pajak.
"Jika mau diterapkan penuh [sampai level konsumen akhir] maka harus dengan kriteria yang jelas. Misalnya untuk pelanggan PLN maka harus diterapkan pada golongan minimal 2200 VA ke atas, bukan untuk golongan 1300 VA ke bawah," terangnya.
Sementara itu, Ditjen Pajak (DJP) memastikan dampak kebijakan PMK No.6/2021 tidak memengaruhi harga pulsa/kartu perdana, token listrik, atau voucer.
Otoritas mengatakan menteri keuangan menerbitkan peraturan untuk memberikan kepastian hukum dan penyederhanaan atas pemungutan pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penghasilan (PPh) atas penyerahan pulsa, kartu perdana, token listrik, dan voucer.
Untuk pulsa dan kartu perdana pemungutan PPN hanya sampai distributor tingkat II (server). Sehingga untuk rantai distribusi selanjutnya seperti dari pengecer ke konsumen langsung tidak perlu dipungut PPN lagi.
Selanjutnya untuk token listrik PPN dikenakan hanya atas jasa penjualan/pembayaran token listrik berupa komisi atau selisih harga yang diperoleh agen penjual token, dan bukan atas nilai token listriknya.
Terakhir untuk voucer, pungutan PPN hanya dikenakan atas jasa pemasaran voucer berupa komisi atau selisih harga yang diperoleh agen penjual voucher, bukan atas nilai voucer itu sendiri. Hal ini dikarenakan voucher diperlakukan sebagai alat pembayaran atau setara dengan uang yang memang tidak terutang PPN.
"Perlu ditegaskan bahwa pengenaan pajak (PPN dan PPh) atas penyerahan pulsa/kartu perdana/token listrik/voucer sudah berlaku selama ini sehingga tidak terdapat jenis dan objek pajak baru," terang DJP. (Bsi)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.