REVISI UU KUP

Ini 2 Tahapan Rencana Perubahan PPnBM Jadi PPN

Dian Kurniati | Minggu, 11 Juli 2021 | 08:00 WIB
Ini 2 Tahapan Rencana Perubahan PPnBM Jadi PPN

Ilustrasi. 

JAKARTA, DDTCNews – Melalui rancangan revisi Undang-Undang (UU) Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), pemerintah akan mengubah skema pengenaan PPnBM menjadi PPN dengan tarif lebih tinggi.

Pengenaan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) yang lebih tinggi dapat dilakukan karena lebih sederhana. Skema ini juga dapat meningkatkan penerimaan dengan penambahan kelompok barang kena pajak (BKP) yang tergolong mewah serta meredam distorsi ekonomi dan ketidakadilan.

“Serta lebih mudah dalam pengawasan sehingga lebih efektif untuk mencegah upaya penghindaran pajak,” tulis pemerintah dalam Naskah Akademik (NA) RUU KUP, dikutip pada Minggu (11/7/2021).

Baca Juga:
PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Implementasi perubahan skema pengenaan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) atas penyerahan BKP yang tergolong mewah menjadi pengenaan PPN dengan tarif lebih tinggi akan diberlakukan melalui 2 tahapan.

Pada tahapan pertama, pengenaan tarif PPN yang lebih tinggi akan diberlakukan bagi kelompok BKP yang tergolong mewah selain kendaraan bermotor. Terhadap BKP yang tergolong mewah berupa kendaraan bermotor akan tetap dikenakan PPnBM.

Pasalnya, penerimaan PPnBM selama 2015—2019 berada pada kisaran Rp9 triliun sampai dengan Rp13 triliun. Berdasarkan pada data Surat Pemberitahuan (SPT) Masa, penerimaan PPnBM yang berasal dari kendaraan bermotor mendominasi lebih dari 90% penerimaan PPnBM.

Baca Juga:
Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

Berdasarkan pada hasil perhitungan, pertambahan penerimaan PPN akan berbanding lurus dengan pertambahan persentase kenaikan tarif PPN. Pengenaan tarif PPN yang lebih tinggi pada kelompok BKP tergolong mewah selain kendaraan bermotor akan menambah penerimaan PPN menjadi lebih tinggi.

Namun demikian, mengingat selisih pertambahan tarif PPN tidak setinggi pengenaan tarif PPnBM, terjadi selisih penerimaan negara yang cukup signifikan dari berkurangnya objek PPnBM.

Di sisi lain, perubahan skema pengenaan PPnBM menjadi pengenaan PPN dengan tarif yang lebih tinggi akan lebih efektif untuk mencegah upaya penghindaran pajak yang dilakukan dengan memanfaatkan kelemahan skema PPnBM.

Baca Juga:
Anggota DPR Ini Minta Prabowo Kaji Ulang Kenaikan PPN Jadi 12 Persen

Selain itu, perubahan tersebut dapat memberikan ruang bagi pemerintah untuk menambah kelompok BKP yang tergolong mewah seperti barang-barang fashion berupa tas, arloji dan pakaian mewah, atau barang-barang elektronik dengan spesifikasi tertentu yang hanya dikonsumsi masyarakat berpenghasilan tinggi. Hal ini akan berdampak pada penambahan penerimaan negara.

Pada tahapan kedua, pengenaan tarif PPN yang lebih tinggi terhadap kelompok BKP yang tergolong mewah berupa kendaraan bermotor. Perhitungan penerimaan PPN pada tahapan kedua juga mendapatkan hasil yang serupa dengan perhitungan tahapan pertama.

Pertambahan penerimaan PPN pada tahapan kedua ini akan berbanding lurus dengan pertambahan persentase peningkatan tarif PPN.

Baca Juga:
DPR Sebut Penundaan Kenaikan PPN 12% Bisa Bangkitkan Kelas Menengah

Selisih penerimaan negara akibat peralihan skema pengenaan pajak terhadap kelompok BKP yang tergolong mewah berupa kendaraan bermotor akan terkompensasi apabila terhadap kelompok BKP yang tergolong mewah berupa kendaraan bermotor dikenakan tarif PPN sebesar 25%.

Sebagai informasi kembali, rencana perubahan pengenaan PPnBM menjadi PPN dengan tarif lebih tinggi tersebut menjadi bagian dari penerapan skema PPN multitarif. Nantinya, pada sistem PPN akan terdapat tarif umum, tarif yang lebih rendah untuk barang atau jasa kebutuhan pokok masyarakat, serta tarif lebih tinggi untuk barang kategori mewah. (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Anggota DPR Ini Minta Prabowo Kaji Ulang Kenaikan PPN Jadi 12 Persen

Sabtu, 19 Oktober 2024 | 16:00 WIB KEPATUHAN PAJAK

Punya Usaha Kecil-kecilan, Perlu Bayar Pajak Enggak Sih?

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN