Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah dapat mengubah ketentuan pajak penghasilan (PPh) atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi berdasarkan pada hasil evaluasi. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Jumat (25/2/2022).
Sesuai dengan ketentuan pada Pasal 10D Peraturan Pemerintah (PP) 51/2008 s.t.d.t.d PP 9/2022, pelaksanaan ketentuan PPh yang bersifat final akan dievaluasi setelah 3 tahun pajak terhitung sejak 21 Februari 2022. Evaluasi dilakukan menteri keuangan.
“Berdasarkan evaluasi …, penghasilan dari usaha jasa konstruksi dapat dikenakan pajak penghasilan sesuai ketentuan umum pasal 17 Undang-Undang PPh,” bunyi penggalan Pasal 10D ayat (3) PP 51/2008 s.t.d.t.d PP 9/2022.
Bagian Penjelasan beleid itu menyatakan kebijakan penerapan tarif PPh final atas jasa konstruksi pada prinsipnya ditujukan untuk kemudahan dan kesederhanaan para pelaku usaha sektor konstruksi dalam melakukan kewajiban perpajakannya.
Namun, dengan mempertimbangkan asas keadilan dan kesetaraan maka kebijakan penerapan pengenaan PPh final perlu dilakukan evaluasi dalam kurun waktu tertentu. Hasil evaluasi tersebut dapat berupa pemberlakuan pengenaan PPh berdasarkan ketentuan umum UU PPh.
Selain mengenai ketentuan PPh atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi, ada pula bahasan terkait dengan imbauan pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan yang disampaikan Ditjen Pajak (DJP). Ada pula bahasan terkait dengan realisasi restitusi.
Melalui PP 9/2022, merupakan perubahan kedua dari PP 51/2008, pemerintah melakukan penyesuaian tarif sekaligus menambah jumlah tarif PPh final yang berlaku atas usaha jasa konstruksi. Jumlah tarif PPh final bertambah dari yang sebelumnya 5 tarif menjadi 7 tarif. Simak ‘Simak PP Baru! Pemerintah Revisi Tarif PPh Final Jasa Konstruksi’.
"Pengenaan PPh yang bersifat final terhadap penyedia jasa yang tidak memiliki sertifikat ... tidak meniadakan kewajiban untuk memiliki sertifikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang jasa konstruksi," bunyi Pasal 3 ayat (1a) PP 51/2008 s.t.d.t.d PP 9/2022. (DDTCNews)
DJP mengimbau para pemberi kerja untuk segera menyerahkan bukti potong pajak sehingga para karyawan dapat melaporkan SPT Tahunan 2021.
Laporan APBN Kita edisi Februari 2022 menyebut DJP telah mengirim e-mail imbauan kepada 2,35 juta pemotong pajak atau perusahaan sejak 7 Februari 2022. Bukti pemotongan PPh Pasal 21 tersebut dibutuhkan karyawan ketika melaporkan SPT Tahunannya.
"Semakin cepat pemotong pajak memberikan bukti potong maka ada peluang semakin cepat pula karyawan melaporkan SPT Tahunan," bunyi laporan tersebut. (DDTCNews)
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Neilmaldrin Noor menyampaikan secara nominal realisasi restitusi dipercepat pada Januari 2022 mencapai Rp10,38 triliun. Nilai tersebut mengalami kenaikan 29,95% secara tahunan.
“Restitusi dipercepat naik akibat akibat pelebaran batasan restitusi yang mendapat pengembalian pendahuluan kini menjadi Rp5 miliar. Kebijakan ini berlaku per 1 Januari 2022,” kata Neilmaldrin. (DDTCNews)
Kementerian Keuangan mencatat hingga 1 Februari 2022, sebanyak 147 wajib pajak telah ditetapkan sebagai pemungut bea meterai. Pemungut bea meterai tersebut berasal dari 59 perusahaan perbankan, 18 perusahaan asuransi, serta 70 perusahaan lainnya dari sektor logistik, pembiayaan, dan lain sebagainya.
“Sektor perbankan menjadi prioritas penetapan pemungut karena perannya sebagai fasilitator penerbitan cek dan/atau bilyet giro,” tulis Kemenkeu pada APBN KiTa edisi Februari 2022. Simak ‘WP Jasa Keuangan Diimbau Ajukan Permohonan Jadi Pemungut Bea Meterai’. (DDTCNews)
Wajib pajak masih dapat menyampaikan laporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan melalui aplikasi e-SPT. Kepala Seksi Dukungan Pelayanan dan Konsultasi Direktorat Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Tedy Iswahyudi mengatakan aplikasi masih bisa dipakai selama belum ditutup mulai akhir bulan ini.
“Sebelum 28 [Februari 2022]. Sekarang ini Kawan Pajak membuat SPT Tahunan atau melaporkan memakai e-SPT, karena belum kita alihkan [ke e-form atau e-filing], ya bisa. Itu masih bisa kita terima,” ujarnya. Simak ‘Sebelum Ditutup, Wajib Pajak Masih Bisa Pakai Saluran e-SPT’. (DDTCNews)
Direktur Perpajakan Internasional DJP Mekar Satria Utama mengatakan kerangka peraturan atau model rules dari Pilar 2 sudah selesai sejak tahun lalu. Kerangka peraturan tersebut akan menjadi acuan bagi setiap yurisdiksi dalam mengadopsi Pilar 2 pada ketentuan domestiknya masing-masing.
Pada tahun ini, Indonesia akan menyiapkan PP dan/atau PMK untuk mengimplementasikan income inclusion rule (IIR) dan undertaxed payment rule (UTPR). IIR akan diimplementasikan pada 2023, sedangkan UTPR baru diimplementasikan pada 2024.
Mekar mengatakan terdapat 2 jenis wajib pajak badan yang bakar terdampak oleh Pilar 2, yakni perusahaan Indonesia yang memiliki kegiatan usaha di luar negeri dan perusahaan asing yang menjalankan kegiatan usaha di Indonesia. Simak pula Fokus Mencermati Agenda Perpajakan Saat Presidensi G-20 di Tangan Indonesia. (DDTCNews/Kontan) (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.