JAKARTA, DDTCNews – Indonesia akan kembali membawa isu perpajakan internasional dalam forum G20 tahun ini. Rencananya, pertemuan forum tersebut akan diselenggarakan di Jerman pada Juli mendatang yang bertemakan "Shaping an Interconnected World".
Forum internasional tersebut melihat beberapa hal yang menjadi tantangan perpajakan saat ini. Pertama, penurunan pendapatan fiskal akibat pelarian pajak ke negara dengan tarif pajak rendah (Base Erosion and Profit Shifting atau BEPS). Kedua, perusahaan multinasional yang melakukan kegiatan usaha lintas batas di era digital.
Ketiga, tidak adanya keterbukaan informasi perpajakan internasional. Keempat, peran pajak untuk pembangunan yang belum optimal. Kelima, metode pengumpulan pajak di era digital yang belum optimal.
Oleh karena itu, forum G20 tahun ini akan fokus pada empat agenda pokok, yaitu meningkatkan kerja sama global untuk mengatasi permasalahan BEPS, mendorong transparansi informasi keuangan secara global untuk kebutuhan perpajakan, meningkatkan peran perpajakan untuk pembangunan, dan mendorong digitalisasi penarikan pajak di setiap negara.
Indonesia sendiri dalam forum tersebut akan menyuarakan beberapa hal, terutama yaitu komitmen BEPS melalui automatic exchange of tax information in financial sector (AEoI).
(Baca: Indonesia Bawa Kasus Google dalam Forum G-20)
Terkait hal ini, Deputi Koordinasi Bidang Kerja Sama Ekonomi Internasional Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Rizal Affandi Lukman selaku Sherpa G20 Indonesia mengatakan Indonesia sendiri saat ini tengah menyiapkan infrastruktur terkait implementasi AEoI agar bisa terkoneksi dengan sistem yang ada di negara-negara lain.
Menurutnya, dimungkinkan pula dalam forum tersebut dilakukan peninjauan kembali negara-negara yang telah mematuhi ketentuan dan negara-negara yang belum mematuhi ketentuan. "Jangan sampai ada satu negara yang tidak patuh untuk pertukaran informasi masalah pajak, tetapi seolah-olah dilindungi," jelasnya di Jakarta, Jum'at (27/1) lalu.
Sebelumnya, isu anti BEPS dan AEoi ini juga telah dibawah Indonesia dalam pertemuan G20 di China pada 2016. Menteri Keuangan saat itu, Bambang Brodjonegoro menggagas ide adanya sanksi semacam pengucilan pergaulan keuangan internasional bagi negara-negara yang tidak mau ikut serta, menyatakan ikut tapi menunda implementasi, hingga melanggar ketentuan.
Sebab dalam pertemuan tahun lalu diumumkan bahwa masih ada dua negara yang belum menyatakan secara eksplisit untuk mengimplementasikan AEoI, yaitu Bahrain dan Panama. Walaupun pada akhirnya Panama dikabarkan berkomitmen untuk mengimplementasikan komitmen tersebut.
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.