REFORMASI PERPAJAKAN

Ini 3 Urgensi Reformasi Perpajakan Versi BKF

Redaksi DDTCNews | Senin, 12 Oktober 2020 | 14:10 WIB
Ini 3 Urgensi Reformasi Perpajakan Versi BKF

Kepala BKF Kemenkeu Febrio Kacaribu memaparkan materi dalam Media Briefing, Senin (12/10/2020). (tangkapan layar Youtube Kemenkeu)

JAKARTA, DDTCNews – Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu menyebut 3 faktor yang mendesak pemerintah untuk melakukan reformasi perpajakan.

Kepala BKF Kemenkeu Febrio Kacaribu mengatakan reformasi perpajakan dijalankan untuk menjaga penerimaan perpajakan yang optimal dan memberikan insentif yang lebih tepat sasaran. Menurutnya, dengan jalan reformasi tersebut, kinerja tax ratio dapat meningkat.

"Iklim usaha saat ini belum ideal dan kemudian dilakukan reformasi yang komprehensif soal perpajakan. Oleh karena itu, muncul kluster perpajakan dalam omnibus law [cipta kerja]," katanya dalam Media Briefing, Senin (12/10/2020)

Baca Juga:
Sri Mulyani Atur Ulang Ketentuan Penghapusan Piutang Pajak

Febrio menjelaskan urgensi pertama untuk melakukan reformasi perpajakan adalah masih adanya ketimpangan kontribusi suatu sektor usaha terhadap penerimaan pajak dengan kontribusi terhadap produk domestik bruto (PDB).

Kontribusi sektor manufaktur terhadap PDB nasional pada 2019 mencapai 20,5%. Kinerja tersebut tidak berbeda jauh dengan kontribusinya terhadap penerimaan pajak yang sebesar 27,4%. Sektor perdagangan berkontribusi sebesar 13,6% terhadap PDB dan 18,67% terhadap penerimaan pajak.

Namun, kondisi berbeda terjadi pada sektor pertanian. Kontribusi sektor pertanian terhadap penerimaan pajak pada 2019 sebesar 1,34%. Jumlah tersebut jauh dari kontribusi sektor pertanian kepada PDB 2019 yang mencapai 13,3%.

Baca Juga:
DJBC Pertegas Aturan Teknik Sampling pada Audit Kepabeanan dan Cukai

Situasi serupa terjadi pada sektor konstruksi dan real estate dengan kontribusi kepada penerimaan pajak 2019 sebesar 6,77%. Sementara itu, kontribusi kepada PDB pada tahun yang sama mencapai 14,1%.

"Jadi, ada sektor yang beban pajaknya cukup besar seperti manufaktur dan perdagangan. Kemudian masih ada yang kontribusinya relatif rendah seperti sektor pertanian serta konstruksi dan real estate. Aspek ini kami pelajari. Apakah kebijakan perpajakan saat ini sudah fair?" ungkapnya.

Urgensi kedua dari reformasi perpajakan adalah untuk mendorong kinerja penerimaan yang optimal dengan belanja perpajakan yang tepat sasaran. Febrio menyebutkan angka estimasi belanja perpajakan terus meningkat setiap tahun dengan komposisi utama insentif jenis PPN sebesar 65% dari total estimasi belanja perpajakan.

Baca Juga:
Pajak Minimum Global, Capacity Building & Kepastian Hukum Jadi Kunci

Urgensi ketiga adalah untuk meningkatkan kontribusi pajak dari sektor usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Febrio menyebutkan sektor UMKM menjadi potret besarnya sektor informal dalam perekonomian nasional yang tidak terjangkau oleh administrasi perpajakan.

Menurutnya, masih ada tantangan untuk menjangkau UMKM masuk sistem perpajakan, seperti batasan pengusaha kena pajak (PKP) senilai Rp4,8 miliar serta kebijakan insentif yang justru membuat UMKM lebih memilih rezim PPh final ketimbang masuk rezim normal PPh.

"Jadi, harus dilihat apakah skema saat ini sudah tepat untuk jaga keseimbangan penerimaan dan insentif. Ini perlu dipikirkan pelan-pelan agar tax ratio yang tertekan dapat pulih bertahap,” jelasnya. (kaw)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Senin, 27 Januari 2025 | 13:30 WIB PMK 117/2024

Sri Mulyani Atur Ulang Ketentuan Penghapusan Piutang Pajak

Minggu, 26 Januari 2025 | 08:00 WIB PMK 114/2024

DJBC Pertegas Aturan Teknik Sampling pada Audit Kepabeanan dan Cukai

Rabu, 22 Januari 2025 | 16:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Pajak Minimum Global, Capacity Building & Kepastian Hukum Jadi Kunci

BERITA PILIHAN
Jumat, 31 Januari 2025 | 19:30 WIB KONSULTASI PAJAK    

DJP Bisa Tentukan Nilai Harta Berwujud, Ini yang Perlu Diperhatikan

Jumat, 31 Januari 2025 | 19:00 WIB PMK 136/2024

Pajak Minimum Global Bagi WP CbCR Bisa Dinolkan, Begini Kriterianya

Jumat, 31 Januari 2025 | 17:15 WIB DDTC ACADEMY - INTENSIVE COURSE

Wah, Transaksi Intragrup Naik! Perlu Paham Transfer Pricing

Jumat, 31 Januari 2025 | 16:11 WIB CORETAX SYSTEM

Bermunculan Surat Teguran yang Tak Sesuai di Coretax? Jangan Khawatir!

Jumat, 31 Januari 2025 | 15:47 WIB PEREKONOMIAN INDONESIA

Banyak Tantangan, Insentif Fiskal Jadi Andalan untuk Jaga Pertumbuhan

Jumat, 31 Januari 2025 | 15:31 WIB KEBIJAKAN PAJAK

WP Tax Holiday Terdampak Pajak Minimum Global, PPh Badan Turun Lagi?

Jumat, 31 Januari 2025 | 15:11 WIB KEBIJAKAN INVESTASI

Supertax Deduction Kurang Laku, Ternyata Banyak Investor Tak Tahu

Jumat, 31 Januari 2025 | 14:30 WIB PROVINSI JAWA BARAT

Demi Kejar Pajak, Dinas ESDM Petakan Ulang Sumur Air Tanah di Daerah

Jumat, 31 Januari 2025 | 13:45 WIB PAJAK MINIMUM GLOBAL

Ada Pajak Minimum Global, RI Cari Cara Biar Insentif KEK Tetap Menarik

Jumat, 31 Januari 2025 | 13:25 WIB TAX CENTER UNIVERSITAS ADVENT SURYA NUSANTARA

Gratis untuk Umum! Sosialisasi Soal Coretax, PPN 12%, dan SAK EMKM-EP