KEBIJAKAN FISKAL

Ekstensifikasi Barang Kena Cukai Terealisasi 2021? Ini Kata Menkeu

Dian Kurniati | Minggu, 04 Oktober 2020 | 06:01 WIB
Ekstensifikasi Barang Kena Cukai Terealisasi 2021? Ini Kata Menkeu

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. (Foto: Kemenkeu)

JAKARTA, DDTCNews - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berharap rencana ekstensifikasi barang kena cukai (BKC) dapat terealisasi pada 2021.

Sri Mulyani mengatakan ekstensifikasi BKC tersebut akan mampu mengurangi konsumsi barang yang tidak baik bagi masyarakat, sekaligus menambah penerimaan negara. Dia akan meminta Komisi XI DPR kembali membahas rencana ekstensifikasi BKC tersebut.

"Kami berharap nanti akan bisa berdiskusi dengan DPR lagi mengenai barang-barang yang seharusnya kena cukai, yang membahayakan masyarakat, seperti minuman berpemanis dan lain-lain," katanya melalui konferensi video, Selasa (29/9/2020).

Baca Juga:
Pentingnya Coretax dan Komitmen Sri Mulyani Benahi Sistem Pajak

Sri Mulyani mengatakan penerimaan kepabeanan dan cukai pada 2021 mencapai Rp180,0 triliun atau tumbuh 4,5% dari outlook penerimaan tahun ini Rp172,2 triliun.

Menurutnya, pemerintah sudah cukup berhati-hati menetapkan target tersebut karena outlook penerimaan tahun ini mengalami kontraksi 3,6% dibandingkan dengan rencana awal.

Rencana ekstensifikasi BKC itu telah Sri Mulyani paparkan kepada DPR pada Februari lalu, meliputi kantong plastik, minuman berpemanis, dan emisi karbon. Dia menilai pengenaan cukai dibutuhkan untuk mengendalikan konsumsi atas barang yang berefek buruk pada kesehatan dan lingkungan.

Baca Juga:
Diputuskan Presiden, PP Minuman Berpemanis Kena Cukai Mulai Dirancang

Sri Mulyani berencana mengenakan cukai hanya pada kantong plastik dengan ketebalan kurang dari 75 mikron, atau tas kresek, dengan tarif Rp30 ribu per kg atau Rp200 per lembar.

Menurut hitungan pemerintah, harga kantong plastik setelah pengenaan cukai akan berkisar Rp450 sampai Rp500 per lembar. Pengenaan cukai pada kantong plastik diproyeksikan hanya menyumbang inflasi 0,045%

Pada minuman berpemanis, Sri Mulyani menilainya sebagai penyebab penyakit diabetes, yang pada akhirnya berimplikasi pada penyakit lainnya, seperti stroke dan gagal ginjal.

Baca Juga:
Sri Mulyani Atur Ulang Ketentuan Penghapusan Piutang Pajak

Ia merujuk data prevalensi diabetes melitus pada usia di atas 15 tahun yang meningkat tajam, dari semula 1,5% pada 2013 menjadi 2% penduduk dalam 5 tahun. Penyakit diabetes pula yang menjadi salah satu penyumbang klaim terbesar pada BPJS Kesehatan.

Kebijakan cukai minuman berpemanis berpotensi mendatangkan penerimaan untuk negara Rp6,25 triliun per tahun. Angka itu memakai asumsi cukai dari minuman teh kemasan senilai Rp2,7 triliun, minuman berkarbonasi atau soda Rp1,7 triliun, dan kelompok minuman lainnya Rp1,85 triliun.

Sementara pada emisi karbon, Sri Mulyani menyebut gas buang dari bahan bakar fosil tersebut sebagai penyebab utama polusi di dunia. Pengenaan cukai akan mengurangi produksi emisi secara signifikan sehingga kualitas udara bisa lebih baik.

Baca Juga:
Sri Mulyani: Kebijakan Harga Gas Bumi Kerek Setoran Pajak Perusahaan

Pemerintah juga mewacanakan pengenaan cukai emisi karbon tersebut untuk menggantikan pajak penjualan barang atas barang mewah (PPnBM) pada mobil.

Meski berencana menambah BKC, Sri Mulyani menegaskan pemerintah tetap akan menggunakan instrumen fiskal untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional tahun depan.

"Kami berupaya untuk bisa tetap menjaga keseimbangan antara melakukan peningkatan penerimaan, namun di sisi lain tetap mendukung perekonomian. Makanya fokus untuk reform di bidang perpajakan akan terus diakselerasi," ujarnya. (Bsi)


Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 12 Februari 2025 | 11:51 WIB KEPATUHAN PAJAK

Pejabat Kemenkeu Tersangka, DPR Minta Rakyat Tetap Patuh Bayar Pajak

Rabu, 12 Februari 2025 | 09:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Sri Mulyani Beberkan Capaian Insentif Pajak dalam Menarik Investasi

Rabu, 12 Februari 2025 | 08:38 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Pentingnya Coretax dan Komitmen Sri Mulyani Benahi Sistem Pajak

Selasa, 11 Februari 2025 | 14:16 WIB CORETAX DJP

Di Depan Investor, Sri Mulyani: Kami Terus Usaha Benahi Coretax

BERITA PILIHAN
Rabu, 12 Februari 2025 | 14:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

DPP Belum Sesuai PMK 11/2025, Perlukah PKP Bikin Faktur Pengganti?

Rabu, 12 Februari 2025 | 11:51 WIB KEPATUHAN PAJAK

Pejabat Kemenkeu Tersangka, DPR Minta Rakyat Tetap Patuh Bayar Pajak

Rabu, 12 Februari 2025 | 11:04 WIB CORETAX SYSTEM

Banyak Keluhan terkait Coretax, Ombudsman Ingatkan DJP Soal Ini

Rabu, 12 Februari 2025 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PERPAJAKAN

Gebrakan Kebijakan Bea Masuk Presiden AS Donald Trump

Rabu, 12 Februari 2025 | 10:45 WIB CORETAX SYSTEM

Efek Coretax ke Penerimaan, DJP Pantau Setoran Pajak Jelang Deadline

Rabu, 12 Februari 2025 | 10:30 WIB KANWIL DJP SUMATERA UTARA II

PPN yang Dipungut Tak Disetor ke Kas Negara, WP Ditahan Kejari

Rabu, 12 Februari 2025 | 09:45 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Biar PPh 21-nya Ditanggung Pemerintah, NIK-NPWP Pegawai Harus Padan

Rabu, 12 Februari 2025 | 09:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Sri Mulyani Beberkan Capaian Insentif Pajak dalam Menarik Investasi

Rabu, 12 Februari 2025 | 09:27 WIB KURS PAJAK 12 FEBRUARI 2025 - 18 FEBRUARI 2025

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah Terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra