PEKANBARU, DDTCNews – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Riau sudah sepakat untuk menurunkan tarif pajak bahan bakar non-subsisdi jenis Petralite. Namun, seberapa besar penurunan tarif pajak belum menemui titik terang.
Sebagian besar fraksi menolak usulan Pemprov Riau yang menetapkan angka 7,5% dari tarif yang semula 10%. Tarif pajak sebesar 5% menjadi angka yang dirasa moderat untuk penentuan akhir beban pajak BBM.
Pada sidang paripurna yang diselenggarakan pada Kamis (15/3), hanya fraksi Partai Golkar yang menyatakan sependapat pada besaran tarif pajak 7,5%. Sementara itu, partai lainnya seperti PPP, PKB dan Gabungan Nasdem Hanura menyarankan di angka 5%.
"Kami dari fraksi Golkar sependapat dengan usulan pemerintah Riau yang menetapkan pajak di angka 7,5%. Angka itu sudah merupakan pertimbangan ideal yang telah diperhitungkan secara matang terkait dampaknya terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan di masyarakat," kata anggota fraksi Golkar Ramos Teddy Sianturi dilansir Go Riau.
Fraksi parpol yang menolak angka 7,5% punya argumetasi tersendiri kenapa tarif pajak seharusnya dipatok sebesar 5%. Salah satunya, adalah dampak penurunan pajak hingga setengahnya tidak akan berdampak signifikan terhadap PAD.
Pemerintah provinsi dinilai bisa mencari sumber-sumber pajak lain untuk menambal kurang setoran akibat penurunan tarif ini. Pasalnya, penurunan tarif pajak ini diprediksi berdampak positif bagi masyarakat.
Seperti yang diketahui, jika penurunan tarif jadi terealisasi maka harga Pertalite menjadi Rp7.800 per liter dengan harga dasar yang ditetapkan Pertamina sebesar Rp6.638. Total penerimaan pajak daerah diprediksi menyusut menjadi Rp257 miliar per tahun.
Sementara itu, dari fraksi PDIP dan PAN mempertanyakan terkait alasan penetapan harga dasar di Riau yang kedua lebih tinggi dibandingkan harga dasar provinsi lainnya. Kedua partai ini mempertanyakan mengapa alasan biaya distribusi menjadi penyebab tingginya harga dasar pertalite di Riau dibandingkan ke Papua.
"Kami juga mempertanyakan mengapa harga dasar di Riau menjadi yang tertinggi di Riau, padahal kalau dari segi distribusi, mengapa di Papua tetap rendah?" papar Wakil Ketua Fraksi PAN Syamsurizal. (Amu)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.