REVISI UU KUP

Dirjen Pajak Minta Tambahan Kewenangan Penyidik, Ini Alasannya

Muhamad Wildan | Senin, 05 Juli 2021 | 14:30 WIB
Dirjen Pajak Minta Tambahan Kewenangan Penyidik, Ini Alasannya

Materi yang disampaikan Dirjen Pajak Suryo Utomo dalam rapat bersama Komisi XI DPR RI, Senin (5/7/2021). (tangkapan layar Youtube)

JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah mengusulkan tambahan kewenangan bagi penyidik pajak untuk menyita aset, menangkap, dan menahan tersangka tindak pidana perpajakan. Tambahan kewenangan ini dimasukkan dalam revisi Undang-Undang (UU) Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan kewenangan penyidik untuk menyita aset, menangkap, dan menahan tersangka diperlukan untuk meningkatkan kemampuan Ditjen Pajak (DJP) dalam memulihkan kerugian pada penerimaan negara akibat tindak pidana perpajakan.

“Kami tidak dapat melakukan sita aset saat penyidikan sehingga ketika diputus di pengadilan, asset recovery hanya 0,05% dari putusan pengadilan," ujar Suryo dalam rapat bersama Komisi XI DPR RI, Senin (5/7/2021).

Baca Juga:
Target Tercapai, Setoran Pajak di Kanwil DJP Ini Tembus Rp9,27 Triliun

Dengan demikian, kerugian negara yang dapat dipulihkan setelah tindak pidana diputus di pengadilan selama ini masih rendah. Dengan adanya kewenangan untuk penyitaan, maka aset dapat digunakan untuk memulihkan kerugian negara sekaligus dendanya ketika tersangka tindak pidana perpajakan dijatuhi hukuman pidana oleh pengadilan.

Dalam ketentuan yang berlaku saat ini, penyidik hanya memiliki kewenangan untuk menyita bahan bukti (dokumen) yang mengindikasikan adanya tindak pidana perpajakan. Namun, tidak ada kewenangan bagi penyidik untuk menyita harta milik tersangka.

Kewenangan penyidik untuk menahan serta menangkap tersangka juga diperlukan agar penyidik pajak dapat dengan lebih mudah berkoordinasi dan meminta bantuan aparat penegak hukum dalam menegakkan ketentuan perpajakan.

Baca Juga:
Kanwil DJP Jawa Timur II Kukuhkan 474 Relawan Pajak 2025

Sejalan dengan semangat untuk meningkatkan pemulihan atas kerugian pada pendapatan negara, pemerintah juga mengusulkan adanya pasal baru dalam revisi UU KUP sebagai respons adanya ketentuan pidana denda yang selama disubsider dengan pidana kurungan.

Pasalnya, sebagian besar atau sekitar 80,6% terpidana tindak pidana perpajakan lebih memilih untuk menjalani hukuman kurungan subsider dibandingkan dengan membayar pajak yang kurang dibayar sekaligus dendanya.

Ketika hukuman pidana dijatuhkan maka tidak ada lagi instrumen yang dapat digunakan untuk menagih pajak terutang dan memulihkan kerugian penerimaan negara.

Baca Juga:
NIK Pegawai Tidak Ditemukan saat Bikin Bupot, DJP Beberkan Solusinya

"UU KUP saat ini memang tidak mengatur tentang pidana denda yang disubsider dengan pidana kurungan. Hakim mendasarkan pada UU KUHP dengan subsider atas tindak pidana yang dilakukan dengan pidana kurungan yang dirasa lebih ringan dari yang seharusnya," ujar Suryo.

Oleh karena itu, tindak pidana perpajakan yang dilakukan oleh wajib pajak secara sengaja seharusnya tidak disubsider dengan pidana kurungan. Dengan demikian, pokok pajak beserta denda harus dilunasi oleh terpidana.

Secara spesifik, pemerintah mengusulkan agar denda yang tertuang dalam Pasal 39 dan Pasal 39A UU KUP tidak dapat disubsider dengan pidana kurungan.

"Bila tidak dilunasi, maka putusan menjadi inkracht dan aset-aset yang tersita tadi dilelang untuk melunasi pidana denda,” ujar Suryo. (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Minggu, 26 Januari 2025 | 14:00 WIB KANWIL DJP BENGKULU DAN LAMPUNG

Target Tercapai, Setoran Pajak di Kanwil DJP Ini Tembus Rp9,27 Triliun

Minggu, 26 Januari 2025 | 10:00 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Kanwil DJP Jawa Timur II Kukuhkan 474 Relawan Pajak 2025

Sabtu, 25 Januari 2025 | 17:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

WP Pemilik Usaha Meninggal Dunia, Siapa yang Ajukan Sertel di Coretax?

BERITA PILIHAN
Senin, 27 Januari 2025 | 10:00 WIB PMK 119/2024

Pemerintah Perinci Objek Penelitian atas PKP Berisiko Rendah

Senin, 27 Januari 2025 | 09:00 WIB KEBIJAKAN FISKAL

Siap-Siap SBN Ritel Perdana 2025! Besok Dirilis ORI027T3 dan ORI027T6

Senin, 27 Januari 2025 | 08:43 WIB LAYANAN PAJAK

Butuh Layanan Pajak? Kantor Pajak Baru Buka Lagi 30 Januari 2025

Senin, 27 Januari 2025 | 08:15 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Pembaruan Objek Penelitian PKP Berisiko Rendah untuk Cairkan Restitusi

Senin, 27 Januari 2025 | 08:00 WIB KOTA PALANGKA RAYA

Bayar Pajak Sudah Serba Online, Kepatuhan WP Ditarget Membaik

Minggu, 26 Januari 2025 | 14:30 WIB PERATURAN PAJAK

Soal DPP Nilai Lain atas Jasa Penyediaan Tenaga Kerja, Ini Kata DJP

Minggu, 26 Januari 2025 | 13:30 WIB PERDAGANGAN KARBON

Luncurkan Perdagangan Karbon Internasional di IDXCarbon, Ini Kata BEI

Minggu, 26 Januari 2025 | 13:00 WIB AMERIKA SERIKAT

Tarif Bea Masuk Trump terhadap 2 Negara Ini Lebih Tinggi dari China