BERITA PAJAK HARI INI

DJP Siapkan Aplikasi Online Pengajuan Insentif Pajak Penanganan Corona

Redaksi DDTCNews | Senin, 13 April 2020 | 08:07 WIB
DJP Siapkan Aplikasi Online Pengajuan Insentif Pajak Penanganan Corona

Ilustrasi. 

JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah memberikan insentif pajak terkait dengan barang dan jasa dalam penanganan pandemi Covid-19. Sejumlah insentif dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.28/PMK.03/2020 tersebut menjadi bahasan media nasional pada hari ini, Senin (13/4/2020).

Fasilitas atau insentif PPN dan PPh diberikan kepada badan/instansi pemerintah, rumah sakit rujukan, dan pihak-pihak lain yang ditunjuk untuk membantu penanganan wabah Covid-19 atas impor, perolehan, dan pemanfaatan barang dan jasa.

Barang yang dimaksud antara lain obat-obatan, vaksin, peralatan laboratorium, peralatan pendeteksi, peralatan pelindung diri, peralatan untuk perawatan pasien, dan peralatan pendukung lainnya. Sementara, jasa yang masuk meliputi jasa konstruksi, jasa konsultasi, teknik, dan manajemen, jasa persewaan, dan jasa pendukung lainnya.

Baca Juga:
Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

“Insentif PPN dan PPh diberikan untuk masa pajak April hingga September 2020,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak (DJP) Hestu Yoga Saksama. Simak artikel ‘Ini Penjelasan Resmi DJP Soal Insentif Pajak dalam PMK 28/2020’.

Selain itu, ada pula pembahasan mengenai pembetulan kode klasifikasi lapangan usaha (KLU) agar sesuai dengan syarat pemberian insentif dalam PMK No.23/2020. Pembetulan itu dapat dilakukan jika terdapat ketidaksesuaian kode KLU dalam SPT tahunan PPh 2018.

Ketidaksesuaian itu membuat wajib pajak tidak termasuk dalam kode KLU dalam lampiran PMK No.23/2020. Padahal, KLU yang sebenarnya dari wajib pajak termasuk dalam lampiran tersebut. Simak artikel ‘Pengajuan Insentif Bisa Online, DJP Pakai Data SPT 2018. Sudah Lapor?’.

Baca Juga:
Pemerintah Pusat Bakal Asistensi Pemda Terbitkan Obligasi Daerah

Berikut ulasan berita selengkapnya.

  • Aplikasi Berbasis Daring

Pembebasan PPh Pasal 22 Impor dan PPh Pasal 21 yang diatur dalam PMK 28/2020 tidak membutuhkan surat keterangan bebas. Pengajuan surat keterangan bebas hanya berlaku untuk pembebasan PPh Pasal 22 dan PPh Pasal 23.

Sesuai PMK 28/2020, pengajuan pembebasan disampaikan kepada kepala kantor pelayanan pajak tempat wajib pajak terdaftar melalui email resmi kantor pelayanan pajak yang bersangkutan. Daftar email KPP dapat dilihat pada https://www.pajak.go.id/unit-kerja.

Baca Juga:
Urus Pemeriksaan Bukper: Coretax Bakal Hadirkan 4 Fitur Baru

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan otoritas sedang menyiapkan aplikasi yang dapat diakses untuk pengajuan insentif secara elektronik atau online.

“Kami berencana meluncurkan aplikasi berbasis daring pekan depan,” katanya. (Kompas/Kontan/Bisnis Indonesia/DDTCNews)

  • Relatif Progresif

Partner DDTC Fiscal Research B. Bawono Kristiaji mengatakan hingga awal April 2020, sudah ada 113 negara yang merilis instrumen pajak untuk penanganan Covid-19. Negara-negara itu menangguhkan kewajiban perpajakan dan memberikan insentif untuk menjamin arus kas korporasi. Simak artikel ‘ahas Pajak & Virus Corona, DDTC Fiscal Research Rilis Laporan Terbaru’.

Baca Juga:
Wajah-Wajah Lama Masih Isi Tim Ekonomi Prabowo-Gibran

Sejauh ini, menurutnya, Indonesia sudah termasuk negara yang relatif progresif dalam merilis kebijakan pajak untuk merespons pandemi Covid-19. Paradigma memang harus diubah. Pada saat ini, pajak tidak dilihat dari sisi penerimaannya, tetapi dari sisi dampaknya untuk menjaga situasi ekonomi dan menanggulangi pandemi. Simak artikel ‘Respons Pajak Indonesia Hadapi COVID-19 Relatif Progresif’.

Kucuran insentif memang akan meningkatkan belanja pajak (tax expenditure) Indonesia. Namun, peningkatan itu tidak signifikan karena penerimaan dari sektor jasa kesehatan selama ini tidak menjadi kontributor utama penerimaan. (Kompas)

  • Sepanjang Belum Ada Pemeriksaan

Wajib pajak dapat melakukan pembetulan KLU tersebut melalui penyampaian SPT tahunan PPh tahun pajak 2018 baik berstatus normal atau pembetulan, sepanjang atas SPT tahunan PPh tahun pajak 2018 belum dilakukan pemeriksaan.

Baca Juga:
Hapus NPWP yang Meninggal Dunia, Hanya Bisa Disampaikan Tertulis

Ketidaksesuaian kode KLU ini bisa terjadi karena beberapa alasan. Pertama, wajib pajak tidak menuliskan kode KLU pada SPT tahunan PPh 2018. Kedua, wajib pajak belum melakukan pelaporan SPT tahunan PPh 2018. Ketiga, wajib pajak salah mencantumkan kode KLU pada SPT tahunan PPh 2018. Simak artikel ‘Ini Ketentuan Kode KLU yang Jadi Acuan Pemberian Insentif Pajak’. (DDTCNews)

  • Sudah atau Sedang Dilakukan Pemeriksaan

Jika SPT tahunan PPh tahun pajak 2018 sudah atau sedang dilakukan pemeriksaan, kode KLU yang digunakan adalah kode KLU yang tercantum dalam masterfile wajib pajak.

Penggunaan kode KLU dalam masterfile ini dilakukan dengan ketentuan wajib pajak dapat melakukan perubahan kode KLU melalui penyampaian permohonan perubahan data sehingga sesuai dengan kode KLU yang sebenarnya. Jika kode KLU sudah sesuai dengan yang sebenarnya, wajib pajak tidak perlu melakukan perubahan. (DDTCNews)

Baca Juga:
Usai Setor PPh Final PHTB, WP Jangan Lupa Ajukan Penelitian Formal

Ada sejumlah acuan penghitungan angsuran pajak penghasilan (PPh) Pasal 25 yang dipakai dalam pemberian insentif diskon 30% sesuai PMK No.23/2020. Salah satunya adalah penghitungan angsuran PPh Pasal 25 sesuai dengan SPT tahunan tahun 2019.

Hal ini ditegaskan oleh Ditjen Pajak dalam FAQ yang disajikan pada laman DJP Tanggap Covid-19. Dalam FAQ tersebut disampaikan besaran pengurangan angsuran PPh Pasal 25 adalah 30% dari angsuran PPh Pasal 25 yang seharusnya terutang untuk setiap masa pajak. Simak artikel ‘SPT Tahunan 2019 Jadi Dasar Insentif Diskon 30% Angsuran PPh Pasal 25’.

  • Pajak Ekonomi Digital

Pembahasan mengenai pemajakan terhadap ekonomi digital yang berada di bawah koordinasi Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) masih alot.

Baca Juga:
Coretax DJP Bakal Batasi Pelaporan SPT Tahunan Berbentuk Kertas

Direktur Perpajakan Internasional DJP John Hutagaol menyebut silang pendapat antara negara maju dan negara berkembang masih terasa dalam rapat Task Force on the Digital Economy (TFDE). Hal tersebut membuat proses perumusan konsensus masih berlangsung dinamis hingga saat ini.

“Pada pembahasan setiap isu masih tampak perbedaan kepentingan antara negara-negara maju dengan negara-negara emerging maupun negara-negara berkembang,” katanya. Simak artikel ‘Pembahasan Konsensus Pajak Ekonomi Digital Masih Alot, Ini Kata DJP’. (DDTCNews) (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 09:00 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Pemerintah Pusat Bakal Asistensi Pemda Terbitkan Obligasi Daerah

Senin, 21 Oktober 2024 | 14:32 WIB CORETAX SYSTEM

Urus Pemeriksaan Bukper: Coretax Bakal Hadirkan 4 Fitur Baru

Senin, 21 Oktober 2024 | 09:15 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Wajah-Wajah Lama Masih Isi Tim Ekonomi Prabowo-Gibran

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN