BERITA PAJAK HARI INI

DJP: Kenapa Harus Nanti? Lapor SPT Hari Ini

Redaksi DDTCNews | Rabu, 13 Januari 2021 | 08:09 WIB
DJP: Kenapa Harus Nanti? Lapor SPT Hari Ini

Imbauan yang disampaikan DJP melalui media sosial. (DJP)

JAKARTA, DDTCNews – Ditjen Pajak (DJP) gencar mengimbau wajib pajak untuk melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan lebih awal. Topik tersebut masih menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Rabu (13/1/2021).

Melalui semua akun media sosial resmi miliknya, DJP mengimbau agar wajib pajak tidak menunggu jelang akhir tenggat pelaporan SPT Tahunan pajak penghasilan (PPh) tahun pajak 2020. Wajib pajak bisa langsung melaporkan SPT Tahunan melalui www.pajak.go.id.

“Kenapa harus nanti? Lapor SPT hari ini,” tulis DJP dalam poster yang diunggah di media sosial.

Baca Juga:
Kementerian Keuangan Kini di Bawah Langsung Presiden Prabowo

Sesuai ketentuan, batas akhir penyampaian SPT Tahunan wajib pajak orang pribadi paling lambat 3 bulan setelah berakhirnya tahun pajak. Sementara, untuk SPT Tahunan wajib pajak badan paling lambat 4 bulan setelah berakhirnya tahun pajak. Artinya, tenggat ada pada akhir Maret dan April.

Selain mengenai imbauan untuk menyampaikan SPT Tahunan lebih awal, ada pula bahasan tentang terbitnya aturan baru mengenai perlakuan perpajakan, kepabeanan, dan cukai pada kawasan ekonomi khusus (KEK).

Berikut ulasan berita selengkapnya.

Baca Juga:
Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari
  • Potensi Kendala Jika Mepet Tenggat

Dalam berbagai kesempatan, DJP selalu mengingatkan potensi munculnya beberapa kendala jika menyampaikan SPT Tahunan menunggu tenggat. Pertama, penolakan karena menyampaikan SPT secara tidak lengkap akibat tergesa-gesa.

Kedua, perlambatan laman situs web untuk penyampaian e-filing. Ketiga, antrean panjang untuk penyampaian secara manual. Keempat, pengenaan denda jika melewati batas waktu penyampaian. Simak pula artikel ‘Ternyata Ini Alasan Mengapa Perlu Lapor SPT Tahunan Lebih Awal’. (DDTCNews)

  • Fasilitas PPh Pelaku Usaha di KEK

Melalui PMK 237/2020, pemerintah memberikan fasilitas pajak penghasilan (PPh), baik tax holiday maupun tax allowance, kepada badan usaha penyelenggara KEK dan pelaku usaha yang menanamkan modalnya di bidang usaha tertentu.

Baca Juga:
Pemerintah Pusat Bakal Asistensi Pemda Terbitkan Obligasi Daerah

Pusaha yang sudah mendapatkan fasilitas pengurangan PPh badan (tax holiday) tidak dimungkinkan untuk mendapatkan fasilitas PPh untuk penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu (tax allowance). Begitu pun sebaliknya. Simak artikel ‘Permohonan Fasilitas Pajak Penghasilan di KEK Lewat OSS’. (DDTCNews/Bisnis Indonesia)

  • Evaluasi Efektivitas Pemberian Insentif

Pakar pajak sekaligus Managing Partner DDTC Darussalam mengatakan pada dasarnya pemberian fasilitas PPh di KEK akan berdampak positif untuk memunculkan sentra pertumbuhan ekonomi baru sehingga tidak hanya terkonsentrasi di beberapa lokasi yang relatif sudah mature.

Namun, efektivitas dari upaya menarik investor di KEK sangat tergantung pada faktor-faktor lain di luar insentif seperti infrastruktur, akses terhadap pasar, perizinan, hingga pajak daerah. Dalam jangka pendek adanya fasilitas PPh akan menciptakan revenue forgone atau potensi penerimaan pajak yang hilang.

Baca Juga:
Urus Pemeriksaan Bukper: Coretax Bakal Hadirkan 4 Fitur Baru

Namun, ada manfaat lain yang timbul yaitu pemerataan, multiplier effect, adanya potensi pajak selain PPh badan, serta perluasan basis pajak dalam jangka menengah. Oleh karena itu, pemerintah perlu mengevaluasi efektivitas serta besaran tax expenditure yang timbul akibat kebijakan ini.

“Hal yang lebih penting adalah prinsip perlunya melihat secara berimbang antara upaya peningkatan tax ratio di satu sisi dan upaya mendorong ekonomi di sisi lain,” kata Darussalam. (Bisnis Indonesia)

  • Organisasi Internasional yang Tidak Termasuk Subjek PPh

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menerbitkan peraturan baru terkait dengan organisasi internasional dan pejabat perwakilan organisasi internasional yang tidak termasuk subjek PPh. Peraturan yang dimaksud adalah PMK 235/2020.

Baca Juga:
Wajah-Wajah Lama Masih Isi Tim Ekonomi Prabowo-Gibran

Pasalnya, beleid terdahulu, yakni PMK 215/2008 yang telah beberapa kali diubah terakhir dengan PMK 156/2015 masih terdapat kekurangan. Selain itu, PMK ini untuk melaksanakan ketentuan Pasal 3 UU PPh yang telah diubah melalui UU Cipta Kerja. Simak artikel ‘PMK Baru Soal Organisasi Internasional yang Tidak Termasuk Subjek PPh’. (DDTCNews)

  • Opsi Terbaik Jawan Tantangan Perpajakan Ekonomi Digital

Proposal yang diusung Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) pada Pillar 1: Unified Approach dinilai sebagai opsi terbaik dalam menyelesaikan tantangan perpajakan yang timbul akibat ekonomi digital.

Kepala Seksi Pertukaran Informasi I Direktorat Perpajakan Internasional Ditjen Pajak (DJP) Arnaldo Purba mengatakan Pillar 1 merupakan opsi yang terbaik terutama bila kompleksitas dari proposal tersebut bisa diminimalisasi.

Baca Juga:
Hapus NPWP yang Meninggal Dunia, Hanya Bisa Disampaikan Tertulis

Pillar 1 seiring dikritik karena kompleksitasnya. Pillar 1 mendorong agar basis pajak korporasi secara global dibagi antaryurisdiksi. Ini adalah perubahan struktural yang besar sehingga tidak mudah," ujarnya. Simak ‘Proposal Pajak Digital OECD Dinilai Jadi Solusi Terbaik, Ini Kata DJP’ dan ‘DJP Berkomitmen Aktif Dorong Tercapainya Konsensus Pajak Digital’.

  • Kedaulatan Pajak Tiap Negara

Partner of Tax Research & Training Services DDTC B. Bawono Kristiaji mengatakan kebijakan perpajakan unilateral terkait pajak digital yang diambil oleh suatu negara juga berpotensi menciptakan respons kebijakan dari negara lain.

"Kenyataannya kita perlu mempertimbangkan spillover effect. Kita tidak bisa membuat kebijakan pajak dalam ruang terisolasi. Jadi, argumen aksi unilateral bisa menjamin kedaulatan pajak tidak sepenuhnya benar,” ujar Bawono.

Baca Juga:
Usai Setor PPh Final PHTB, WP Jangan Lupa Ajukan Penelitian Formal

Oleh karena itu, Bawono berpandangan tercapainya konsensus pajak sebagai aksi multilateralisme bisa menjamin kedaulatan pajak dari masing-masing negara setidaknya pada level yang minimal dan setara (at the minimum and equal level). (DDTCNews)

  • Lulusan PKN STAN

Kementerian Keuangan memerinci skema ganti rugi bagi lulusan program diploma I, III, dan IV Politeknik Keuangan Negara (PKN) STAN melalui PMK 226/2020.

Dalam beleid yang menjadi perubahan atas PMK 184/2018 ini, otoritas menambahkan Pasal 17A. Sesuai ketentuan dalam tersebut, lulusan program diploma I, III, dan IV yang tidak diangkat sebagai calon pegawai negeri sipil (CPNS) dibebaskan dari ganti rugi dan penggantian biaya pendidikan. Simak artikel ‘Lulusan STAN yang Tak Diangkat Jadi CPNS Dibebaskan dari Ganti Rugi’. (DDTCNews)

Baca Juga:
Coretax DJP Bakal Batasi Pelaporan SPT Tahunan Berbentuk Kertas
  • Perlakuan PPh Sesuai dengan Perjanjian Internasional

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati merevisi beleid tentang pelaksanaan perlakuan PPh yang didasarkan pada ketentuan dalam perjanjian internasional.

PMK 202/2017 direvisi dengan PMK 236/2020. Pasalnya, PMK yang ada sebelumnya masih belum menampung kebutuhan pelaksanaan perjanjian internasional yang mendapat perlakuan khusus di bidang PPh. (DDTCNews/Kontan) (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 23 Oktober 2024 | 09:19 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Kementerian Keuangan Kini di Bawah Langsung Presiden Prabowo

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 09:00 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Pemerintah Pusat Bakal Asistensi Pemda Terbitkan Obligasi Daerah

Senin, 21 Oktober 2024 | 14:32 WIB CORETAX SYSTEM

Urus Pemeriksaan Bukper: Coretax Bakal Hadirkan 4 Fitur Baru

BERITA PILIHAN
Rabu, 23 Oktober 2024 | 12:00 WIB LITERATUR PAJAK

4 Kunci Strategis Cegah Sengketa Pajak, Selengkapnya Baca Buku Ini

Rabu, 23 Oktober 2024 | 11:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Piloting Modul Impor-Ekspor Barang Bawaan Penumpang Tahap III Dimulai

Rabu, 23 Oktober 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dasar DJP dalam Menetapkan Status Suspend terhadap Sertel Wajib Pajak

Rabu, 23 Oktober 2024 | 10:30 WIB PROVINSI KALIMANTAN UTARA

Adakan Pemutihan Pajak Kendaraan, Pemprov Targetkan Raup Rp105 Miliar

Rabu, 23 Oktober 2024 | 10:00 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Beberkan Alasan Pembentukan Badan Aspirasi Masyarakat

Rabu, 23 Oktober 2024 | 09:45 WIB DPR RI

Said Abdullah Kembali Terpilih Jadi Ketua Banggar DPR

Rabu, 23 Oktober 2024 | 09:33 WIB KURS PAJAK 23 OKTOBER 2024 - 29 OKTOBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Menguat Atas Nyaris Semua Mata Uang Mitra

Rabu, 23 Oktober 2024 | 09:19 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Kementerian Keuangan Kini di Bawah Langsung Presiden Prabowo

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu