Ilustrasi gedung DJP.
JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah mengatur mekanisme penerbitan surat keterangan pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean (SKJLN). Hal tersebut menjadi topik bahasan beberapa media nasional pada hari ini, Senin (8/7/2019).
Mekanisme ini diatur dalam Peraturan Dirjen Pajak No.PER-12/PJ/2019. Otoritas menjelaskan pertimbangan penerbitan beleid tersebut untuk memberikan kepastian hukum perlakuan pajak pertambahan nilai (PPN) atas impor sementara yang merupakan pemasukan barang yang digunakan untuk kegiatan pemanfaatan jasa kena pajak (JKP).
“Dan mendukung kemudahan dalam berusaha (ease of doing business),” demikian bunyi penggalan pertimbangan pemerintah dalam beleid yang mulai berlaku pada 25 Juni 2019 ini.
Impor barang kena pajak (BKP) yang merupakan pemasukan barang yang digunakan untuk kegiatan pemanfaatan jasa kena pajak, tidak dikenakan PPN atau PPN dan PPnBM. Sebelum melakukan impor, wajib pajak harus memiliki SKJLN.
Beberapa media nasional juga masih menyoroti pemajakan ekonomi digital. Bagaimanapun, pertumbuhan pendapatan perusahaan teknologi selalu naik tiap tahunnya. Namun, efeknya ke penerimaan pajak masih tidak sejalan dengan kondisi tersebut.
Berikut ulasan berita selengkapnya.
Peraturan Dirjen Pajak No.PER-12/PJ/2019. Merupakan turunan dari Pasal 3 ayat 4 PMK No.178/PMK.04/2017 itu diterbitkan untuk memberikan kepastian hukum bagi para pelaku usaha terkait perlakuan PPN atas impor termasuk impor sementara.
Dalam beleid itu, wajib pajak (WP) harus mengajukan permohonan tertulis ke Ditjen Pajak. Permohonan tertulis yang diajukan harus memuat NPWP, nama dan alamat transaksi, jenis dan nilai transaksi, nomor dan tanggal transaksi, nomor dan tanggal adendum kontrak, tanggal kontrak berakhir, jenis barang yang diimpor.
Direktur Perpajakan Internasional Ditjen Pajak (DJP) John Hutagaol mengatakan belum ada kesepakatan global terkait norma dan standar pajak atas penghasilan dari transaksi ekonomi digital. Isu ini sangat luas menyangkut persoalan tumpang tindih hak perpajakan antarnegara dan pemajakan yang adil.
Meskipun demikian, setiap negara diperbolehkan untuk memungut pajak pertambahan nilai (PPN) sembari menunggu konsensus global. Pasalnya, pengenaan PPN lebih mudah dibandingkan pajak penghasilan (PPh) karena prinsip destination principle yang dianut PPN.
Partner DDTC Fiscal Research B. Bawono Kristiaji menilai kerangka pengungkapan beneficial ownership (BO) di Indonesia berguna untuk mencegah tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme. Informasi itu bisa dipergunakan pula untuk mencegah perilaku penghindaran (tax avoidance) maupun penggelapan pajak (tax evasion).
Selama ini praktik ketidakpatuhan pajak dapat dilakukan melalui pengaburan informasi kepemilikan manfaat baik dengan memutus rantai kepemilikan secara legal maupun dengan pendirian perusahaan cangkang atau nominee. Akibatnya otoritas pajak tidak bisa menelusuri informasi pemilik manfaat akhir dari korporasi dan upaya mengawasi kepatuhan pajak para pemilik manfaat tersebut.
“Di saat yang bersamaan, saat ini informasi terkait beneficial owner juga menjadi salah satu hal yang dipertukarkan antarotoritas pajak,” ujarnya.
Direktur Penyusunan APBN Ditjen Anggaran Kemenkeu Kunta Wibawa Dasa Nugraha mengatakan keputusan mengenai ada atau tidaknya perubahan APBN 2019 berada di tangan presiden. Laporan atas pelaksanaan APBN 2019 pada semester I/2019 kepada DPR RI baru akan diselenggarakan pada 15 Juli 2019.
“Tunggu saja nanti hasilnya gimana di situ,” katanya.
Direktur Surat Utang Negara (SUN) Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu Loto Srinaita Ginting mengatakan realisasi penerbitan SUN neto sejauh ini sudah mencapai 50,12% dari target Rp388,96 triliun. Pemerintah akan menerbitkan seluruh sisa kuota pada semester II/2019 karena ada risiko shorfall – selisih kurang antara realisasi dan target – penerimaan negara.
Bank Indonesia (BI) akan segera memeriksa kepatuhan eksportir dalam memenuhi kewajiban penempatan devisa hasil ekspor (DHE) sumber daya alam (SDA) di dalam sistem keuangan domestik. Hal ini sejalan dengan telah terbitnya PMK No. 98/2019.
Bank sentral akan menerima penetapan jenis komoditas ekspor SDA melalui daftar klasifikasi sesuai kode harmonized system (HS). Kode inilah yang menjadi modal awal bagi BI unuk memeriksa kepatuhan eksportir. Namun, bank sentral masih perlu waktu untuk memilah SHE SDA dan non-SDA.
Pelaku usaha meminta agar pemerintah merealisasikan 16 paket kebijakan secara optimal. Apalagi, 16 paket kebijakan tersebut ditujukan untuk menjadi solusi atas berbagai persoalan yang dihadapi oleh dunia usaha. Pasalnya, hambatan dan dinamika di dunia usaha terus ada. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.