BERITA PAJAK HARI INI

Ditjen Pajak Kaji Dua Opsi Aturan Pendapatan Bebas Pajak

Redaksi DDTCNews | Senin, 24 Juli 2017 | 09:06 WIB
Ditjen Pajak Kaji Dua Opsi Aturan Pendapatan Bebas Pajak

JAKARTA, DDTCNews – Pagi ini, Senin (24/7) berita datang dari Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak yang menawarkan dua opsi terkait dengan perubahan pendapatan tidak kena pajak (PTKP) yang rencananya akan didasarkan pada upah minimum provinsi (UMP).

Pertama, menyesuaikan dengan PTKP dengan UMP per daerah. Kedua, tetap menaikkan PTKP dengan memberikan subsidi atau bonus kepada pengusaha yang membayar upah kepada pekerjanya minimal sama dengan PTKP.

Pengamat pajak DDTC, Bawono Kristiaji mengungkapkan revisi PTKP berdasarkan UMP ini merupakan upaya mencapai keseimbangan prinsip ability to pay serta perluasan basis pajak. Apalagi UMP ditentukan berdasarkan survei kebutuhan hidup layak (KHL) di masing-masing daerah.

Baca Juga:
Pemerintah Pusat Bakal Asistensi Pemda Terbitkan Obligasi Daerah

Menurutnya, di berbagai negara, batasan PTKP umunya didesain selaras dengan indikator tingkat ekonomi masyarakat, seperti pendapatan per kapita, tingkat konsumsi dan sebagainya. Dengan demikian, pemerintah bisa menilai tinggi rendahnya PTKP jika dibandingkan dengan benchmark tersebut.

Berita lainnya mengenai DPR yang beri sinyal hijau terkait Perppu Nomor 1 tahun 2017 dan segera mengejar pembahasan RUU KUP untuk menambal kekurangan yang ada dalam Perppu tersebut. Berikut ulasan ringkas beritanya:

  • DPR Kejar RUU KUP Pasca Perppu Pajak

Fraksi-fraksi Komisi XI DPR dijadwalkan akan menyampaikan pandangan terkait Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 tahun 2017 hari ini, Senin (24/7). Pemerintah optimis pembahasan Perppu tentang akses informasi keuangan untuk tujuan perpajakan ini bisa selesai secepatnya. Optimisme ini didukung oleh pernyataan Anggota DPR RI Komisi XI Muhammad Sarmuji yang menyatakan bahwa kekurangan dari Perppu ini akan dimasukkan dalam RUU KUP, dan RUU KUP perlu didorong agar bisa sesegera mungkin selesai.

Baca Juga:
Wajah-Wajah Lama Masih Isi Tim Ekonomi Prabowo-Gibran
  • PPATK Temukan 1.393 Transaksi Tak Wajar

Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan banyak transaksi keuangan mencurigakan sejak tahun 2014. Lembaga ini mencatat sejak Januari 2014 hingga Mei 2017 ada 1.393 hasil analisis transaksi mencurigakan. Dari jumlah tersebut, sebanyak 595 hasil analisis telah diserahkan ke kepolisian, 294 hasil analisis diserahkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), 268 hasil analisis dilaporkan ke kejaksaan, 200 hasil analisis diserahkan ke Direktorat Jenderal Pajak, 20 hasil analisis diserahkan ke Badan Narkotika Nasional (BNN), dan 16 hasil analisis diserahkan ke Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC).

  • Aplikasi Akrab & Akasia Tak Diperlukan

Aplikasi yang disusun Ditjen Pajak dan Otoritas Jasa Keuangan untuk meminta informasi keuangan untuk tujuan perpajakan kemungkinan tidak lagi diperlukan setelah pemerintah mengeluarkan Perppu Nomor 1 tahun 2017. Aplikasi yang dimaksud adalah Akrab dan Akasia. Dengan berlakunya Perppu Nomor 1 tahun 2017 secara tidak langsung telah mengurangi sejumlah kerahasiaan dalam perbankan.

  • Indonesia-Afrika Selatan Jajaki Kerja Sama Ekonomi

Pemerintah Indonesia dan Afrika Selatan sepakat mengidentifikasi potensi kerja sama bidang ekonomi dalam upaya meningkatkan hubungan perdagangan maupun investasi. Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan saat ini arah kebijakan pemerintah adalah membuka pasar ekspor nontradisional seperti Afrika Selatan, khususnya untuk meningkatkan ekspor nonmigas serta menjalin kerja sama ekonomi dengan mitra baru. Salah satu poin yang akan diidentifikasi oleh kedua negara adalah tingkat kecocokan struktur ekspor-impor antara Indonesia dengan Afrika Selatan dan sebaliknya.

  • Redenominasi Perlu Masuk dalam Prolegnas 2017 Perubahan

RUU Penyederhanaan nilai mata uang rupiah atau yang lebih akrab dikenal dengan sebutan redenominasi didorong untuk masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2017 Perubahan. Alasannya menurut Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Mukhamad Misbakhun agar RUU Redenominasi bisa segera dibahas di DPR bersama pemerintah. Ia juga menegaskan, RUU Redenominasi memang sudah perlu dibahas mengingat bahwa saat ini nilai rupiah sebesar Rp 13.000-an per 1 USD sudah tidak mencerminkan posisi kekuatan ekonomi Indonesia sebagai negara nomor 16 anggota G20. (Amu)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 09:00 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Pemerintah Pusat Bakal Asistensi Pemda Terbitkan Obligasi Daerah

Senin, 21 Oktober 2024 | 09:15 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Wajah-Wajah Lama Masih Isi Tim Ekonomi Prabowo-Gibran

Sabtu, 19 Oktober 2024 | 11:30 WIB BERITA PAJAK SEPEKAN

Kejar Kepatuhan Pajak Pelaku UMKM, DJP Perluas ‘Pendampingan’ BDS

Jumat, 18 Oktober 2024 | 09:14 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Pencantuman NITKU Bakal Bersifat Mandatory saat Pembuatan Bukti Potong

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN