Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu dalam keterangan pers. (tangkapan layar)
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah menyebut tidak banyak negara di dunia yang melakukan reformasi struktural di tengah pandemi Covid-19.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu mengatakan hal itu berbeda dengan pemerintah Indonesia yang memanfaatkan pandemi Covid-19 untuk melakukan reformasi struktural, termasuk reformasi perpajakan. Menurutnya, reformasi itu diperlukan untuk menjaga momentum pemulihan ekonomi berjalan secara berkelanjutan.
"Inilah bedanya Indonesia dengan banyak negara lain. Kita lagi menghadapi krisis, tapi kita malah melakukan reformasi perpajakan. Coba tanya di mana, negara lain, yang orang lagi krisis malah mereformasi pajak?" katanya melalui konferensi video, dikutip Sabtu (15/1/2022).
Febrio mengatakan pandemi Covid-19 menjadi tantangan semua negara di dunia sejak 2020, baik dari sisi kesehatan maupun ekonomi. Dalam situasi tersebut, lanjutnya, pemerintah tetap melakukan upaya penanganan pandemi secara hati-hati sekaligus melanjutkan langkah-langkah reformasi perpajakan.
Pemerintah melakukan reformasi yang mencakup sisi kebijakan dan administrasi. Reformasi kebijakan misalnya diarahkan untuk perluasan basis pemajakan dan menjawab tantangan mengenai daya saing.
Sementara dari sisi reformasi administrasi, meliputi memperbaiki sistem yang lebih sederhana dan efisien, serta menjamin kepastian hukum perpajakan.
Dari sisi kebijakan, Febrio menjelaskan pemerintah dan DPR baru-baru ini mengesahkan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) sebagai bagian dari upaya reformasi tersebut. Implementasi UU HPP pada 2022 diproyeksi akan langsung berdampak pada peningkatan penerimaan negara.
Pada tahun tersebut, pemerintah mengestimasikan penerimaan perpajakan yang didukung dengan UU HPP dan reformasi perpajakan akan mencapai Rp1.649,3 triliun atau setara 109,2% dari target pada UU APBN 2022 senilai Rp1.510,0 triliun. Dengan realisasi tersebut, tax ratio akan mencapai 9,22% PDB, lebih tinggi dari estimasi ketika tidak ada UU HPP yang hanya 8,44% PDB.
Tren perbaikan tax ratio diprediksi akan terus berlanjut seiring dengan implementasi UU HPP dan dampak reformasi perpajakan menjadi 9,29% PDB pada 2023, 9,53% PDB pada 2024, dan 10,12% PDB pada 2025.
Kemudian, pemerintah dan DPR juga mengesahkan UU Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD) yang akan memperkuat desentralisasi fiskal dan otonomi daerah. Selain itu, pemerintah tengah mengusulkan RUU tentang Reformasi Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan kepada DPR, yang diharapkan mampu memperkuat pemulihan ekonomi nasional.
"Indonesia ini luar biasa untuk melakukan perbaikan-perbaikan di tengah tantangan yang sedang kita hadapi," ujar Febrio. (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.