Ilustrasi.
NAIROBI, DDTCNews - Klausul pada proposal Pilar 1: Unified Approach yang mewajibkan pencabutan pajak digital atau digital services tax (DST) menjadi salah satu alasan Kenya belum mau menyetujui solusi 2 pilar yang diusung oleh OECD.
Komisioner Kenya Revenue Authority (KRA) Terra Saidimu mengatakan negaranya telah mendapatkan banyak manfaat penerimaan pajak dengan berlakunya DST. Saidimu bahkan mengatakan DST telah mampu menekan praktik penghindaran pajak oleh beberapa korporasi multinasional yang beroperasi di Kenya.
"Kita harus benar-benar mengetahui apa yang bisa kita dapat [dari Pilar 1] sebelum kita melepaskan apa yang sudah kita miliki [DST]," ujar Saidimu seperti dilansir cnbcafrica.com, dikutip Kamis (14/10/2021).
Untuk diketahui, Kenya telah menerapkan DST digital dengan tarif sebesar 1,5% atas produk digital yang dijual di yurisdiksinya. KRA mencatat sudah terdapat 89 perusahaan yang menyetorkan pajak tersebut ke kas negara.
Pada Pilar 1, hanya korporasi multinasional dengan pendapatan global sebesar EUR20 miliar dan profitabilitas di atas 10% saja yang labanya direalokasikan dan menjadi hak pemajakan bagi yurisdiksi pasar.
Dengan ketentuan Pilar 1, Saidimu mengatakan hanya 11 perusahaan saja yang nantinya tercakup dan wajib membayar pajak kepada KRA. Oleh karena itu, DST yang saat ini dikenakan dipandang masih lebih menguntungkan.
Selain Kenya, negara yang belum menyetujui solusi 2 pilar yang diusung oleh OECD antara lain Nigeria, Pakistan, dan Sri Lanka.
Dalam OECD Secretary-General Tax Report to G20 Finance Ministers and Central Bank Governors, OECD mengatakan akan terus berkomunikasi dengan yurisdiksi-yurisdiksi anggota Inclusive Framework yang belum turut serta menyetujui konsensus.
"Masih terdapat beberapa yurisdiksi yang belum menyetujui solusi 2 pilar, OECD akan terus berkomunikasi dengan mereka guna menjembatani perbedaan-perbedaan yang ada," tulis OECD.
Baca ulasan lengkap DDTC terkait konsensus pajak global di Selangkah Lagi Mencapai Konsensus Global Pajak Digital. (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.