Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. (Foto: Kemenkeu)
JAKARTA, DDTCNews - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berharap rencana ekstensifikasi barang kena cukai (BKC) dapat terealisasi pada 2021.
Sri Mulyani mengatakan ekstensifikasi BKC tersebut akan mampu mengurangi konsumsi barang yang tidak baik bagi masyarakat, sekaligus menambah penerimaan negara. Dia akan meminta Komisi XI DPR kembali membahas rencana ekstensifikasi BKC tersebut.
"Kami berharap nanti akan bisa berdiskusi dengan DPR lagi mengenai barang-barang yang seharusnya kena cukai, yang membahayakan masyarakat, seperti minuman berpemanis dan lain-lain," katanya melalui konferensi video, Selasa (29/9/2020).
Sri Mulyani mengatakan penerimaan kepabeanan dan cukai pada 2021 mencapai Rp180,0 triliun atau tumbuh 4,5% dari outlook penerimaan tahun ini Rp172,2 triliun.
Menurutnya, pemerintah sudah cukup berhati-hati menetapkan target tersebut karena outlook penerimaan tahun ini mengalami kontraksi 3,6% dibandingkan dengan rencana awal.
Rencana ekstensifikasi BKC itu telah Sri Mulyani paparkan kepada DPR pada Februari lalu, meliputi kantong plastik, minuman berpemanis, dan emisi karbon. Dia menilai pengenaan cukai dibutuhkan untuk mengendalikan konsumsi atas barang yang berefek buruk pada kesehatan dan lingkungan.
Sri Mulyani berencana mengenakan cukai hanya pada kantong plastik dengan ketebalan kurang dari 75 mikron, atau tas kresek, dengan tarif Rp30 ribu per kg atau Rp200 per lembar.
Menurut hitungan pemerintah, harga kantong plastik setelah pengenaan cukai akan berkisar Rp450 sampai Rp500 per lembar. Pengenaan cukai pada kantong plastik diproyeksikan hanya menyumbang inflasi 0,045%
Pada minuman berpemanis, Sri Mulyani menilainya sebagai penyebab penyakit diabetes, yang pada akhirnya berimplikasi pada penyakit lainnya, seperti stroke dan gagal ginjal.
Ia merujuk data prevalensi diabetes melitus pada usia di atas 15 tahun yang meningkat tajam, dari semula 1,5% pada 2013 menjadi 2% penduduk dalam 5 tahun. Penyakit diabetes pula yang menjadi salah satu penyumbang klaim terbesar pada BPJS Kesehatan.
Kebijakan cukai minuman berpemanis berpotensi mendatangkan penerimaan untuk negara Rp6,25 triliun per tahun. Angka itu memakai asumsi cukai dari minuman teh kemasan senilai Rp2,7 triliun, minuman berkarbonasi atau soda Rp1,7 triliun, dan kelompok minuman lainnya Rp1,85 triliun.
Sementara pada emisi karbon, Sri Mulyani menyebut gas buang dari bahan bakar fosil tersebut sebagai penyebab utama polusi di dunia. Pengenaan cukai akan mengurangi produksi emisi secara signifikan sehingga kualitas udara bisa lebih baik.
Pemerintah juga mewacanakan pengenaan cukai emisi karbon tersebut untuk menggantikan pajak penjualan barang atas barang mewah (PPnBM) pada mobil.
Meski berencana menambah BKC, Sri Mulyani menegaskan pemerintah tetap akan menggunakan instrumen fiskal untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional tahun depan.
"Kami berupaya untuk bisa tetap menjaga keseimbangan antara melakukan peningkatan penerimaan, namun di sisi lain tetap mendukung perekonomian. Makanya fokus untuk reform di bidang perpajakan akan terus diakselerasi," ujarnya. (Bsi)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.