PP 27/2017

Ini Fasilitas Perpajakan untuk Kontraktor Migas Skema Cost Recovery

Redaksi DDTCNews | Jumat, 17 Februari 2023 | 16:00 WIB
Ini Fasilitas Perpajakan untuk Kontraktor Migas Skema Cost Recovery

Fasilitas hulu migas. (foto: pertamina.com/energia)

JAKARTA, DDTCNews - Kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) memiliki keleluasaan untuk memilih skema kontrak pembagian hasil produksi minyak dan gas bumi (migas). Demi mengundang investor, pemerintah tidak lagi membatasi skema bagi hasil hanya terbatas untuk gross split.

Melalui Peraturan Menteri ESDM 12/2020, KKKS bisa memilih skema cost recovery alias pengembalian biaya operasi, atau skema gross split. Terhadap masing-masing skema kontrak, pemerintah juga menawarkan fasilitas perpajakan. Untuk cost recovery, fasilitas perpajakan diatur secara khusus melalui Peraturan Pemerintah (PP) 27/2017.

"... untuk meningkatkan penemuan cadangan migas nasionak dan menggerakkan iklim investasi serta lebih memberikan kepastian hukum pada kegiatan usaha hulu migas ...," bunyi bagian pertimbangan PP 27/2017 mengungkap salah satu alasan diberikannya fasilitas perpajakan kepada investor migas, dikutip Jumat (17/2/2023).

Baca Juga:
Hingga 2028 ESDM Siap Tawarkan 60 Blok Migas untuk Investasi

Secara terperinci, pemberian fasilitas perpajakan diberikan terhadap kegiatan eksplorasi dan eksploitasi.

Fasilitas Perpajakan Eksplorasi

Pasal 26A PP 27/2017 menyebutkan fasilitas yang diberikan kepada kontraktor selama masa eksplorasi di antaranya adalah, pertama, pembebebasan pungutan bea masuk atas impor barang yang digunakan dalam rangka operasi perminyakan.

Baca Juga:
Konsumsi Kelas Menengah Stabil, Ekonomi Diprediksi Tumbuh di Atas 5%

Kedua, PPN atau PPnBM yang terutang tidak dipungut atas 4 hal. Keempatnya adalah perolehan barang kena pajak (BKP) tertentu dan/atau jasa kena pajak (JKP) tertentu, impor BKP tertentu, pemanfaatan BKP tidak berwujud tertentu, dan/atau pemanfaatan JKP tertentu yang digunakan di dalam rangka operasi perminyakan.

Ketiga, atas aktivitas eksplorasi juga tidak dilakukan pemungutan PPh Pasal 22 atas impor barang yang telah memperoleh fasilitas pembebasan dari pungutan bea masuk.

Keempat, pengurangan PBB sebesar 100% dari pajak bumi dan bangunan migas terutang yang tercantum dalam SPPT selama masa eksplorasi.

Baca Juga:
Sudah Ada Banyak Insentif Pajak, DJP Ingin Daya Saing UMKM Meningkat

Fasilitas Perpajakan Eksploitasi

Pasal 26B kemudian mengatur secara terperinci mengenai fasilitas perpajakan selama aktivitas eksploitasi. Pada tahap eksploitasi, termasuk kegiatan pengolahan lapangan, pengangkutan, penyimpanan, dan penjualan hasil produksi sendiri sebagai kelanjutan dari kegiatan usaha hulu migas, kontraktor diberikan sejumlah fasilitas.

Kontraktor akan mendapatkan fasilitas, pertama, pembebasan pungutan bea masuk atas impor barang yang digunakan dalam rangka operasi perminyakan.

Baca Juga:
Tersisa 2 Bulan untuk Manfaatkan PPN Rumah 100% Ditanggung Pemerintah

Kedua, pembebasan pungutan bea masuk atas impor barang yang digunakan selama masa eksploitasi berlaku atas 4 hal. Keempatnya adalah perolehan BKP tertentu dan/atau JKP tertentu, impor BKP tertentu, pemanfaatan BKP tidak berwujud tertentu, dan pemanfaatan JKP tertentu.

Ketiga, kontraktor juga tidak akan dilakukan pemungutan PPh Pasal 22 atas impor barang yang telah memperoleh fasilitas pembebasan dari pungutan bea masuk.

Keempat, pengurangan PBB atas tubuh bumi paling tinggi sebesar 100% dari PBB migas terutang yang tercantum dalam SPPT.

Baca Juga:
Cek Update Aturan Insentif PPN Rumah Tapak dan Rusun DTP di DDTC ITM

Namun perlu dicatat, fasilitas perpajakan tersebut hanya bisa dimanfaatkan oleh kontraktor yang telah menyesuaikan kontrak bagi hasil (PSC)-nya sesuai dengan PP 27/2017.

"KKKS ... dapat memilih untuk mengikuti ketentuan kontrak kerja (KKS) sama atau melakukan penyesuaian secara keseluruhan dengan ketentuan dalam PP ini dengan menyesuaikan KKS dalam jangka waktu 6 bulan sejak berlakunya PP ini," bunyi Pasal 38A PP 27/2017.

Dengan ketentuan tersebut, pemegang kontrak bagi hasil yang belum menyesuaikan PSC-nya dengan PP 27/2017 'seolah-olah' tidak bisa memanfaatkan fasilitas-fasilitas perpajakan yang diberikan pemerintah. Padahal, batas waktu penyesuaian kontrak-kontrak PSC sudah berakhir pada akhir 2017 lalu. (sap)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Sabtu, 19 Oktober 2024 | 14:30 WIB KEBIJAKAN ENERGI

Hingga 2028 ESDM Siap Tawarkan 60 Blok Migas untuk Investasi

Sabtu, 19 Oktober 2024 | 14:00 WIB PEREKONOMIAN INDONESIA

Konsumsi Kelas Menengah Stabil, Ekonomi Diprediksi Tumbuh di Atas 5%

Sabtu, 19 Oktober 2024 | 09:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Sudah Ada Banyak Insentif Pajak, DJP Ingin Daya Saing UMKM Meningkat

Kamis, 17 Oktober 2024 | 09:05 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Tersisa 2 Bulan untuk Manfaatkan PPN Rumah 100% Ditanggung Pemerintah

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN