AMERIKA SERIKAT

IMF: Proposal OECD Pilar 1 Bisa Gerus Penerimaan Negara Berkembang

Muhamad Wildan | Senin, 20 September 2021 | 14:30 WIB
IMF: Proposal OECD Pilar 1 Bisa Gerus Penerimaan Negara Berkembang

Ilustrasi IMF. (foto: financialexpress.com)

WASHINGTON D.C., DDTCNews - International Monetary Fund (IMF) memperkirakan tambahan penerimaan pajak yang diterima oleh negara berkembang di Asia dari Pilar 1: Unified Approach tidak akan besar.

Dalam laporannya. IMF menyebutkan pengenaan pajak korporasi multinasional sebagaimana diatur dalam Pilar 1 bahkan dapat berpotensi menggerus atau mengurangi penerimaan pajak negara-negara berkembang termasuk Indonesia.

"Negara berkembang seperti India, Indonesia, dan Malaysia bisa kehilangan penerimaan sebesar 0,01% dari PDB atau mendapatkan tambahan penerimaan yang cenderung minim," tulis IMF dalam laporannya yang berjudul Digitalization and Taxation in Asia, Senin (20/9/2021).

Baca Juga:
PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Menurut IMF, yurisdiksi yang diproyeksikan akan mendapatkan tambahan penerimaan dari penerapan Pilar 1 justru adalah negara-negara berpenghasilan tinggi antara lain seperti Australia, Jepang, Korea, dan China.

Yurisdiksi yang diperkirakan terdampak negatif dari Amount A proposal Pilar 1 adalah Singapura dan Hong Kong. Kedua negara tresebut diperkirakan akan kehilangan penerimaan pajak sebesar 0,15% akibat realokasi hak pemajakan atas residual profit kepada yurisdiksi pasar.

"Hal ini tidak mengagetkan mengingat adanya disproporsionalitas antara residual profit dan market share pada yurisdiksi investment hub," sebut IMF dalam laporannya.

Baca Juga:
WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Berdasarkan perhitungan Badan Kebijakan Fiskal (BKF) bersama Ditjen Pajak (DJP) sebelumnya, diperkirakan akan ada lebih dari 100 korporasi multinasional yang memiliki pendapatan global lebih dari €20 miliar dan profitabilitas lebih dari 10%.

Meski demikian, akan terdapat beberapa korporasi multinasional yang memiliki penjualan signifikan di Indonesia, tetapi tidak tercakup dalam Pilar 1 akibat tidak terpenuhinya threshold pendapatan global senilai €20 miliar.

Untuk itu, tak mengherankan apabila timbul pertanyaan mengenai manfaat yang diperoleh Indonesia dengan adanya Pilar 1 dan realokasi hak pemajakan kepada yurisdiksi pasar sebagaimana diatur pada proposal tersebut. (rig)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN