KEBIJAKAN PAJAK

Implementasi PPN PMSE, Pemerintah Siapkan Dua Beleid Baru

Redaksi DDTCNews | Jumat, 28 Agustus 2020 | 09:32 WIB
Implementasi PPN PMSE, Pemerintah Siapkan Dua Beleid Baru

Kasubdit PPN Perdagangan, Jasa & Pajak Tidak Langsung Lainnya DJP Bonarsius Sipayung saat memberikan paparan dalam webinar bertajuk ‘Implementasi Pemungutan PPN Berdasarkan PMK-48’ yang digelar oleh KAPj-IAI, Kamis (27/8/2020).

JAKARTA, DDTCNews—Ditjen Pajak (DJP) akan menyiapkan dua beleid baru setingkat peraturan menteri keuangan (PMK) guna melengkapi penerapan PPN perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) yang diatur dalam PMK No.48/2020.

Kasubdit PPN Perdagangan, Jasa & Pajak Tidak Langsung Lainnya DJP Bonarsius Sipayung mengatakan beleid pertama bakal mengatur tata cara penunjukan perwakilan di dalam negeri untuk perusahaan asing yang ditunjuk sebagai pemungut dan penyetor PPN PMSE.

Untuk beleid kedua, akan mengatur mengenai mekanisme pemberian bagi pelaku usaha asing PPN PMSE yang tidak patuh. "Dalam waktu dekat ini ada dua PMK baru terkait penunjukan perwakilan dan pengenaan sanksi," katanya Kamis (27/8/2020).

Baca Juga:
Banyak Tantangan, Insentif Fiskal Jadi Andalan untuk Jaga Pertumbuhan

Bonarsius menyebutkan penerbitan regulasi terkait dengan sanksi dan kewajiban pemenuhan perpajakan yang diatur belakangan ini merupakan strategi otoritas pajak kepada perusahaan teknologi asing untuk masuk dalam skema PPN PMSE.

Menurutnya agenda pertama DJP yang dikejar dari periode awal penerapan PPN PMSE adalah memastikan kebijakan dapat berjalan efektif dan menjangkau banyak pelaku usaha digital asing.

Perihal sanksi, Bonarsius menyebutkan terdapat dua saluran utama. Pertama, melalui UU KUP sebagaimana diatur dalam UU No.2/2020. Kedua, mekanisme sanksi berupa pemutusan akses situs atau aplikasi bagi konsumen Indonesia.

Baca Juga:
Gratis untuk Umum! Sosialisasi Soal Coretax, PPN 12%, dan SAK EMKM-EP

Menurutnya, skema sanksi berupa pemutusan akses lebih efektif untuk menjamin kepatuhan dibandingkan menggunakan dengan sarana UU KUP seperti melakukan pemeriksaan hingga penagihan pajak.

Meski begitu, Bonarsius menyebutkan skema sanksi berupa pemutusan akses membutuhkan dukungan dan kerja dengan Kominfo sebagai regulator jaringan dan frekuensi komunikasi di Indonesia termasuk akses internet.

Selain itu, lanjutnya, dibutuhkan juga kerja sama dengan Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk memantau lalu lintas keuangan pelaku bisnis digital dengan konsumen di Indonesia.

Baca Juga:
Seluruh K/L Diminta Usulkan Revisi Belanja Paling Lambat 14 Februari

"Menggunakan sanksi dalam KUP untuk ekonomi digital seperti PPN PMSE itu costly dan kurang efektif," tuturnya.

Selain soal sanksi, Bonarsius menilai tantangan terbesar DJP untuk penerapan PPN PMSE adalah memastikan adanya sistem untuk menjalankan fungsi pengawasan bagi pelaku usaha yang ditunjuk sebagai pemungut dan penyetor pajak.

Modal kepercayaan saja, sambungnya, tidak cukup untuk memastikan kepatuhan pajak bagi pelaku usaha digital dari luar negeri. Menurutnya, perlu juga dibangun sistem pengawasan yang baik terhadap para pemungut PPN PMSE.

"Pengawasan tidak hanya berdasarkan kepercayaan, kami harus punya sistem pengawasan yang baik dengan bekerjasama dengan Kominfo sebagai regulator bandwidth dan BI serta OJK untuk pengawasan payment gateway-nya," ujarnya. (rig)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 31 Januari 2025 | 15:47 WIB PEREKONOMIAN INDONESIA

Banyak Tantangan, Insentif Fiskal Jadi Andalan untuk Jaga Pertumbuhan

Jumat, 31 Januari 2025 | 13:25 WIB TAX CENTER UNIVERSITAS ADVENT SURYA NUSANTARA

Gratis untuk Umum! Sosialisasi Soal Coretax, PPN 12%, dan SAK EMKM-EP

Jumat, 31 Januari 2025 | 09:30 WIB AMERIKA SERIKAT

AS Buka Opsi Batalkan Bea Masuk 25% Atas Impor dari Kanada dan Meksiko

Kamis, 30 Januari 2025 | 17:55 WIB PAJAK INTERNASIONAL

Penghindaran Pajak Lebih Rugikan Negara Berkembang daripada yang Maju

BERITA PILIHAN
Jumat, 31 Januari 2025 | 19:30 WIB KONSULTASI PAJAK    

DJP Bisa Tentukan Nilai Harta Berwujud, Ini yang Perlu Diperhatikan

Jumat, 31 Januari 2025 | 19:00 WIB PMK 136/2024

Pajak Minimum Global Bagi WP CbCR Bisa Dinolkan, Begini Kriterianya

Jumat, 31 Januari 2025 | 17:15 WIB DDTC ACADEMY - INTENSIVE COURSE

Wah, Transaksi Intragrup Naik! Perlu Paham Transfer Pricing

Jumat, 31 Januari 2025 | 16:11 WIB CORETAX SYSTEM

Bermunculan Surat Teguran yang Tak Sesuai di Coretax? Jangan Khawatir!

Jumat, 31 Januari 2025 | 15:47 WIB PEREKONOMIAN INDONESIA

Banyak Tantangan, Insentif Fiskal Jadi Andalan untuk Jaga Pertumbuhan

Jumat, 31 Januari 2025 | 15:31 WIB KEBIJAKAN PAJAK

WP Tax Holiday Terdampak Pajak Minimum Global, PPh Badan Turun Lagi?

Jumat, 31 Januari 2025 | 15:11 WIB KEBIJAKAN INVESTASI

Supertax Deduction Kurang Laku, Ternyata Banyak Investor Tak Tahu

Jumat, 31 Januari 2025 | 14:30 WIB PROVINSI JAWA BARAT

Demi Kejar Pajak, Dinas ESDM Petakan Ulang Sumur Air Tanah di Daerah

Jumat, 31 Januari 2025 | 13:45 WIB PAJAK MINIMUM GLOBAL

Ada Pajak Minimum Global, RI Cari Cara Biar Insentif KEK Tetap Menarik

Jumat, 31 Januari 2025 | 13:25 WIB TAX CENTER UNIVERSITAS ADVENT SURYA NUSANTARA

Gratis untuk Umum! Sosialisasi Soal Coretax, PPN 12%, dan SAK EMKM-EP