Ilustrasi gedung DJP.
JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah merevisi ketentuan perpajakan terkait perusahaan di luar negeri yang dikendalikan oleh wajib pajak dalam negeri atau Controlled Foreign Company (CFC) Rules. Topik tersebut menjadi sorotan beberapa media nasional pada hari ini, Selasa (2/7/2019).
Ketentuan terbaru tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 93/PMK.03/2019. Beleid ini sekaligus merevisi Peraturan Menteri Keuangan No.107 /PMK.03/2017 tentang Penetapan Saat Diperolehnya Dividen dan Dasar Penghitungannya oleh Wajib Pajak Dalam Negeri atas Penyertaan Modal pada Badan Usaha di Luar Negeri Selain Badan Usaha yang Menjual Sahamnya di Bursa Efek.
Perubahan ketentuan terkait dengan skema deemed dividend. Deemed dividend adalah dividen yang ditetapkan diperoleh wajib pajak dalam negeri atas penyertaan modal pada badan usaha luar negeri (BULN) nonbursa terkendali langsung.
Dalam beleid terdahulu, perhitungan deemed dividend berdasarkan atas laba setelah pajak. Dengan demikian, tidak ada pembedaan penghasilan yang bersifat aktif maupun pasif. Sekarang, dalam beleid terbaru, perhitungan berdasarkan penghasilan neto setelah pajak atas penghasilan tertentu yang diperoleh dari penghasilan pasif.
Adapun penghasilan pasif itu mencakup dividen, bunga, sewa dalam pengertian sewa yang diperoleh dari BULN nonbursa terkendali terkait penggunaan tanah atau bangunan maupun sewa selain properti yang berasal dari transaksi dengan pihak yang memiliki hubungan istimewa, royalti, dan keuntungan atas penjualan.
Selain itu, beberapa media nasional juga menyoroti terkait rencana pemerintah memberlakukan diskon 50% dari tarif batas atas (TBA) tarif tiket pesawat. Diskon tarif tiket pesawat ini akan berlaku terbatas pada periode tertentu.
Berikut ulasan berita selengkapnya.
Direktur Perpajakan Internasional Ditjen Pajak (DJP) John Hutagaol mengungkapkan perubahan ketentuan tersebut dilakukan untuk mendorong para pelaku usaha untuk lebih ekspansif. Pasalnya, ketentuan yang ada dalam beleid terdahulu dinilai menghambat gerak pelaku usaha.
Sebelumnya, PMK 107/2017 justru tidak sejalan dengan UU PPh karena memperluas basis penghitungan pajak atas dividen BULN nonbursa dari semula hanya menyasar ke pengendali langsung kemudian meluas mencakup pengendali tidak langsung BULN nonbursa.
Adapun jumlah neto setelah pajak atas penghasilan tertentu didefinisikan sebagai jumlah bruto penghasilan tertentu setelah dikurangi dua variabel. Pertama, biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan tertentu.
Kedua, bagian pajak penghasilan yang terutang, dibayar atau dipotong atas penghasilan tertentu, dalam hal terdapat pajak penghasilan yang terutang, dibayar atau dipotong atas penghasilan tertentu tersebut.
Partner DDTC Fiscal Research Bawono Kristiaji mengatakan dalam PMK 93/2019, deemed dividend lebih merujuk kepada penghasilan yang bersifat pasif dan bukan penghasilan yang berasal dari kegiatan usaha.
“Dengan kata lain, PMK 93 lebih targeted kepada jenis penghasilan yang memang umumnya dikelola oleh CFC yang sengaja memarkir dana dan penghasilannya di luar negeri untuk menghindari pajak di Indonesia yang menganut sistem worldwide,” jelasnya.
Menurutnya, regulasi yang baru juga mencegah adanya pemajakan berganda atas penghasilan aktif yang dilakukan oleh perusahaan terkendali. Singkatnya, PMK baru ini jauh lebih targeted dan memiliki spirit untuk secara tepat menyasar ke pencegahan penghindaran pajak melalui skema CFC.
“Model deemed dividend dengan targeted income juga sesuai rekomendasi dari BEPS Action 3 serta sudah menjadi international best practices,” jelasnya.
Sekretaris Kemenko Perekonomian Susiwijono mengatakan dalam rapat Koordinasi di Kantor Kemenko Perekonomian, Senin (1/7/2019), semua stakeholder sepakat agar tarif tiket pesawat turun. Nantinya, diskon tiket untuk penerbangan domestik berbiaya rendah (low cost carrier/LCC) sebesar 50% dari TBA.
Waktu pemberian diskon ini pun ditetapkan hanya Selasa, Kamis, dan Sabtu pada jam penerbangan pukul 10.00—14.00 waktu setempat di masing-masing bandara. Diskon akan diberikan pada kursi tertentu. Persentase kursi yang mendapat diskon akan dihitung lagi.
Bank Dunia memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2019 dari 5,2% menjadi 5,1%. Kepala Ekonom Bank Dunia untuk Indonesia Frederico Gil Sander menyebut pengaruh eksternal, terutama dampak perang dagang Amerika Serikat dan China menjadi salah satu penyebabnya.
Bank Dunia memproyeksi ekspor komoditas menurun tahun ini, sejalan denhan tren pelemahan harga komoditas unggulan Indonesia yakni minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) dan batubara. Pertumbuhan impor juga diperkirakan melemah karena perlambatan investasi.
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.