Ilustrasi. (DDTCNews)
JAKARTA, DDTCNews – Mahkamah Konstitusi (MK) melanjutkan sidang uji materiil UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Kali ini, pemerintah menghadirkan beberapa ahli dalam sidang tersebut.
Pakar perpajakan Ansari Ritonga mengatakan NPWP perusahaan yang dinyatakan pailit baru dapat dihapuskan jika kewajiban perpajakannya sudah lunas. Bila pajak terutang masih belum lunas dibayar, NPWP tidak dapat dihapus.
Apabila pemberesan pailit oleh kurator sudah selesai tetapi masih ada utang pajak yang belum dilunasi maka hak kreditur untuk menagihnya masih terbuka.
"Atas pajak terutang yang tidak atau belum sepenuhnya dibayar dapat ditagih dengan penagihan paksa berdasarkan UU No. 19/2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa," katanya dalam laman resmi MK, dikutip Kamis (15/10/2020).
Sementara itu, pakar hukum kepailitan Teddy Anggoro mengatakan direksi perusahaan tidak bisa berlindung dengan doktrin business judgement rule untuk menghindar dari kewajiban pelunasan utang.
Ketika suatu perseroan mengalami kepailitan dan dilakukan pemberesan pailit oleh kurator, tanggung jawab direksi untuk memenuhi kewajiban perpajakan tidak otomatis beralih kepada kurator.
"Jika harta pailit cukup untuk membayar semua utang, maka tidak akan ada masalah. Tetapi ketika harta pailit tidak cukup maka secara logis negara memiliki mekanisme untuk meminta pertanggungjawaban memenuhi kewajiban perpajakan berupa utang pajak yang masih belum dilunasi tersebut kepada direksi atau pengurus yang bersangkutan," ujar Teddy.
Jika boedel pailit tidak mencukupi untuk membayar seluruh utang maka sisa utang yang belum dibayarkan kepada kreditur dapat ditagih kepada pengurus perseroan. Jika aset perseroan telah dilikuidasi, kreditur dapat menuntut kepada pihak dalam perseroan yang sudah dilikuidasi tersebut.
Seperti diketahui, gugatan atas UU KUP diajukan oleh mantan pengurus PT United Coal Indonesia (PT UCI) Taufik Surya Dharma. Dia menilai dua pasal dalam UU KUP yakni Pasal 2 ayat (6) dan Pasal 32 ayat (2) merugikan hak konstitusionalnya.
Akibat dua pasal tersebut, Taufik merasa dirugikan karena utang pajak PT UCI yang sudah dinyatakan pailit tetap ditagihkan kepada Taufik dengan nominal sebesar Rp193 miliar pada Mei 2019.
Menurutnya, utang pajak tersebut seharusnya tidak ditagihkan kepada dirinya mengingat PT UCI sudah dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan dan seluruh boedel harta pailit sudah dilakukan pemberesan oleh kurator. (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.