JAKARTA, DDTCNews – Pajak atas nilai tanah (land value tax/ LVT) dinilai punya banyak kelebihan yang tak dimiliki oleh Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), di luar kesesuaiannya dengan tujuan untuk mengurangi konsentrasi pemilikan tanah dan kesenjangan ekonomi.
(Baca: Tahun Ini, Pajak Progresif Tanah Idle Bakal Diterapkan)
Kepala DDTC Fiscal Research B. Bawono Kristiaji mengatakan tidak seperti PBB, BPHTB dan PPh final transaksi tanah, LVT lebih bersifat netral karena tidak mengakibatkan distorsi terhadap ekonomi atau secara khusus terhadap keputusan bisnis yang menyangkut jenis dan besaran investasi atas tanah.
(Baca: Pemerintah Agar Kaji Penerapan LVT)
“Berbeda dengan hampir seluruh pajak lainnya, beban pajak yang bersumber dari LVT ini tidak bersifat menghambat ekonomi. Jadi ia tidak distortif, tetapi justru lebih mendorong peningkatan produktivitas ekonomi. Ini salah satu kelebihan LVT dibandingkan pajak yang lain,” ujarnya dalam diskusi internal DDTC, Selasa (31/1).
Bawono menambahkan di luar itu, LVT juga lebih mudah diadministrasikan. Oleh karena itu, penerimaan pajaknya lebih terjamin. Dengan berbagai keunggulan tersebut, tidak mengherankan jika lebih dari 30 negara telah menerapkan LVT, mulai dari Denmark hingga Meksiko, dari Namibia hingga Jepang.
“Dalam konteks desain kebijakan LVT di Indonesia, penting bagi pemerintah untuk merumuskan kerangka hukum sekaligus cara pemungutannya. Apakah LVT ini diperlakukan sebagai pajak tambahan atas PBB, atau ia pajak yang berdiri sendiri. Ini harus clear dan terang,” katanya.
Selain itu, penentuan atas batasan luas tanah atau batasan bagi pihak yang terkena kewajiban ini juga perlu dipertimbangkan. Hal ini untuk menjamin efektivitas sekaligus untuk tidak memberikan beban tambahan bagi warga yang bukan sasaran LVT, yaitu warga yang bukan spekulan.
Dengan demikian, tujuan LVT untuk mencegah aksi spekulasi tanah yang melambungkan harga tanah di atas harga normal dapat tercapai. Pada akhirnya, hal ini mengoreksi distribusi kepemilikan tanah, salah satu pangkal kesenjangan ekonomi yang menjadi fokus agenda pemerintah tahun ini.
(Baca: Sofyan: Ada Kesenjangan, Perlu Reformasi)
“LTV ini tentu tidak berdiri sendiri. Ia bisa dipertimbangkan sebagai salah satu jalan keluar dari persoalan agraria dan kesenjangan ekonomi. Tapi masih banyak kebijakan lain yang perlu dirumuskan, karena memang penyebab kesenjangan bisa macam-macam, obatnya pun bisa macam-macam.” (Amu/Gfa)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.