AMERIKA SERIKAT

G24: Konsensus Pajak Global Harus Pertimbangkan Negara Berkembang

Redaksi DDTCNews | Kamis, 23 September 2021 | 09:00 WIB
G24: Konsensus Pajak Global Harus Pertimbangkan Negara Berkembang

Ilustrasi.

WASHINGTON DC, DDTCNews – Negara-negara yang tergabung dalam Intergovernmental Group of Twenty Four (G24) memberikan masukan agar konsensus pajak global dapat mempertimbangkan kondisi negara-negara berkembang di seluruh dunia.

G24 memberikan sejumlah rekomendasi dan pertimbangan atas konsensus pajak global mengenai Pilar 1 dan Pilar 2 kepada OECD. Hal ini berkaitan dengan dampak yang ditimbulkan dari adanya konsensus saat diterapkan di negara-negara berkembang.

“Sangat penting bagi negara-negara berkembang memahami apa yang mereka lakukan dan setujui dalam konsensus pajak global dengan mempertimbangkan masalah yang ada di negaranya,” sebut G24 dalam keterangan resmi, Kamis (23/09/2021).

Baca Juga:
Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

G24 menyatakan setidaknya 8 poin terkait dengan konsensus pajak global tersebut. Pertama, G24 mengapresiasi atas hasil konsensus pajak global untuk mengatasi tantangan digitalisasi di masa Pandemi Covid-19.

Kedua, perlu aturan yang adil, sederhana, dan mampu diimplementasikan secara efektif di negara-negara berkembang. Ketiga, persentase minimal residual profit (seluruh laba di atas 10% penghasilan) dinaikkan menjadi di atas 30%. Apabila tidak dinaikkan, G24 memperkirakan negara-negara berkembang bakal kehilangan sumber pendapatan pajak.

Keempat, perlu memasukan mekanisme penyelesaian sengketa yang mengikat secara efektif, baik negara maju maupun berkembang akibat penerapan pilar satu dan kedua. Meski demikian, hal yang perlu ditekankan dilakukan adalah pencegahan terjadinya sengketa itu.

Baca Juga:
Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Kelima, perlu mekanisme koordinasi yang tepat dalam penerapan pajak layanan digital. Negara tidak boleh menerapkan pajak layanan digital yang berkaitan dengan yurisdiksi pajak di negara lain dan berada di bawah kerangka Pilar 1 dan Pilar 2 secara sepihak.

Keenam, perlu tarif pajak minimum yang tinggi di bawah aturan yang disepakati sehingga yurisdiksi yang selama ini menerapkan tarif pajak minimum yang rendah dapat mengenakan tarif yang sama dengan yurisdiksi lain yang mengenakan tarif yang tinggi.

Ketujuh, G24 mendukung pengenaan tarif pajak minimum yang tinggi. Namun, G24 menilai perlu adanya aturan pengenaan tarif berbasis transaksi tanpa pengecualian pengembalian yang mengurangi efektivitas penerapannya.

Baca Juga:
PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kedelapan, tanpa mempertimbangkan rekomendasi negara G24 tersebut maka penerapan konsunsus pajak global menjadi tidak optimal bahkan tidak berkelanjutan untuk jangka panjang.

G24 mewakili kepentingan negara berkembang dalam masalah ekonomi yang terdiri dari 28 negara anggota ditambah China. Enam dari negara-negara G24 juga merupakan anggota G20 antara lain Argentina, Brasil, Cina, India, Meksiko, dan Afrika Selatan.

Selain anggota G20, 12 anggota G24 lainnya juga merupakan anggota Inclusive Framework antara lain Kolombia, Pantai Gading, Mesir, Gabon, Haiti, Kenya, Maroko, Nigeria, Pakistan, Peru, Sri Lanka , dan Trinidad dan Tobago. (rizki/rig)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

23 September 2021 | 12:56 WIB

Ulasan menarik dan kekinian

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:30 WIB KPP MADYA DUA BANDUNG

Ada Coretax, Pembayaran dan Pelaporan Pajak Bakal Jadi Satu Rangkaian

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:45 WIB BERITA PAJAK HARI INI

PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:30 WIB KOTA BATAM

Ada Pemutihan, Pemkot Berhasil Cairkan Piutang Pajak Rp30 Miliar