Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) menyatakan hanya wajib pajak orang pribadi peserta tax amnesty 2016 yang bisa memanfaatkan 2 skema kebijakan program pengungkapan sukarela (PPS) secara bersamaan. Fasilitas dobel tersebut tidak berlaku untuk wajib pajak badan.
Ketentuan itu berlaku karena pemerintah secara eksplisit hanya mengakomodir wajib pajak orang pribadi yang berhak memanfaatkan PPS skema kebijakan II untuk perolehan harta 2016 hingga 2020.
"Wajib pajak orang pribadi dapat mengungkapkan harta bersih yang diperoleh sejak tanggal 1 Januari 2016 sampai dengan tanggal 31 Desember 2020," Tulis Pasal 8 UU No.7/2021 tentang HPP dikutip pada Jumat (19/11/2021).
Selanjutnya, wajib pajak orang pribadi yang tidak ikut serta dalam program pengampunan pajak 2016 juga tidak bisa memanfaatkan kebijakan PPS secara dobel pada skema I dan II. Kelompok WP orang pribadi yang tidak ikut TA 2016 bisa mengikuti kebijakan PPS skema II.
Ketentuan tersebut diatur melalui Pasal 5 ayat (1) dan (2) UU HPP. Kebijakan PPS skema I secara khusus ditujukan kepada wajib pajak badan dan orang pribadi untuk mengungkapkan harta bersih yang belum atau kurang diungkapkan dalam surat pernyataan yang diatur dalam UU No.11/2016 tentang pengampunan pajak.
Dengan demikian, wajib pajak yang tidak mengantongi surat pernyataan pada program tax amnesty 2016 tidak memiliki kemungkinan ikut serta pada PPS skema I untuk pengungkapan harta bersih perolehan 1 Januari 1985 hingga 31 Desember 2015.
Melalui 2 pengaturan tersebut, praktis hanya wajib pajak orang pribadi peserta program tax amnesty yang bisa memanfaatkan 2 skema program ungkap harta sekaligus.
Seperti diketahui, kebijakan PPS hanya berlaku selama 6 bulan yang dimulai pada 1 Januari 2022 hingga 30 Juni 2022. Wajib pajak peserta PPS mengungkapkan harta bersih melalui surat pemberitahuan dan membayar PPh bersifat final atas harta yang diungkapkan. (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
Penggunaan nomor induk kependudukan sebagai identitas Wajib Pajak orang pribadi memerlukan pengintegrasian basis data kependudukan dengan basis data perpajakan yang digunakan sebagai pembentuk profil wajib pajak, serta dapat digunakan oleh wajib pajak dalam rangka pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban perpajakannya.