Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Penerimaan Negara Oza Olavia. (tangkapan layar)
JAKARTA, DDTCNews - Kementerian Keuangan menilai ketentuan yang ada dalam UU 11/2020 tentang Cipta Kerja sangat diperlukan untuk menghadapi berbagai ketidakpastian global.
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Penerimaan Negara Oza Olavia mengatakan dunia terus berkembang sehingga setiap negara harus mampu berkompetisi menarik investasi, terutama di tengah ketidakpastian global seperti saat ini. Menurutnya, UU Cipta Kerja memuat aspek pengaturan yang berkaitan dengan kemudahan dan perlindungan berusaha, serta pemberdayaan bagi koperasi dan UMKM.
"Jadi harapannya ini sejalan dengan tujuan dibentuknya UU Cipta Kerja," katanya dalam Sosialisasi UU Cipta Kerja Klaster Perpajakan di Jawa Timur, Kamis (25/8/2022).
Oza mengatakan pemerintah dan DPR mengesahkan UU Cipta Kerja untuk meningkatkan ekosistem investasi. Di sisi lain, undang-undang ini juga diharapkan mampu meningkatkan perlindungan dan kesejahteraan para pekerja.
Melalui UU Cipta Kerja, pemerintah melakukan penyesuaian pada sejumlah aspek yang berkaitan dengan kemudahan dan perlindungan berusaha. Menurutnya, semua upaya itu dilakukan untuk menciptakan lapangan kerja yang seluas-luasnya bagi masyarakat.
Oza menjelaskan UU Cipta Kerja disusun secara komprehensif dengan metode omnibus law karena memuat 11 klaster, termasuk klaster perpajakan. Beberapa peraturan yang diubah berasal dari UU Pajak Penghasilan (PPh), UU Pajak Pertambahan Nilai (PPN), serta UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
Dari UU PPh, UU Cipta Kerja mengatur soal penurunan tarif PPh badan secara bertahap, penghapusan PPh atas dividen dari dalam negeri, dan penyesuaian tarif PPh Pasal 26. Kemudian pada UU PPN, salah satu yang diatur yakni soal ketentuan penyerahan batubara sebagai barang kena pajak.
Adapun untuk UU KUP, terdapat perubahan ketentuan mengenai sanksi dan tarif imbalan bunga.
Setelah Mahkamah Konstitusi (MK) dalam uji materi menyatakan UU Cipta Kerja cacat formil dan inkonstitusional secara bersyarat, Oza menyebut pemerintah harus melakukan perbaikan. Dalam hal ini, pemerintah akan berupaya memenuhi prinsip meaningful participation dari masyarakat.
Di sisi lain, saat ini pemerintah dan DPR juga telah mengesahkan UU 13/2022 yang merevisi ketentuan mengenai pembentukan peraturan perundang-undangan. Hal itu dilakukan karena pemerintah memerlukan landasan hukum yang baku sebagai pedoman pembentukan UU dengan metode omnibus law.
"Sebagai kesinambungan, sosialisasi sudah banyak dilakukan kementerian, termasuk Kementerian Keuangan. Tapi terkait dengan bagaimana menerjemahkan meaningful participation, maka hari ini disosialisasikan secara masif," ujarnya. (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.