KONSENSUS PAJAK GLOBAL

Ini Alasan Kenya Enggan Setujui Konsensus Pajak Global

Muhamad Wildan | Sabtu, 16 Oktober 2021 | 12:30 WIB
Ini Alasan Kenya Enggan Setujui Konsensus Pajak Global

Ilustrasi.

NAIROBI, DDTCNews - Klausul pada proposal Pilar 1: Unified Approach yang mewajibkan pencabutan pajak digital atau digital services tax (DST) menjadi salah satu alasan Kenya belum mau menyetujui solusi 2 pilar yang diusung oleh OECD.

Komisioner Kenya Revenue Authority (KRA) Terra Saidimu mengatakan negaranya telah mendapatkan banyak manfaat penerimaan pajak dengan berlakunya DST. Saidimu bahkan mengatakan DST telah mampu menekan praktik penghindaran pajak oleh beberapa korporasi multinasional yang beroperasi di Kenya.

"Kita harus benar-benar mengetahui apa yang bisa kita dapat [dari Pilar 1] sebelum kita melepaskan apa yang sudah kita miliki [DST]," ujar Saidimu seperti dilansir cnbcafrica.com, dikutip Kamis (14/10/2021).

Baca Juga:
Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Untuk diketahui, Kenya telah menerapkan DST digital dengan tarif sebesar 1,5% atas produk digital yang dijual di yurisdiksinya. KRA mencatat sudah terdapat 89 perusahaan yang menyetorkan pajak tersebut ke kas negara.

Pada Pilar 1, hanya korporasi multinasional dengan pendapatan global sebesar EUR20 miliar dan profitabilitas di atas 10% saja yang labanya direalokasikan dan menjadi hak pemajakan bagi yurisdiksi pasar.

Dengan ketentuan Pilar 1, Saidimu mengatakan hanya 11 perusahaan saja yang nantinya tercakup dan wajib membayar pajak kepada KRA. Oleh karena itu, DST yang saat ini dikenakan dipandang masih lebih menguntungkan.

Baca Juga:
Negara Tetangga Ini Bakal Bebaskan Hutan Mangrove dari Pajak

Selain Kenya, negara yang belum menyetujui solusi 2 pilar yang diusung oleh OECD antara lain Nigeria, Pakistan, dan Sri Lanka.

Dalam OECD Secretary-General Tax Report to G20 Finance Ministers and Central Bank Governors, OECD mengatakan akan terus berkomunikasi dengan yurisdiksi-yurisdiksi anggota Inclusive Framework yang belum turut serta menyetujui konsensus.

"Masih terdapat beberapa yurisdiksi yang belum menyetujui solusi 2 pilar, OECD akan terus berkomunikasi dengan mereka guna menjembatani perbedaan-perbedaan yang ada," tulis OECD.

Baca ulasan lengkap DDTC terkait konsensus pajak global di Selangkah Lagi Mencapai Konsensus Global Pajak Digital. (sap)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:30 WIB KPP PRATAMA BENGKULU SATU

Mobil Rp200 Juta Disita KPP, Bakal Dilelang Kalau Utang Tak Dilunasi

Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?