TIMUR TENGAH

Harga Minyak Rendah Bikin Negara Teluk Mulai Kenakan Pajak

Muhamad Wildan | Minggu, 11 April 2021 | 12:01 WIB
Harga Minyak Rendah Bikin Negara Teluk Mulai Kenakan Pajak

Salah satu jalan di Manama, Bahrain. Harga minyak mentah yang rendah sejak 2015, tren penggunaan energi terbarukan, serta pandemi Covid-19 pada tahun lalu dinilai telah mengubah sistem perpajakan yang berlaku di negara Teluk anggota Gulf Cooperation Council (GCC). (Foto: dreamstime.com)

DUBAI, DDTCNews - Harga minyak mentah yang rendah sejak 2015, tren penggunaan energi terbarukan, serta pandemi Covid-19 pada tahun lalu dinilai telah mengubah sistem perpajakan yang berlaku di negara Teluk anggota Gulf Cooperation Council (GCC).

Negara-negara GCC yang selama ini tidak mengenakan pajak dan menggantungkan penerimaannya pada minyak bumi akhirnya harus mengenakan pajak demi menyokong penerimaan yang tertekan. Dengan ini, negara GCC berevolusi dari kawasan bebas pajak jadi kawasan dengan pajak rendah.

"Dengan desain yang baik, kebijakan pajak dapat menghasilkan dampak yang positif dan meningkatkan penerimaan serta daya saing," ujar PwC Middle East Tax and Legal Services Leader Mark Schofield, dikutip Selasa (6/4/2021).

Baca Juga:
Catat! Pengkreditan Pajak Masukan yang Ditagih dengan SKP Tak Berubah

Schofield mencatat dalam beberapa tahun terakhir negara-negara GCC telah berupaya untuk melakukan diversifikasi perekonomian sekaligus fiskal secara beriringan.

Agar memberikan dampak yang positif, diversifikasi perekonomian dan sumber penerimaan fiskal harus berjalan beriringan agar tidak terjadi kontradiksi antara satu dan yang lain.

Meski belum ada yang mulai mengenakan PPh atas penghasilan yang diterima oleh orang pribadi, setidaknya 3 negara GCC mulai mengenakan PPN dan cukai atas produk-produk tertentu sejak 2017.

Baca Juga:
Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Dari keenam negara anggota GCC, setidaknya hanya Oman yang mulai mewacanakan untuk mengenakan PPh atas penghasilan orang pribadi. Untuk saat ini, rencana tersebut masih belum diikuti oleh negara-negara lainnya.

Meski pajak yang dikenakan oleh pemerintah negara-negara GCC atas aktivitas bisnis di dalam yurisdiksi masing-masing cenderung jauh lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara lain, perkembangan ini bukannya tanpa risiko.

Schofield menilai terdapat risiko peningkatan biaya dan beban kepatuhan yang harus ditanggung oleh usaha lokal, terutama di tengah masa pemulihan dari pandemi Covid-19 dan diversifikasi perekonomian yang meninggalkan dominasi sektor minyak bumi.

Oleh karena itu, sistem pajak yang sedang dibangun oleh negara-negara GCC ke depan harus efisien dan tidak membebani dunia usaha dengan biaya kepatuhan yang tinggi. (Bsi)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra