JAKARTA, DDTCNews – Pagi ini, Rabu (11/10) sejumlah media nasional ramai memberitakan seputar pajak e-commerce. Pelaku bisnis online, konsumen e-commece dan penyedia jasa kurir penting untuk memahami bagaimana tata cara pungutan pajak e-commerce.
Salah satu poin penting dalam aturan pajak e-commerce yakni memanfaatkan jasa pihak ketiga untuk memungut dan melaporkan pajaknya. Tidak hanya toko online yang menjadi pemungut pajak, Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak melibatkan perusahaan jasa kurir sebagai pemungut pajak.
Alhasil, pelaku bisnis e-commerce akan dikenakan pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPN) atas barang yang dijual sebesar 10%. Dengan melibatkan pihak ketiga, toko online dan jasa kurir akan berperan dalam memungut dan melaporkan pajak.
Berita lainnya mengenai mahkamah konstitusi yang meminta agar pemerintah mengkaji ulang aturan mengenai pajak atas alat-alat berat. Berikut ulasan ringkas beritanya:
Mahkamah Konstitusi (MK) meminta pembuat kebijakan, yakni DPR dan Pemerintah, mengatur ulang regulasi terkait ketentuan pajak alat- alat berat, seperti bulldozer, excavator, tractor, dump truck dan benda sejenisnya. MK telah memutuskan pengecualian bagi alat-alat berat tersebut sebagai objek yang dikenakan pajak. Meskipun MK telah mengecualikan alat-alat berat sebagai objek kena pajak, namun bukan berarti alat-alat berat tidak bisa dikenakan pajak. Hakim konstitusi I Dewa Gede Palguna menyampaikan bahwa pajak tetap dikenakan selama regulasi yang baru belum diterbitkan.
Dengan penerimaan pajak yang masih kurang sekitar Rp500 triliun, otoritas pajak menegaskan akan menggencarkan ekstensifikasi dan intensifikasi, serta tindak lanjut paska program amnesti pajak. Bahkan, upaya penyanderaan wajib (gijzeling) pajak pun akan tetap dilakukan di sisa tiga bulan ini terhadap wajib pajak nakal pengemplang pajak. Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi mengaku Ditjen Pajak akan menggunakan data-data dari hasil program pengampunan pajak (tax amnesty) maupun data dan informasi dari sumber lainnya untuk menyisir potensi penerimaan pajak.
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengaku telah menelusuri transfer dana sebesar US$1,4 miliar atau sekitar Rp18,9 triliun milik nasabah Indonesia dari Guernsey, Inggris ke Singapura melalui Standard Chartered Plc. Hasil pelacakan tersebut telah diserahkan kepada Ditjen Pajak. Wakil Kepala PPATK Dian Ediana Rae mengatakan laporan hasil penelusuran transfer dana jumbo tersebut diduga merupakan aliran duit dalam rangka pengelakan atau pengemplangan pajak (tax evasion). Pemilik dana sekitar Rp 18,9 triliun itu, diakui Dian, bukan hanya nasabah individu atau perorangan. Melainkan sejumlah perusahaan dan pengusaha berkewarganegaraan Indonesia.
Pemerintah diprediksi akan kesulitan untuk meraih target pajak yang sesuai dengan rencana dalam APBNP 2017 sebesar Rp1.284 triliun. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution yang ditanya terkait hal ini enggan berkomentar. Dirinya masih disibukan dengan program perekonomian lain seperti kemudahan berusaha, hutan sosial, dan peremajaan perkebunan sawit.
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.