Ilustrasi. Pekerja menggiling kacang kedelai untuk memproduksi tahu di sebuah industri rumahan di Ciledug, Tangerang, Banten, Senin (31/8/2020). Dalam satu hari UMKM Industri tahu rumahan tersebut mampu memproduksi lima kuintal tahu yang hasilnya untuk memenuhi sejumlah pasar tradisional di Tangerang dan Kebayoran Lama. ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal/hp.
JAKARTA, DDTCNews – Ditjen Pajak (DJP) menegaskan masa pengenaan pajak penghasilan (PPh) final sesuai dengan PP 23/2018 tidak bisa diperpanjang. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Selasa (22/9/2020).
Berdasarkan pada ketentuan Pasal 5 PP 23/2018, pengenaan PPh final berlaku paling lama 3 tahun untuk wajib pajak badan berbentuk perseroan terbatas (PT) serta paling lama 4 tahun untuk wajib pajak badan berbentuk koperasi, persekutuan komanditer (CV), atau firma.
Waktu pengenaan PPh final untuk wajib pajak orang pribadi paling lama 7 tahun. Penghitungan waktu dilakukan sejak tahun pajak wajib pajak terdaftar (setelah berlakunya PP 23/2018) atau sejak tahun pajak 2018 (bagi wajib pajak yang terdaftar sebelum berlakunya PP 23/2018).
Contact center DJP, Kring Pajak, mengatakan bagi wajib pajak yang telah melewati jangka waktu tertentu dalam PP 23/2018 wajib membayar angsuran PPh Pasal 25 mulai tahun pajak pertama wajib pajak memilih dikenai PPh berdasarkan ketentuan umum.
“Sehingga tidak bisa lagi untuk menggunakan PP 23/2018 maupun melakukan perpanjangan,” tulis Kring Pajak melalui Twitter.
Selain tentang PPh final PP 23/2018, ada juga bahasan mengenai kenaikan laporan transaksi keuangan mencurigakan (LTKM) terkait dengan perpajakan. Selama semester I/2020, jumlah LTKM perpajakan tercatat sebanyak 793, naik 6% dibandingkan posisi periode yang sama tahun lalu.
Khusus untuk Juni 2020, berdasarkan pada data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), jumlah LKTM perpajakan tercatat sebanyak 172. Jumlah tersebut naik 67% dibandingkan dengan posisi pada Juni 2019 sebanyak 103 kasus.
Berikut ulasan berita selengkapnya.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan ada sekitar 2,3 juta wajib pajak yang menggunakan skema PPh final PP 23/2018. Dari jumlah tersebut, hanya sekitar 200.000 yang merupakan wajib pajak badan.
“Yang mesti beralih ke ketentuan umum tahun depan hanya wajib badan [berbentuk PT] yang sejak 2018 menerapkan skema PPh Final 0,5%," kata Hestu.
Adapun penetapan batas waktu pemanfaatan fasilitas PPh final UMKM dimaksudkan untuk mendorong wajib pajak untuk menyelenggarakan pembukuan dan pengembangan usaha. Simak pula artikel ‘Tidak Pakai Lagi PPh Final UMKM? DJP: Kalau Rugi, Tidak Bayar Pajak’. (DDTCNews)
Kepala PPATK Dian Ediana Rae menyatakan transaksi mencurigakan terkait perpajakan memang meningkat cukup tinggi. Menurutnya, tindak pidana pajak masih masuk kategori berisiko tinggi hingga saat ini.
“Jadi wajar kalau masih banyak pelaporannya. Kami koordinasi terus dengan Direktorat Jenderal Pajak untuk meningkatkan kepatuhan para wajib pajak,” ujarnya. (Bisnis Indonesia)
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan otoritas masih perlu mendalami laporan PPATK untuk sampai pada tahap potensi penetapan dan penagihan pajak.
Hestu mengaku akan terus berkoordinasi dengan PPATK. Dia berharap kerja sama yang dijalin semakin memperkuat kemampuan DJP untuk mengungkap praktik atau modus kejahatan perpajakan. Salah satu kasus yang kerap ditemukan adalah penggunaan faktur pajak fiktif. (Bisnis Indonesia)
Dalam Rencana Strategis (Renstra) Ditjen Pajak (DJP) 2020-2024, otoritas memasukkan rencana penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pajak atas Barang dan Jasa. RUU ini sebagai pengganti dari UU Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
DJP menyatakan RUU tentang Pajak atas Barang dan Jasa akan menata ulang perlakuan pajak atas barang dan jasa dengan lebih membatasi pemberian fasilitas. Selain itu, melalui RUU itu, pemerintah akan mengatur ulang batasan pengusaha kena pajak (PKP) yang saat ini mencapai Rp4,8 miliar.
DJP melalui Direktorat Peraturan Perpajakan I berencana menyusun 32 aturan turunan setelah RUU tentang Pajak atas Barang dan Jasa ini diundangkan. Simak artikel ‘Gantikan UU PPN, RUU Pajak atas Barang dan Jasa Disusun’. (DDTCNews)
Pemerintah tengag menyusun rancangan peraturan menteri keuangan (PMK) tentang penyampaian teguran kepada pedagang luar negeri, penyedia jasa luar negeri, dan penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik (PPMSE) luar negeri atau perwakilannya.
Kemudian, ada rancangan PMK mengenai usulan pemutusan akses terhadap pedagang, penyedia jasa, dan PPMSE asing. Lalu, ada rancangan PMK terkait dengan pemutusan akses kepada menteri yang menyelenggarakan urusan komunikasi dan informatika. Simak pula artikel ‘Bakal Ada PMK Baru Soal Sanksi Pemungut PPN Produk Digital Luar Negeri’. (Bisnis Indonesia/DDTCNews)
Pengkreditan pajak masukan melalui fitur prepopulated pada e-Faktur 3.0 tidak harus dilakukan dengan memilih (klik) satu persatu. DJP mengatakan pengkreditan pajak masukan dapat dilakukan per halaman yang memuat sebanyak 1.000 data pajak masukan.
“Pengkreditan pajak masukan pada menu prepopulated pajak masukan dapat dilakukan per 1.000 pajak masukan,” demikian penjelasan DJP, dikutip pada Senin (21/9/2020).
Pada fitur prepopulated pajak masukan juga disediakan menu filter by nomor pokok wajib pajak (NPWP) atau nomor faktur. Dengan demikian, sambung DJP, PKP dapat memilih pajak masukan yang akan dikreditkan per masa pajak berdasarkan menu tersebut. Simak pula artikel ‘Batalkan Faktur Pajak yang Sudah Dikreditkan Pembeli? Ini Syaratnya’. (DDTCNews) (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
Wajib pajak umkm harus bersiap untuk menghitung pajak badan secara normal