RISET EKONOMI

IMF Klaim Profit Perusahaan Sangat Sensitif Pajak

Redaksi DDTCNews | Selasa, 31 Juli 2018 | 16:30 WIB
IMF Klaim Profit Perusahaan Sangat Sensitif Pajak

WASHINGTON, DDTCNews – International Monetary Fund (IMF) telah menerbitkan working paper yang mencatat 1% kenaikan tarif pajak perusahaan akan mengurangi penghasilan perusahaan sebelum pajak (pre-tax corporate profit) sebanyak 1,5%.

Berdasarkan working paper IMF 'International Corporate Tax Avoidance: A Revier of the Channels, Magnitudes and Blind Spots' yang terbit 23 Juli lalu mencatat sensitivitas pajak terhadap laba perusahaan sebelum pajak relatif tinggi dan akan meningkat seiring waktu.

Makalah ini didasarkan pada meta-analisis dari 37 studi individu yang mengukur 'semi-elastisitas' laba perusahaan sebelum pajak yang berkaitan dengan perbedaan tingkat pajak, serta didefinisikan sebagai persentase perubahan laba sebelum pajak dengan tingkat pajak perusahaan 1 poin persentase diferensial.

Baca Juga:
The Fed Turunkan Suku Bunga, Sri Mulyani Harap Ekonomi Makin Positif

“Kami menemukan bahwa semi elastisitas telah meningkat dari waktu ke waktu dan nilai sekitar 1,5% berlaku untuk beberapa tahun terakhir. Analisa ini sangat penting untuk membahas kebijakan tentang perubahan laba dan untuk kalibrasi model yang memperhitungkan penghindaran pajak,” mengutip isi working paper IMF, Selasa (31/7).

Celah penghindaran pajak yang diidentifikasi itu meliputi transaksi intragroup yang salah harga (transfer mispricing), transfer kepemilikan kekayaan intelektual maupun risiko kontraktual terhadap negara-negara dengan tarif pajak rendah, serta utang intragroup.

Misalnya, penghindaran status Bentuk Usaha Tetap (BUT) atau permanent establishment (PE) yang menyiratkan tidak ada laba dilaporkan di tempat pertama. Sebagai alternatif, penghindaran pajak dividen pada repatriasi akan berubah setelah penghitungan nilai pajak.

Baca Juga:
APBN 2025 Disusun Siap Hadapi Gejolak Geopolitik, Ini Kata Sri Mulyani

Data terbaru yang digunakan oleh salah satu dari 37 studi yang termasuk dalam meta-analisis adalah data tahun 2012, sehingga hasilnya tidak mencerminkan dampak perkembangan pajak internasional baru-baru ini, seperti proyek base erosion and profit shifting (BEPS) OECD, Tax Cuts and Jobs Act (Public Law 115-97), dan proliferasi tindakan anti-avoidance unilateral.

Meskipun menemukan hubungan yang kuat antara tarif pajak perusahaan dan laba sebelum pajak, working paper IMF memperkirakan total laba yang bergeser oleh perusahaan multinasional secara global agak lebih rendah dibanding studi sebelumnya.

Pada studi sebelumnya, pergeseran laba itu mengurangi pendapatan pajak perusahaan global sekitar 2,6% dari basis pajak perusahaan global dan 0,07% dari PDB global. Namun, efek pada basis pajak sebelum implementasi TCJA AS, baik dalam bentuk absolut maupun persentase, jauh lebih besar daripada rata-rata global.

Baca Juga:
Kelas Menengah Indonesia Turun, Jokowi: Problem di Hampir Semua Negara

Tarif pajak keseluruhan atanra federal dengan negara bagian yang mencapai 40% menunjukkan basis pajak sebesar US$900 miliar. Tarif pajak perusahaan yang tinggi relatif mengimplikasikan pergeseran laba bersih dari AS sebesar US$198 miliar dan mencerminkan basis pajak sebenarnya sekitar US$1.095 miliar.

"Oleh karena itu, kegiatan pengalihan laba bisa mengikis basis pajak AS sekitar 17%, atau 0,4% dari PDB AS,” mengutip Tax Notes International Vol.91 No.5, Selasa (31/7).

Dampak yang akan timbul bahkan lebih jelas meski dalam arah yang berlawanan terhadap 15 negara dengan tarif pajak perusahaan terendah, termasuk Irlandia, Malta, dan Singapura. Pergeseran laba meningkatkan pendapatan pajak perusahaan di negara-negara tersebut hampir 20% dari basis pajak perusahaan dan 0,43% dari PDB.

Kurangnya analisis perubahan laba yang sistematis terjadi karena sifatnya yang sangat teknis, kompleks, serta kurangnya data yang sesuai. Analisis lebih dalam di bidang ini diperlukan untuk memajukan pemahaman tentang anatomi penghindaran pajak internasional. (Gfa/Amu)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 20 September 2024 | 14:30 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

The Fed Turunkan Suku Bunga, Sri Mulyani Harap Ekonomi Makin Positif

Jumat, 20 September 2024 | 09:30 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

APBN 2025 Disusun Siap Hadapi Gejolak Geopolitik, Ini Kata Sri Mulyani

Minggu, 01 September 2024 | 15:30 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kelas Menengah Indonesia Turun, Jokowi: Problem di Hampir Semua Negara

Rabu, 28 Agustus 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Pertumbuhan Ekonomi 5 Persen Tak Cukup Bawa Indonesia Jadi Negara Maju

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN