JAKARTA, DDTCNews - PT Freeport bersikeras menolak untuk mengikuti aturan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), serta lebih memilih menggunakan aturan pajak yang sama seperti Kontrak Karya (KK). Sebab, pemerintah telah menetapkan aturan IUPK yang tidak sesuai harapan PT Freeport.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan skema KK yang antara lain tarif PPh Badan 35%, royalti PNBP komoditas tembaga 4%, emas 3,75%, dan perak sebesar 3,25%, sama saja dengan skema pajak yang biasa. Padahal aturan dalam IUPK sudah disusun secara seimbang antara iklim investasi di Indonesia dan kepentingan bagi negara.
"Kami berikan kepastian mengenai lingkungan usaha ini (PT Freeport), tapi di sisi lain kami juga membela kepentingan RI. Kepentingan negara harus menjadi prioritas," ujarnya di Jakarta, Selasa (14/2).
Menurut Sri Mulyani, negara tidak perlu takluk terhadap perusahaan apapun yang beroperasi di Indonesia, apalagi soal pajaknya. Kendati demikian, pemerintah masih belum menemukan titik tengah untuk persoalan ini.
Dalam IUPK tersebut, PT Freeport merasa kewajiban pajaknya lebih besar dengan dikenakan tarif PPh Badan menjadi 25% dan tambahan lain pungutan seperti dividen, PPN sebesar 10%, dan Pajak Penjualan 2,3-3%. Kewajiban lainnya ialah PNBP royalti dan iuran tetap yang akan mengikuti ketentuan yang berlaku.
Namun, PT Freeport ingin pajaknya tidak lebih besar dari skema yang diatur dalam KK, seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Sementara Sri Mulyani menegaskan segala bentuk kerjasama antara pemerintah dengan pengusaha harus menjamin penerimaan negara lebih baik.
"Semua ini harus tercermin dalam kontrak yang baru, tentunya kami perlu melakukan negosiasi lebih teliti. Agar kepentingan negara tetap terjaga, sekaligus tetap memberi kepastian kepada para pengusaha," tutupnya. (Gfa)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.