BERITA PAJAK HARI INI

Diskresi Otoritas Pajak Perlu Dipersempit, Komwasjak Sampaikan Ini

Redaksi DDTCNews | Rabu, 13 September 2023 | 09:15 WIB
Diskresi Otoritas Pajak Perlu Dipersempit, Komwasjak Sampaikan Ini

JAKARTA, DDTCNews - Diskresi yang dimiliki oleh otoritas perpajakan di Indonesia mendapat perhatian khusus dari Komite Pengawas Perpajakan (Komwasjak). Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Rabu (13/9/2023).

Wakil Ketua Komwasjak Zainal Arifin Mochtar mengatakan diskresi semestinya hanya diterapkan dalam kondisi-kondisi tertentu saja, yaitu dalam kondisi konkret atau untuk menghindari stagnasi pemerintahan.

"Harus diingat, tujuan diskresi hanya diambil demi manfaat dan kepentingan umum," katanya dalam webinar yang digelar oleh Biro Hukum Setjen Kementerian Keuangan, kemarin.

Baca Juga:
Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Zainal mengungkapkan mayoritas persoalan timbul akibat penyalahgunaan kewenangan berupa suap atau pemerasan. Menurutnya, persoalan tersebut terjadi karena adanya diskresi yang terbuka lebar.

Untuk itu, dia mendorong diskresi yang dimiliki otoritas pajak perlu diperkecil dengan cara memperjelas kondisi limitatif atas kewenangan yang dimiliki oleh suatu jabatan. Alhasil, peluang untuk menyalahgunakan diskresi demi kepentingan pribadi dapat diperkecil.

Zainal juga mendukung penerapan Sistem Manajemen Anti Penyuapan pada Instansi Perpajakan. "Komwasjak sangat mendorong implementasi ISO 37001 untuk Sistem Manajemen Anti Penyuapan," katanya.

Baca Juga:
Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

Selain mengenai diskresi otoritas pajak, ada pula bahasan mengenai rampungnya penyusunan RPJPN 2025-2045, update kinerja APBN 2022, hingga perolehan PPN dari produk digital PMSE.

Berikut ulasan berita perpajakan selengkapnya.

Kekuasaan Otoritas yang Perlu Dibatasi

Isu diskresi dalam ketentuan perpajakan sempat diulas secara mendalam oleh DDTC melalui InsideTax edisi 15 yang terbit pada 2013 lalu. Simak juga Membatasi Kekuasaan Untuk Mengenakan Pajak.

Diskresi dalam hukum pajak diartikan sebagai keleluasaan yang dimiliki oleh otoritas pajak untuk menilai secara subjektif penerapan suatu peraturan ataupun keleluasaan dalam menginterpretasikan peraturan perpajakan.

Baca Juga:
Anggota DPR Ini Minta Prabowo Kaji Ulang Kenaikan PPN Jadi 12 Persen

Diskresi timbul karena adanya kewenangan yang diberikan oleh undang-undang perpajakan kepada otoritas pajak. Tak hanya itu, diskresi juga timbul akibat ketidakjelasan dan ketidakpastian dalam peraturan perpajakan itu sendiri.

Contoh dari diskresi otoritas pajak ialah diskresi oleh pegawai otoritas pajak dalam memutuskan apakah perbuatan wajib pajak termasuk pelanggaran administratif atau pelanggaran pidana.

Karenanya, salah satu strategi yang ampuh untuk mengurangi penyalahgunaan kewenangan dalam sistem perpajakan ialah dengan membatasi diskresi. Ruang diskresi untuk menilai secara subjektif perlu dibatasi dengan perbaikan peraturan perpajakan. (DDTCNews)

Baca Juga:
Kembali Dilantik Jadi Menkeu, Begini Pesan Sri Mulyani kepada Jajaran

Tolak Pungutan Pajak Judi Online

Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Ari Setiadi kembali menegaskan posisinya untuk tidak memungut pajak atas aktivitas judi online. Alih-alih memungut pajak dengan memberikan legalitas, Budi Ari memastikan pemerintah akan memberantas judi online.

Pernyataan Budi Ari ini terlontar setelah beberapa waktu lalu pernyataannya mengenai opsi pemungutan pajak atas judi online muncul di berbagai media massa.

Dia juga menegaskan, sampai saat itu judi adalah tindakan ilegal di Indonesia. Budi menegaskan demikian karena jika wacana pajak direalisasikan artinya juga melegalisasi judi online. (Republika, DDTCNews)

Baca Juga:
Pemerintah Pusat Bakal Asistensi Pemda Terbitkan Obligasi Daerah

Setoran PPN dari Produk Digital PMSE

Ditjen Pajak (DJP) mencatat realisasi penerimaan PPN dari perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) mencapai Rp4,43 triliun hingga Agustus 2023.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti mengatakan pelaku usaha PMSE yang ditunjuk sebagai pemungut PPN berjumlah 158 pelaku usaha. Angka ini sama dengan jumlah pemungut PPN PMSE pada Juli 2023.

Selama Agustus 2023, pemerintah hanya melakukan pembetulan elemen data dalam surat keputusan penunjukan dari Degreed, Inc. dan TradingView, inc. (DDTCNews)

Baca Juga:
Kejar Pendapatan, DPR Imbau Pemerintah Optimalkan Sektor Perkebunan

DJBC Teliti Ulang Tarif atau Nilai Pabean

Dirjen Bea dan Cukai berwenang melakukan penelitian ulang atas tarif dan/atau nilai pabean yang telah disampaikan dalam pemberitahuan pabean impor sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 78/2023.

Dalam rangka pelaksanaan penelitian ulang, pejabat bea dan cukai yang ditunjuk berwenang untuk meminta sejumlah hal antara lain data, dokumen, keterangan lisan, keterangan tertulis dan/atau contoh barang kepada importir dan/atau pemilik barang melalui importir.

Pejabat bea dan cukai akan meminta data, dokumen, keterangan lisan, keterangan tertulis, dan/atau contoh barang melalui surat resmi. (DDTCNews)

Baca Juga:
Urus Pemeriksaan Bukper: Coretax Bakal Hadirkan 4 Fitur Baru

RPJPN 2025-2045, Tax Ratio Maksimal 20 Persen

Kementerian PPN/Bappenas telah menyelesaikan Rancangan Akhir Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045.

Dalam dokumen tersebut, rasio pajak pada 2045 ditargetkan mampu mencapai 18% hingga 20% dari PDB, sedikit lebih rendah dibandingkan target dalam Rancangan Awal RPJPN 2025-2045 yang mencapai 18% hingga 22%. Peningkatan rasio pajak dianggap sebagai salah satu upaya untuk mewujudkan stabilitas ekonomi makro.

Lebih lanjut, pemerintah juga berkomitmen untuk meningkatkan basis pajak lewat penegakan hukum, peningkatan kepatuhan, serta mendorong sektor informal untuk beralih ke sektor formal. (DDTCNews) (sap)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Anggota DPR Ini Minta Prabowo Kaji Ulang Kenaikan PPN Jadi 12 Persen

Selasa, 22 Oktober 2024 | 09:30 WIB KABINET MERAH PUTIH

Kembali Dilantik Jadi Menkeu, Begini Pesan Sri Mulyani kepada Jajaran

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:45 WIB KABINET MERAH PUTIH

Tak Lagi Dikoordinasikan oleh Menko Ekonomi, Kemenkeu Beri Penjelasan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja